Pengadilan Tinggi PBB Memberikan Lampu Hijau Penyelidikan Genosida Rohingya

Pengadilan Tinggi PBB Memberikan Lampu Hijau Penyelidikan Genosida Rohingya

Amsterdam, Purna Warta –  Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada hari Jumat menolak semua keberatan Myanmar atas kasus yang diajukan oleh negara Afrika Barat Gambia pada tahun 2019 terkait genosida Rohingya.

Kementerian Luar Negeri junta Myanmar bereaksi pada hari Sabtu (23/7) dengan mengatakan, “Myanmar kecewa karena keberatan awalnya ditolak,” dengan alasan bahwa keberatan itu kuat secara hukum.

Baca Juga : Banjir yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya di Sana’a

Ribuan Muslim Rohingya dibunuh, diperkosa, disiksa atau ditangkap oleh pasukan junta, menurut PBB yang menggambarkan komunitas di negara bagian Rakhine Barat Myanmar sebagai minoritas paling teraniaya di dunia.

Sekitar 850.000 pengungsi Rohingya tetap terjebak dalam kondisi kumuh dan penuh sesak di kamp-kamp pengungsi di negara tetangga Bangladesh setelah anggota minoritas Muslim terpaksa meninggalkan rumah mereka pada tahun 2017.

Myanmar telah berargumen dengan beberapa alasan bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi dalam masalah ini dan harus menghentikan kasus tersebut saat masih dalam tahap awal.

Pemerintah Myanmar mantan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, yang digulingkan oleh militer dalam kudeta pada 1 Februari, mendukung tindakan keras militer terhadap Muslim Rohingya. Dia bahkan melakukan perjalanan ke Den Haag pada Desember 2019 untuk membela kekejaman militer.

Baca Juga : Mengurangi Impor Filter Pesawat Dengan Melokalisasi Produk Asing

Gambia yang mayoritas Muslim mengajukan kasus yang menuduh bahwa perlakuan Myanmar terhadap Rohingya melanggar Konvensi Genosida PBB 1948. Kasus tersebut, yang bertujuan meminta pertanggungjawaban Myanmar dan mencegah pertumpahan darah lebih lanjut, didukung oleh 57 negara Organisasi untuk Kerjasama Islam (OKI).

Myanmar berpendapat bahwa Gambia tidak memiliki kedudukan untuk melakukannya di pengadilan tinggi PBB. Namun, hakim ketua ICJ, Joan Donoghue, mengatakan semua negara yang telah menandatangani Konvensi Genosida 1948 dapat dan harus bertindak untuk mencegah genosida dan pengadilan memiliki yurisdiksi dalam kasus tersebut.

Dalam keputusan sementara tahun 2020, ICJ memerintahkan Myanmar untuk melindungi Rohingya dari bahaya. Namun kelompok dan aktivis hak Rohingya mengatakan belum ada upaya yang berarti untuk mengakhiri penganiayaan sistemik mereka.

Kewarganegaraan Rohingnya dan kebebasan bergerak di Myanmar masih ditolak. Puluhan ribu kini telah dikurung di kamp-kamp pengungsian kumuh selama satu dekade.

Baca Juga : Rincian Baru Operasi Penangkapan Mata – Mata Mossad di Iran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *