Stockholm, Purna Warta – Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, mengungkap bahwa ia mengalami pemukulan, kekerasan, ancaman, penghinaan, dan kekurangan air dari para penjaga penjara Israel setelah penyitaan armada bantuan kemanusiaan menuju Gaza.
Baca juga: LSM Malaysia Akan Berlayar ke Gaza pada November untuk Memecah Blokade Israel
Dalam wawancara dengan harian Swedia Aftonbladet yang diterbitkan pada Rabu (15/10), Greta Thunberg menceritakan lima hari penuh penderitaan dan kekerasan yang ia alami dalam tahanan Israel setelah ditangkap dari kapal Global Samud Flotilla bersama sejumlah aktivis lainnya awal bulan ini.
Ia menggambarkan aksi kekerasan para penjaga yang melakukan “pemukulan, tendangan, dan ancaman akan digas di dalam kandang,” dengan rincian yang menggambarkan penyiksaan fisik dan psikologis yang ia alami.
“Saya diseret ke area beraspal yang dikelilingi pagar besi, dan mereka memukul serta menendang saya sementara bendera Israel menyentuh tubuh saya. Mereka merobek topi katak saya, melemparkannya ke tanah, menginjak-injaknya, dan meneriakkan hinaan dalam bahasa Swedia,” kenangnya.
Thunberg menuturkan bagaimana para penjaga secara brutal memperlakukannya:
“Mereka memindahkan saya dengan kasar ke sudut… ‘Tempat khusus untuk wanita spesial,’ kata mereka. Lalu mereka mulai mengucapkan kata-kata dalam bahasa Swedia yang mereka pelajari — ‘Lilla hora’ (pelcur kecil) dan ‘Hora Greta’ (Greta pelcur) — yang mereka ulang-ulang terus-menerus.”
Thunberg menegaskan bahwa dirinya awalnya enggan bicara soal perlakuan buruk itu, agar tidak mengalihkan perhatian dari penderitaan rakyat Palestina.
“Ini bukan tentang saya atau aktivis lainnya dari armada itu. Ada ribuan warga Palestina — ratusan di antaranya anak-anak — yang saat ini ditahan tanpa pengadilan, dan banyak dari mereka kemungkinan besar sedang disiksa,” katanya kepada Aftonbladet, menyoroti penderitaan rakyat Palestina yang jauh lebih besar.
Armada bantuan tersebut berlayar untuk menentang blokade kemanusiaan Israel yang telah lama menutup akses pangan dan obat-obatan vital ke Jalur Gaza.
Baca juga: Euro-Med Desak Akses Global ke Gaza untuk Dokumentasikan Genosida Israel
Konfrontasi dimulai ketika tentara Israel bersenjata lengkap dan bertopeng menaiki kapal-kapal armada.
Thunberg menggambarkan bagaimana mereka dipaksa duduk melingkar di bawah terik matahari sementara penjaga merusak persediaan bantuan — melemparkan obat-obatan dan makanan ke tempat sampah.
“Sangat panas di sana… Kami memohon terus-menerus, ‘Boleh kami minta air?’ Akhirnya kami berteriak. Para penjaga berjalan di depan jeruji sambil tertawa dan mengangkat botol air mereka,” katanya menggambarkan siksaan psikologis yang mereka alami.
Para aktivis kemudian dibawa ke pelabuhan Ashdod, pelabuhan industri terbesar di wilayah pendudukan, tempat perlakuan kejam semakin parah.
Aktivis berusia 22 tahun itu juga dipaksa mengganti kaus bertuliskan “Free Palestine”.
Thunberg melaporkan bahwa mereka juga mendapat ancaman dan pelecehan langsung dari Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, yang berteriak:
“Kalian teroris! Kalian ingin membunuh bayi Yahudi!”
Para penjaga secara rutin mengancam para tahanan, memaksa mereka berdiri atau berlutut selama berjam-jam di bawah panas ekstrem, dan menahan mereka di sel sempit yang penuh sesak dengan makanan dan air yang sangat minim.
Dalam satu sel, para tahanan dipaksa meminum air keran berwarna coklat, dan beberapa di antaranya jatuh sakit.
“Lalu penjaga datang dan berkata mereka akan menggaskan kami. Itu seperti kebiasaan bagi mereka. Mereka mengangkat tabung gas dan mengancam akan menekannya ke arah kami,” ungkap Thunberg.
Ia menambahkan,
“Para penjaga tidak punya empati atau kemanusiaan… Semua yang mereka lakukan sangat kejam. Obat-obatan milik orang — untuk jantung, kanker, insulin — dibuang di depan mata mereka.”
Thunberg juga menyebut adanya lubang peluru dan noda darah di dinding penjara, serta pesan-pesan yang terukir oleh tahanan Palestina yang sebelumnya ditahan di sana.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa fokus utamanya tetap pada Palestina:
“Apa yang kami alami hanyalah sebagian kecil dari penderitaan yang dialami rakyat Palestina. Penderitaan kami tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang mereka hadapi setiap hari,” tegasnya.