Ankara, Purna Warta – Presiden Turki mengatakan dalam pidatonya bahwa Uni Eropa tidak akan dapat memiliki pengaruh yang kuat di dunia tanpa partisipasi dan dukungan dari Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Minggu (9/5) yang bertepatan dengan “Hari Eropa” bahwa Uni Eropa membutuhkan Turki, dan Ankara masih menunggu keanggotaan UE meskipun ada hambatan.
“Hambatan besar bagi Uni Eropa untuk menjadi pemain global yang kuat adalah ketidaksabaran dan kurangnya visi strategis,” tambah Erdogan.
Baca Juga : Sejumlah Pejabat Tinggi Turki Kunjungi Libya
Presiden Turki menekankan bahwa UE membutuhkan struktur organisasi yang baru dan efektif dan bahwa mekanisme pengambilan keputusan di UE harus ditinjau ulang.
“Sangat jelas bahwa Uni Eropa tidak akan dapat memiliki pengaruh yang kuat tanpa partisipasi dan dukungan dari Turki,” tambah Erdogan.
“Turki terus mengejar tujuan strategisnya untuk bergabung dengan Uni Eropa, meskipun ada standar dan kriteria ganda yang dihadapinya,” katanya.
Dalam beberapa bulan terakhir, eksplorasi Turki di Mediterania timur telah meningkatkan ketegangan antara negara tersebut dan negara-negara Eropa. Yunani dan Siprus, bersama dengan beberapa negara Eropa, mengatakan tindakan Turki ilegal dan provokatif. Mereka telah memperingatkan Ankara tentang konsekuensinya. Namun Turki menyatakan bahwa mereka hanya mengamankan haknya di Laut Hitam dan Laut Aegea.
Di sisi lain, presiden Turki telah menandatangani dua dokumen dalam beberapa pekan terakhir, salah satunya adalah penarikan negara itu dari Konvensi Istanbul, yang memicu gelombang kritik dari komunitas internasional, yang oleh Uni Eropa digambarkan sebagai pesan berbahaya dari Pemerintah Turki. Turki dianggap anti terhadap hak-hak wanita.
Namun, dalam sebuah pernyataan atas keputusan tersebut, Kantor kepresidenan Turki menjelaskan bahwa alasan penarikan sepihak Ankara dari perjanjian itu adalah karena bagian-bagian telah ditambahkan ke dalam perjanjian itu yang bertentangan dengan nilai-nilai moral Ankara.
Baca Juga : Turki dan Mesir Sambung Kembali Hubungan yang Putus Selama 8 Tahun
Perjanjian Istanbul ditandatangani oleh 13 negara anggota Dewan Eropa di Istanbul pada tahun 2011 dan bertujuan untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan dalam pernikahan dan segala jenis pelecehan dan diskriminasi terhadap perempuan. Saat ini jumlah anggota perjanjian tersebut telah bertambah menjadi 45 negara.
Menurut Euronews, Turki adalah negara pertama yang meratifikasi konvensi tersebut, yang merupakan arahan hukum dan mengikat pertama untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, menekankan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan korban dan penuntutan pelaku.