London, Purna Warta – Mengenai kemunduran sebagian dari kebijakan anti-Iran garis keras, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell telah mengumumkan bahwa blok tersebut tidak dapat mendaftarkan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) sebagai entitas “teroris” tanpa keputusan pengadilan Uni Eropa.
Baca Juga : Iran Luncurkan Fase Operasional Proyek Konstelasi Satelit Jenderal Soleimani
Berbicara sebelum pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussel pada hari Senin (23/1), Borrell mengatakan keputusan pengadilan dengan kecaman hukum konkret harus terlebih dahulu dijatuhkan sebelum blok itu sendiri dapat menerapkan penetapan semacam itu.
“Hal itu adalah sesuatu yang tidak dapat diputuskan tanpa adanya keputusan pengadilan, keputusan pengadilan harus lebih dahulu keluar. Anda tidak dapat mengatakan saya menganggap Anda teroris karena saya tidak menyukai Anda,” kata Borrell kepada wartawan, dan menekankan bahwa pengadilan negara anggota UE harus mengeluarkan kecaman hukum yang konkret sebelum blok tersebut dapat bertindak.
Pengumuman itu dibuat setelah Parlemen Eropa pada hari Rabu mengadopsi amandemen yang meminta Uni Eropa dan negara-negara anggotanya untuk memasukkan IRGC ke dalam daftar teror mereka. Mereka juga mengeluarkan resolusi lain pada hari Kamis, dan menyerukan lebih banyak sanksi terhadap individu dan entitas Iran, serta menempatkan IRGC dalam daftar teroris UE atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama kerusuhan baru-baru ini.
Mayor Jenderal Hossein Salami, komandan utama IRGC, mengecam resolusi Parlemen Eropa, dan memperingatkan bahwa orang Eropa akan menanggung akibat dari tindakan mereka.
Baca Juga : Anti-monarkis: Penobatan Raja Charles Menampar Wajah Orang-orang Di Tengah Inflasi Tinggi
Para menteri Uni Eropa menyepakati paket sanksi baru terhadap Iran
Uni Eropa, bagaimanapun, memperkenalkan sanksi baru pada hari Senin (23/1) terhadap Iran atas apa yang diklaimnya sebagai tindakan “brutal” dan “penindasan” terhadap protes baru-baru ini, yang dipicu kasus kematian seorang wanita muda Iran keturunan Kurdi di Teheran pada bulan September tahun lalu.
Swedia, yang saat ini memegang jabatan kepresidenan bergilir Uni Eropa, mengatakan pertemuan para menteri luar negeri blok UE di Brussel telah “mengadopsi paket sanksi baru terhadap Iran.”
“Para menteri mengadopsi paket sanksi baru terhadap Iran, menargetkan mereka yang mendorong represi. Uni Eropa mengutuk keras penggunaan kekuatan yang brutal dan tidak proporsional oleh otoritas Iran terhadap pengunjuk rasa damai,” kata Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom dalam sebuah tweet, tanpa memberikan bukti apapun mengenai pernyataannya itu.
Para diplomat Eropa mengatakan pekan lalu bahwa mereka memiliki rencana untuk menambahkan 37 orang Iran ke dalam daftar orang dan entitas blok yang dikenai sanksi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga : Iran: Penodaan Alquran di Swedia Contoh Nyata Penyebaran Kebencian Terhadap Muslim
Kerusuhan yang didukung Barat meletus di Iran pada pertengahan September ketika Mahsa Amini yang berusia 22 tahun meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran, tiga hari setelah dia pingsan di sebuah kantor polisi. Investigasi mengaitkan kematian Amini dengan kondisi medisnya yang sudah ada sebelumnya, bukan dugaan pemukulan oleh polisi.
Kerusuhan yang kejam merenggut nyawa banyak orang dan pasukan keamanan, di sisi lain erangan teroris terjadi di wilayah Iran. Selama protes, para teroris membakar fasilitas umum dan menyiksa beberapa anggota pasukan sukarela dan aparat keamanan hingga tewas.