Naypidaw, Purna Warta – Kekerasan pasca-kudeta telah menambag jumlah orang mengungsi dan terlantar di Myanmar menjadi lebih dari 1 juta untuk pertama kalinya. PBB memperkirakan kondisi akan menjadi mengerikan ketika musim hujan mendekat dan konflik yang masih berkecamuk.
Hampir 700.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi tahun lalu, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA), Selasa.
Baca Juga : Joe Biden Menuju Saudi; Apa yang Dia Inginkan dari Bin Salman?
Milisi sipil telah dibentuk untuk melawan kudeta di seluruh negeri, dan junta telah menanggapi dengan serangan gencar. Menurut kelompok hak asasi manusia, junta myanmar telah menghancurkan desa, melakukan pembunuhan massal di luar proses hukum dan melancarkan serangan udara terhadap warga sipil.
Kekerasan telah mengakibatkan sekitar 346.000 warga lainnya mengungsi.
Jumlah itu termasuk mereka yang terkena dampak konflik yang berkepanjangan dengan kelompok pemberontak etnis di sepanjang perbatasan Thailand dan China, dan juga Muslim Rohingya yang dipaksa meninggalkan rumah mereka selama penumpasan brutal tahun 2017.
Baca Juga : Pawai Bendera di Yerusalem: Siapa yang Menang? Israel atau Palestina?
Ancaman bagi Kamp Pengungsian
Lebih dari 12.000 properti sipil diperkirakan telah dibakar atau dihancurkan sejak kudeta, kata UNOCHA. Hujan monsun yang semakin mendekat, semakin mengancam mereka yang tinggal di kamp-kamp pengungsian.
Lebih dari 300.000 dari mereka yang mengungsi sejak kudeta yang berasal dari wilayah Sagaing barat laut, di mana para pejuang sering bentrok dengan pasukan junta, tambahnya.
Disebutkan bahwa pihak berwenang telah memutus layanan data seluler di sebagian besar Sagaing dan Magway dan bahwa ada “pembatasan” yang mempengaruhi pasokan beras, obat-obatan, dan bahan bakar.
Baca Juga : Restoran Perancis di Jeddah Larang Pengunjung Wanita Gunakan Jilbab
‘Sangat Membutuhkan Layanan Kesehatan’
“Laporan menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan mendesak terutama untuk layanan kesehatan, makanan, dan barang-barang bantuan dan tempat tinggal di daerah-daerah ini,” katanya.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri krisis hampir tidak berefek sama sekali.
Sebuah “konsensus” yang ditengahi tahun lalu oleh ASEAN yang bertujuan untuk memfasilitasi dialog antara militer dan oposisi, serta memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan, hampir semuanya telah diabaikan oleh junta Myanmar.
Baca Juga : Pukulan Berat Tentara Suriah terhadap Teroris
Pada bulan Maret kepala junta Min Aung Hlaing mengatakan militer akan “memusnahkan sampai akhir” lawan-lawannya.
Lebih dari 1.800 orang tewas dan lebih dari 13.000 ditangkap dalam tindakan keras junta atas perbedaan pendapat sejak kudeta, menurut kelompok pemantau lokal.