China: Amerika, Hentikanlah Politik Dua Rupa

china

Beijing, Purna WartaChina melansir laporan tahunannya tentang status HAM Amerika Serikat, Rabu 24/3. Dengan sangat keras, Beijing mengkritik Washington karena arogansinya atas HAM di balik tudingan-tudingan terhadap kedaulatan lain.

Global News melaporkan bahwa laporan China terdiri dari 7 bab kondisi HAM Negeri Paman Sam. Tersusun dari 15 ribu kata dan diawali dengan jumlah kata terkenal George Floyd, warga kulit hitam 47 tahun, yang tewas di bawah tindihan lutut seorang petugas polisi Minneapolis, negara bagian Minneasota, “Saya Tidak Bisa Bernafas”.

Nota China membuktikan status HAM dalam negeri Amerika yang sangat buruk hingga Beijing menuntut penghuni Gedung Putih untuk menghentikan siasat dua rupa mengenai hak asasi manusia.

Data lansiran Beijing juga memuat kebijakan penanganan Corona yang tidak ampuh, efek cacatnya demokrasi di kancah politik, pelanggaran terhadap hak minoritas dan etnis kulit hitam, instabilitas sosial yang terus berentetan serta dampaknya terhadap keamanan umum, merekahnya jurang sosial antara si borjuis dan miskin hingga peningkatan kesenjangan sosial dan lain sebagainya.

Yang sangat perlu diperhatikan dari cacat HAM Amerika dalam nota China ini adalah buruknya manajemen dan lemahnya Gedung Putih dalam menangani pandemi Covid-19. Hingga akhir Februari 2021, positif Corona di AS mencapai seperempat dari positif Corona dunia dan korbannya mencapai 500 ribu jiwa.

Mayoritas laporan HAM Negeri Paman Sam lansiran China ini berisi tentang buruknya manajemen dan koordinasi penanganan Covid-19 hingga berevolusi menjadi tragedi kemanusiaan.

Lansiran tersebut juga mencakup peningkatan kasus penembakan di setiap penjuru Amerika di tahun kemarin. Menurut statistik China, peningkatan kasus penembakan terjadi di saat warga mulai kehilangan percaya terhadap sistem sosial pada tahun 2020.

Pada tahun 2020, selain buruknya penanganan Corona, warga Amerika juga demonstrasi melawan rasisme dan bertanding dalam pertarungan Pemilu presiden. Data menunjukkan penjualan senjata yang mencapai angka 23 juta dan ini memperlihatkan peningkatan penjualan hingga 64% dibanding tahun 2019.

Data China ini dilansir di tengah upaya Negeri Paman Sam bersama Inggris dan Kanada terburu mengaktifkan sanksi dan boikot terhadap petinggi Negeri Tirai Bambu atas klaim HAM di Xinjiang.

Beijing membalas dengan menulis beberapa pejabat Eropa dan sebagian diplomat, legislatif dan organisasi-organisasi Benua Biru dalam buku hitamnya.

Dikutip dari Global News, China setiap tahun melansir laporan status HAM AS, namun tahun ini Negeri Tirai Bambu mendahului Negeri Paman Sam dalam melansir laporan status hak asasi manusia.

Menlu China bersama Menlu Rusia pada hari Rabu kemarin, 24/3, mengkritik politik dua rupa dan siasat manipulasi AS atas permasalahan HAM. Keduanya menegaskan bahwa Washington manipulasi politik urusan HAM. Menyalahgunakan urusan tersebut sebagai senjata untuk intervensi di kedaulatan lain.

Baca juga: China Melirik Asia Barat, Mencari Sekutu Melawan Sanksi Barat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *