Bangladesh Mulai Sidang Terhadap Mantan PM Sheikh Hasina

Bangladesh Mulai Sidang Terhadap Mantan PM Sheikh Hasina

Dakka, Purna Warta Sidang resmi terhadap mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, dimulai pada hari Minggu dan menjadi momen penting dalam sejarah politik negara tersebut. Pengadilan Kejahatan Internasional (ICT) menuduh Hasina telah memimpin “serangan yang terkoordinasi, luas, dan sistematis” terhadap para pengunjuk rasa dalam pemberontakan nasional tahun lalu, yang menurut perkiraan PBB menewaskan hingga 1.400 orang.

Hasina, 77 tahun, melarikan diri ke India dengan helikopter pada Agustus 2024 setelah 15 tahun kekuasaannya tumbang akibat pemberontakan yang dipimpin mahasiswa. Sejak itu, ia hidup dalam pengasingan, dan India menolak permintaan ekstradisi dari pemerintahan sementara Bangladesh.

Baca Juga : Prancis Desak Dunia Akui Palestina, Australia Diminta Ambil Sikap Jelas

Dalam pembukaan sidang, jaksa utama Mohammad Tajul Islam menyatakan bahwa penindakan brutal terhadap massa tersebut termasuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, penyiksaan, konspirasi, dan keterlibatan dalam pembantaian massal. “Setelah memeriksa bukti-bukti, kami menyimpulkan bahwa ini adalah serangan yang terkoordinasi dan sistematis,” ujarnya. “Terdakwa mengerahkan semua aparat keamanan serta anggota partainya yang bersenjata untuk menghancurkan pemberontakan.”

Pihak jaksa menghadirkan sejumlah bukti yang mereka sebut sangat kuat: rekaman penerbangan drone dan helikopter, transkrip percakapan Hasina, serta kesaksian korban selamat yang menggambarkan penggunaan kekuatan mematikan, termasuk tembakan dari helikopter ke arah massa. Salah satu kasus yang disorot adalah penembakan terhadap aktivis mahasiswa Abu Sayeed di Rangpur pada 16 Juli, yang disebut ditembak dari jarak dekat.

Hasina menolak semua tuduhan dan menganggapnya sebagai serangan politik untuk mencoreng namanya. Dari tempat pengasingannya, ia menyatakan bahwa ini hanyalah upaya untuk menghancurkan warisannya sebagai pemimpin.

Selain Hasina, turut didakwa adalah mantan kepala polisi Chowdhury Abdullah Al Mamun yang saat ini ditahan (meski tidak hadir di persidangan), serta mantan menteri dalam negeri Asaduzzaman Khan Kamal yang masih buron. Mereka menghadapi tuduhan membantu, menghasut, merencanakan, dan gagal mencegah kekerasan massal.

Jaksa Tajul Islam menegaskan bahwa proses hukum ini bukan bentuk balas dendam. “Ini bukan aksi dendam, tapi komitmen terhadap prinsip bahwa dalam negara demokratis, tidak ada tempat untuk kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Dampak Politik: Awami League Dilarang, Jamaat Diaktifkan Kembali

Partai Awami League, partai politik Hasina yang dulunya sangat dominan, secara resmi dibubarkan pada Mei 2025 sambil menunggu hasil sidang. Partai ini didirikan pada 1949 dan telah memimpin Bangladesh dalam sebagian besar sejarah pasca-kemerdekaannya. Ironisnya, pengadilan yang kini mengadili Hasina justru dibentuk olehnya sendiri pada tahun 2009 untuk menyidangkan kejahatan perang tahun 1971.

Pada hari yang sama dengan dimulainya sidang, Mahkamah Agung mengaktifkan kembali status legal Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar di Bangladesh, yang sebelumnya dibubarkan oleh pemerintahan Hasina dan banyak pemimpinnya dipenjara.

Baca Juga : Media Israel: Ketakutan Meningkat di Israel akibat Kecaman Global

Sebagai bagian dari upaya penegakan keadilan, ICT juga membuka kasus baru pada 25 Mei terhadap delapan perwira polisi yang didakwa atas kejahatan terhadap kemanusiaan di hari-hari terakhir kekuasaan Hasina. Mereka dituduh menembak mati enam pengunjuk rasa pada 5 Agustus—hari yang sama ketika Hasina melarikan diri dari Bangladesh.

Sidang ini disiarkan langsung oleh televisi nasional Bangladesh dan berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan politik menjelang pemilu nasional yang dijadwalkan pada pertengahan 2026.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *