Purna Warta – Adik perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah mengecam komentar oleh presiden Korea Selatan setelah uji coba rudal balistik negaranya baru-baru ini sebagai ucapan yang tidak pantas.
Pada hari Rabu (15/9), Presiden Moon Jae-in menyebut kemampuan rudal Seoul yang berkembang sebagai “pencegahan yang ampuh” terhadap provokasi Pyongyang.
“Meningkatkan kemampuan rudal kami adalah apa yang dibutuhkan sebagai bentuk pencegahan terhadap provokasi Korea Utara,” kata Moon, saat dia mengawasi keberhasilan peluncuran uji coba pertama dari rudal balistik dari kapal selam (SLBM).
Sebagai tanggapan, dalam sebuah pernyataan yang dibawa oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) pada hari Kamis (16/9) Kim Yo-jong, adik Kim Jong Un mengancam “penghancuran total” hubungan bilateral jika Moon melanjutkan fitnahnya terhadap Korea Utara.
“Jika Presiden ikut melontarkan fitnah kepada kita, hal tersebut akan diikuti dengan tindakan balasan, hubungan Utara & Selatan akan terdorong menuju kehancuran total, dan kami tidak menginginkan itu.” katanya.
Dia juga mencatat bahwa Pyongyang sedang mengembangkan kemampuan militernya untuk pertahanan diri tanpa menargetkan negara tertentu, menambahkan bahwa Korea Selatan juga sedang meningkatkan kemampuan militernya.
Pada hari Rabu (15/9), Korea Selatan melaporkan uji coba pertama rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam. Gedung Biru kepresidenan mengumumkan bahwa rudal tersebut terbang dengan jarak yang direncanakan sebelum mencapai targetnya.
Tes itu dilakukan beberapa jam setelah Kepala Staf Gabungan Korea Selatan melaporkan bahwa Pyongyang telah menembakkan dua rudal balistik ke perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Rudal itu diyakini telah mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang, kata penjaga pantai negara itu.
Dua hari sebelumnya, Korea Utara mengatakan telah berhasil menguji coba rudal jelajah jarak jauh baru di dalam perairan teritorialnya sendiri. Peluncuran rudal tersebut dilakukan pertama kali sejak bulan Maret.
Korea Selatan yang telah memajukan kekuatan militernya termasuk kemampuan misilnya, kini menjadi negara ketujuh di dunia yang mengembangkan teknologi SLBM.
Korea Utara juga telah meluncurkan serangkaian SLBM baru dalam beberapa tahun terakhir.
Korea Selatan dan Korea Utara memperhatikan perkembangan militer satu sama lain sebagai alasan untuk meningkatkan kemampuan mereka
Uji coba rudal terbaru oleh kedua negara diperkirakan akan memperburuk ketegangan di Semenanjung Korea.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengutuk peluncuran tersebut, ia mengatakan bahwa mereka telah mengancam perdamaian dan keamanan Jepang juga kawasan, menurutnya hal tersebut benar-benar keterlaluan.
Korea Utara mengatakan bahwa mereka menguji sistem rudal baru yang dibawa kereta api untuk bertahan dari ancaman serangan.
Sementara itu, Korea Utara mengatakan rudal yang ditembakkan pada hari Rabu adalah uji coba sistem rudal kereta api baru yang dirancang sebagai serangan balik potensial terhadap kekuatan apa pun yang mengancam negara itu.
Menurut sebuah laporan oleh KCNA, tes resimen rudal yang dibawa kereta api oleh Korea Utara telah diselenggarakan awal tahun ini.
Namun, uji coba oleh Korea Utara mengundang kecaman dan kekhawatiran internasional. Amerika Serikat mengatakan bahwa hal tersebut melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan menimbulkan ancaman bagi negara tetangga.
Korea Utara telah lama berada di bawah sanksi keras PBB atas program nuklir dan misilnya. AS telah mempelopori sanksi-sanksi itu dan telah memberlakukan beberapa putarannya sendiri.
Korea Utara telah mengadakan negosiasi tiga putaran berturut-turut dengan AS di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump. Tetapi diplomasi bilateral tersebut tidak berlangsung lama karena Trump menolak untuk menghapus sanksi sebagai imbalan atas beberapa langkah Korea Utara menuju demiliterisasi.
AS dan Korea Selatan menggambarkan program rudal dan nuklir Korea Utara sebagai sebuah ancaman, sementara Pyongyang mengatakan kehadiran militer AS yang substansial di semenanjung mengancam keamanan nasionalnya.
Kedua Korea secara teknis masih dalam keadaan perang sejak Perang Korea 1950-53, yang mengadu Korea Utara dan sekutu China melawan Korea Selatan dan pasukan PBB yang dipimpin AS. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.