Tehran, Purna Warta – Seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada jaringan berita Qatar bahwa Amerika Serikat tidak dapat kembali ke meja perundingan dan kesepakatan JCPOA tanpa mengganti kerugian di masa lalu.
Seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Amerika Serikat bukan bagian dari kelompok P5 + 1 dan pembicaraan tidak belaku sama sekali sebelum Amerika Serikat kembali ke JCPOA.
Dia melanjutkan: “Amerika Serikat harus mencabut sanksi sebelum dapat berbicara tentang proposal perundingan kesepakatan nuklir.”
“Pemerintah Biden tahu apa yang harus dilakukan jika ingin kembali pada kesepakatan nuklir, dan hal ini tidak memerlukan negosiasi,” ujar pejabat senior Iran, dari Al Jazeera.
“Washington harus memenuhi komitmennya dalam kesepakatan nuklir tanpa mediasi atau proposal perundingan,” katanya.
“Trump memberi sanksi kepada 800 lembaga dan individu Iran, dan pemerintah Biden harus mencabut sanksi ini sebelum tindakan apa pun diambil,” tambah pejabat Iran itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran, Saeed Khatibzadeh, juga mengumumkan malam ini (Minggu, 28/2) menyusul berita penolakan Iran untuk berpartisipasi dalam pertemuannya dengan Amerika Serikat, dikarenakan posisi dan tindakan Amerika Serikat selama ini terhadap Iran. Di lain hal tiga negara Eropa melihat pengadaan pertemuan informal yang diusulkan oleh Koordinator Eropa Dewan JCPOA tidaklah tepat.
Khatibzadeh menekankan: “Belum ada perubahan dalam posisi dan perilaku AS. Pemerintahan Biden tidak hanya tidak meninggalkan kebijakan tekanan maksimum yang gagal dari Trump, tetapi bahkan belum mengumumkan komitmennya untuk memenuhi tanggung jawabnya di JCPOA dan pelaksanaan Resolusi 2231. ”
Saeed Khatibzadeh mengatakan: implementasi kewajiban semua pihak di JCPOA bukanlah masalah negosiasi give and take, karena semua ini telah dilakukan 5 tahun yang lalu.
Meskipun Badan Energi Atom Internasional berulang kali mengakui kepatuhan Iran terhadap semua kewajibannya, pemerintah AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut pada bulan April 2018.
Terlepas dari penolakan lisan dari pihak Eropa terhadap penarikan AS dari JCPOA, Eropa juga tidak memenuhi janjinya untuk menebus efek dari penarikan sepihak tersebut.
Sebagai tanggapan atas pasifnya negara-negara Eropa dalam melaksanakan lima langkah ketentuan JCPOA, Republik Islam Iran mengurangi kewajibannya di bawah ketentuan JCPOA dan baru-baru ini RII juga menangguhkan implementasi sukarela mereka dari Protokol Tambahan.
Pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump mengejar kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran sejak bulan April 2018 setelah meninggalkan JCPOA. Melalui kebijakan ini, Trump berupaya agar Iran menerima kesepakatan baru dengan Amerika Serikat dengan lebih banyak pembatasan terhadap Iran.
Republik Islam Iran menerapkan kebijakan strategis dengan bertahan setelah penarikan ilegal Amerika Serikat dari JCPOA, dan bahkan Iran masih mematuhi semua kewajibannya di bawah ketentuan JCPOA sampai satu tahun setelah penarikan Amerika Serikat.
Sementara tiga negara Eropa anggota JCPOA telah berjanji untuk memberikan manfaat kesepakatan JCPOA kepada Iran setelah penarikan Amerika Serikat, walaupun pada akhirnya mereka praktis tidak mengambil tindakan apapun dan hanya membuat janji kosong saja.
Pemerintahan Donald Trump berakhir pada tanggal 20 Januari, dan akhirnya gagal mencapai tujuannya meskipun pihaknya menggunakan strategi sanksi maksimum terhadap Iran.
Setelah memasuki Gedung Putih, pemerintahan Biden terus mengikuti pendekatan strategis pemerintahan sebelumnya yang menarik diri dari JCPOA. Biden menyatakan bahwa Iran pertama-tama harus mematuhi kewajibannya di bawah ketentuan JCPOA, maka kesepakatan nuklir akan kembali lagi.
Baca juga: Kok Iran Panggil Duta Turki, Ada Apa Sih?