Mantan Ketua Blackwater Tersangka Pelanggaran Sanksi Senjata PBB di Libya

as

Washington, Purna WartaErik Prince, mantan Kepala perusahaan keamanan Blackwater sekaligus pendukung Donald Trump, menjadi tersangka pelanggaran sanksi dan boikot senjata PBB atas Libya. Erik mengirim senjata dan perlengkapan militer ke militan bersenjata bawahan Khalifa Haftar.

Dokumen rahasia PBB, yang dikirim ke Dewan Keamanan pada hari Kamis (18/2), mengungkapkan bagaimana Erik Prince mengirim tim pasukan bayaran dengan perlengkapan pesawat tempur, drone, kapal militer dan teknologi cyber ke bagian timur Libya pada tahun 2019, tahun puncak konflik bersaudara.

Dikutip dari New York Times, pasukan bayaran dalam operasi, yang memakan biaya 80 juta dolar tersebut, mengincar pembunuhan para Komando pemerintah Konsensus Nasional Libya yang mendapatkan dukungan dunia internasional.

Erik Prince, menurut laporan New York Times, adalah mantan pasukan NAVY SEAL AS dan merupakan saudara dari Menteri Pendidikan pemerintah Donald Trump, Betsy DeVos. Erik Prince adalah salah satu sosok perusahaan keamanan Blackwater yang berperan dalam pembantaian 17 sipil Irak tahun 2007.

New York Times melaporkan bahwa Erik Prince menolak bekerjasama dengan tim PBB dan Wakilnya juga tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan NY Times.

New York Times melanjutkan dalam laporannya dengan sebuah pertanyaan bahwa apakah Erik Prince memiliki peran dalam kebijakan Donald Trump menarik diri dari intervensi militer di Libya?

Dalam analisanya, NY Times menjelaskan kunjungan salah satu sekutu Erik Prince ke Yordania untuk membeli helikopter Cobra buatan AS dari militer Yordania, di mana secara umum hal tersebut butuh pada izin pemerintah Amerika.

Orang tersebut, menurut penjelasan New York Times, berupaya meyakinkan petinggi Yordania bahwa dia memiliki semua izin resmi untuk bisnis tingkat atas tersebut.

Namun petinggi Yordania tidak percaya dan menyodorkan penjualan pesawat tempur baru buatan Afrika Selatan kepada pasukan bayaran.

Salah satu petinggi Barat, yang tidak ingin namanya diekspos, kepada NY Times menjelaskan, “Para ahli PBB mendapatkan bukti hubungan telpon yang menunjukkan sekutu beserta teman-teman Erik Prince mengadakan hubungan telpon dengan Gedung Putih pada bulan Juli 2019.”

Dalam laporan 121 halaman ini, pakar PBB juga mengisyaratkan pelanggaran atas sanksi senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Libya oleh beberapa negara. Akan tetapi New York Times tidak menyebutkan nama-nama negara tersebut.

Konflik dalam negeri Libya bukan hanya konflik nasional, tapi berevolusi hingga internasional dengan masing-masing pemain Libya memiliki pendukung berbeda-beda. Mesir, Saudi, Emirat, Cyprus Selatan, Yunani, Prancis, Rusia dan Sudan mendukung Khalifa Haftar. Sedangkan Turki, Qatar, Italia, Jerman dan Maroko mendukung pemerintah Konsensus Nasional Libya.

AS secara lahir non-blok, tapi laporan PBB ini membuktikan bahwa setidaknya Amerika mencari kesempatan penjualan senjata ke salah satu pihak konflik bersaudara Libya.

Baca juga: Majalah Foreign Policy: Riyadh Meminta Maaf Kepada Biden

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *