Havana, Purna Warta – Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez telah mengkritik Amerika Serikat yang mengejar strategi memecah belah di dunia, dengan mengatakan bahwa Washington tidak memiliki otoritas moral untuk mempromosikan perdamaian, martabat manusia dan pembangunan.
Rodriguez membuat pernyataan dalam sebuah postingan di akun Twitternya pada hari Selasa (21/9), menyusul pidato Presiden AS Joe Biden di sesi ke-76 Majelis Umum PBB, dimana ia menyoroti komitmennya terhadap organisasi multilateral.
“Pemerintahan Presiden Biden telah membuat kesalahan serius yang memberikan konsekuensi bagi semua. Biden berupaya untuk membagi dunia antara mereka yang tunduk padanya dan mereka yang membela hak kedaulatan mereka untuk menentukan nasib sendiri dengan bermartabat,” katanya.
Diplomat Kuba tersebut lebih lanjut mencatat bahwa penerapan terselubung dari kebijakan luar negeri mantan presiden AS Donald Trump yang salah dan berbahaya membuat pemerintahan saat ini bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh perdamaian dan stabilitas internasional begiu juga dengan konsekuensi seriusnya.
Dia juga menekankan bahwa ancaman terbesar bagi AS adalah polarisasi politik yang berkembang dan ekstremisme di dalam wilayahnya. Ia menambahkan bahwa hal tersebut merupakan pemberlakuan Doktrin Monroe imperialis untuk Amerika Latin.
Biden berusaha menjauhkan diri dari pendahulunya dalam pidatonya hari Selasa (21/9) di PBB, dengan mengatakan, “Amerika Serikat kembali ke meja di forum internasional, terutama di PBB, untuk memusatkan perhatian dan meningkatkan tindakan global pada tantangan bersama.”
Dia juga menegaskan bahwa tantangan baru harus diatasi dengan inovasi teknologi dan kerja sama global, bukan perang.
Perkembangan terakhir terjadi ketika Rodriguez baru-baru ini menganggap Washington bertanggung jawab atas lima hari kerusuhan di negara itu yang menyebabkan setidaknya satu kematian, lusinan orang terluka dan lebih dari 100 penangkapan.
Rodriguez juga bersikeras bahwa Washington menggunakan sistem digital berteknologi tinggi untuk menghasut protes di negara pulau kecil yang dekat dengan perairan pantai selatan AS itu.
Kembali pada bulan Juli, protes meletus terhadap pemerintah Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel ketika negara itu mengalami krisis ekonomi terburuk dalam 30 tahun terakhir. Negara tersebut menderita kekurangan listrik dan makanan yang mana hal tersebut diperburuk oleh embargo AS. Para pemimpin Kuba telah menganggap AS dan embargo yang dilakukannya selama beberapa dekade bertanggung jawab atas kesulitan ekonomi rakyat Kuba.
Washington memberlakukan sanksi terhadap kepolisian Kuba dan dua pemimpinnya setelah protes di negara tersebut sebagai tanggapan atas apa yang disebutnya sebagai penindasan terhadap demonstrasi.
Sanksi AS datang ketika Kuba juga mengalami fase terberatnya dari pandemi virus COVID-19. Pemerintah Kuba telah menegaskan kembali bahwa embargo AS menghambat kemampuannya untuk membeli peralatan dan pasokan lain untuk menangani COVID-19.
Rodriguez menuntut diakhirinya blokade AS yang tidak manusiawi yang telah berlangsung lama terhadap Havana pada saat itu. Ia bersikeras bahwa Washington tidak memiliki alasan untuk mempertahankan kebijakan Perang Dinginnya terhadap Kuba.
Biden tidak hanya mempertahankan kampanye tekanan maksimum Trump di Kuba, tetapi dia juga meningkatkan sanksi, dengan mengatakan bahwa hal tersebut masih sebuah permulaan. Beberapa anggota parlemen terkemuka di Kongres AS, khususnya Partai Republik juga telah menganjurkan intervensi langsung di Kuba, bahkan menyarankan serangan bom.
Sejumlah resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengindikasikan bahwa blokade AS terhadap Kuba bertentangan dengan hukum internasional.