Abu Dhabi, Purna Warta – sebagai bentuk dukungan Amerika Serikat (AS) ke Uni Emirat Arab (UEA) dalam serangan Yaman, sejumlah jet tempur siluman F-22 Raptor AS tiba di Pangkalan al-Dhafra Abu Dhabi, UEA pada Sabtu (12/2). Dari penjelasan Angkatan Udara AS, pengiriman tersebut mengikuti koordinasi yang terjadi antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan.
Sebelumnya, AS dan UEA menjalin kesepakatan militer bersama ditandai dengan penandatangan pakta kerjasama. Meski saat itu pejabat Washington belum mengumumkan jumlah jet tempur F-22 yang dikirim ke Abu Dhabi.
Baca Juga : Al-Jaafari: Iran adalah Mitra Strategis
Menurut Letnan Jenderal Gregory Guillot, Komandan Divisi Timur Tengah Angkatan Udara AS, pengerahan jet tempur ini akan memperkuat kemampuan pertahanan sekutu regional Washington dan mengirim pesan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam ketidakstabilan regional bahwa Amerika dan mitranya berkomitmen pada perdamaian dan stabilitas.
Langkah itu dipandang sebagai sinyal dukungan penuh AS kepada UEA, yang menjadi target serangan rudal dan drone Yaman dalam beberapa pekan terakhir di tengah berlanjutnya perang yang dipimpin koalisi Saudi di Yaman.
Namun, tidak jelas bagaimana jet tempur generasi kelima F-22, yang berfungsi untuk superioritas udara, dapat mencegah serangan rudal dan drone Yaman ke wilayah UEA.
AS menjadi pendukung utama penjualan senjata ke Arab Saudi dan UEA selama tujuh tahun agresi mereka terhadap rakyat Yaman.
Baca Juga : Milisi (SDF) Geledah Beberapa Rumah Warga
Terlepas dari janji awal Presiden AS Joe Biden untuk memperhatikan masalah hak asasi manusia dalam hubungannya dengan sekutu di Dunia Arab, ia secara praktis menolak untuk mengambil tindakan efektif untuk menekan Saudi dan UEA agar mengakhiri blokade Yaman, dan ia bahkan telah melanjutkan penjualan senjata ke kedua negara itu.
Selama kampanye pemilu, Biden menggambarkan perang Yaman sebagai “bencana strategis” dan mengklaim bahwa ia akan mengakhiri dukungan AS untuk serangan koalisi Saudi di Yaman, termasuk penjualan senjata. Namun, setelah terpilih, ia melanjutkan kebijakan penjualan senjata ke Riyadh dan Abu Dhabi.
Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) mencatat bahwa AS adalah eksportir utama senjata ke Arab Saudi dan UEA. Penggunaan senjata AS untuk membunuh warga sipil di Yaman juga menuai kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia. Amnesty International mengatakan bahwa serangan udara koalisi Saudi di penjara Saada, yang menewaskan puluhan orang, dilakukan dengan bom berpemandu buatan AS.
“Gambar-gambar mengerikan yang tersebar dari Yaman adalah pengingat tentang siapa yang membayar harga yang mengerikan atas penjualan senjata ke Arab Saudi dan sekutunya, yang menguntungkan negara-negara Barat,” kata Lynn Maalouf, Wakil Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Baca Juga : Serangan Balasan ISIS Terhadap SDF
Sebaliknya, pemerintah Biden justru mengecam perlawanan rakyat Yaman dan serangan balasan mereka terhadap negara-negara agresor, terutama UEA. Bahkan Washington sekarang mencoba untuk memasukkan kembali Gerakan Ansarullah ke dalam daftar organisasi teroris; sebuah langkah yang diambil oleh mantan Presiden Donald Trump pada bulan-bulan terakhir pemerintahannya, yang kemudian dibatalkan oleh Biden.
Tentu saja, langkah baru Washington mengerahkan jet tempur F-22 di Abu Dhabi merupakan bentuk dukungan lebih lanjut AS kepada sekutu regionalnya. Namun, tindakan AS ini tidak dapat mencegah pembalasan Yaman terhadap Arab Saudi dan UEA.