Washington DC, Purna Warta – Terkait kudeta militer di Sudan Pemerintah AS dikabarkan mengecam dan mengancam akan menggunakan berbagai cara untuk menekan pemimpin kudeta militer. Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price dalam konferensi pers Senin (25/10) menerangkan, mereka sudah membekukan bantuan ekonomi senilai 700 juta dollar (Rp 9,8 triliun) sebagai upaya menggagalkan kudeta yang memicu kerusuhan massal di negara tersebut.
“Sejauh ini belum ada sepeser pun dana yang ditransfer ke mereka,” kata Ned Price. Pendanaan itu dimaksudkan membantu transisi Sudan ke negara demokrasi, setelah pemimpin sebelumnya Omar Bashir dilengserkan pada 2019. Tetapi, transisi tersebut berubah menjadi bencana setelah militer melakukan kudeta dengan menangkap sejumlah pejabat negara.
Perdana Menteri Abdallah Hamdok dan para menterinya ditangkap dalam penyerbuan yang berlangsung subuh waktu setempat. Jenderal sekaligus pemimpin kudeta, Abdul Fattah Al-Burhan, membubarkan pemerintahan dan mengumumkan militer akan mengambil alih transisi. Kepada awak media, Price menjelaskan Washington belum menerima perkembangan apapun mengenai kudeta militer tersebut. Karena itu, dia tidak bisa menjabarkan mengenai di mana Hamdok dan seperti apa perkembangan terbarunya. Dia kemudian memperingatkan supaya militer negara di Afrika Utara itu segera membebaskan para pejabat yang ditahan.
Tak lama setelah Price menggelar jumpa pers, muncul massa yang menamakan dirinya Pasukan Perubahan dan Kemerdekaan. Kelompok itu menyerukan adanya pembangkangan massal, dan menjanjikan akan memenuhi jalanan guna menggulingkan junta militer. Aksi protes menentang junta disambut dengan kekerasan. Sejauh ini tujuh orang tewas dan puluhan lainnya terluka.