Antananarivo, Purna Warta – Setidaknya enam orang tewas dan hampir 48.000 mengungsi di Madagaskar setelah Topan Batsirai melanda pulau yang terletak samudra Hindia itu pada Sabtu malam (5/2).
Direktur manajemen risiko di badan bencana nasional, Paolo Emilio Raholinarivo, mencatat jumlah korban tewas dan lokasi mereka pada Minggu tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Baca Juga : Teroris Lancarkan Serangan dari Afghanistan, 5 Tentara Pakistan Tewas
Daftar resmi terbaru jumlah orang yang terkena dampak badai yang membawa hujan lebat dan angin, menunjukkan total 47.888 orang telah mengungsi.
Topan Batsirai mereda dalam satu malam dengan menambahkan malapetaka di negara kepulauan Samudra Hindia yang miskin yang masih belum pulih dari badai tropis mematikan awal tahun ini.
Batsirai mendarat di Mananjary pada Sabtu malam sebagai “badai tropis yang intens”, dengan kecepatan angin 165 kilometer per jam, kata Faly Aritiana Fabien dari badan penanggulangan bencana negara itu.
Hujan diperkirakan akan menyebabkan banjir di beberapa bagian negara itu, kata kantor meteorologi Madagaskar.
Baca Juga : Dalih Anti-Teror, India Tangkap Jurnalis Kashmir
4 Juta Nyawa Terancam
Kantor meteorologi nasional sebelumnya telah memperingatkan akan kerusakan yang signifikan dan meluas, namun sehari setelahnya menyebutkan pada bahwa Batsirai telah mulai melemah.
Kecepatan angin rata-rata topan hampir berkurang setengahnya menjadi 80 kilometer per jam, sementara hembusan terkuat turun kembali ke 110 km/jam dari 235 km/jam yang tercatat di saat kemunculannya, kata Meteo Madagaskar.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengatakan bahwa badai tersebut menimbulkan risiko keselamatan bagi setidaknya 4,4 juta orang.
Baca Juga : Hiraukan Sanksi, Korea Utara Terus Produksi Bahan Nuklir
Kekurangan Air Minum
Salah seorang tokoh masyarakat, Thierry Louison Leaby, menyesalkan kurangnya air bersih setelah perusahaan air mematikan pasokan menjelang topan.
“Orang-orang memasak dengan air kotor,” katanya, di tengah kekhawatiran wabah diare.
Piring dan ember plastik di luar ditempatkan dalam barisan untuk menampung air hujan yang menetes dari lembaran atap bergelombang.
“Kami telah menimbun selama seminggu, bukan hanya beras tetapi juga biji-bijian karena dengan pemadaman listrik kami tidak dapat menyimpan daging atau ikan,” kata Odette Nirina, seorang pengusaha hotel berusia 65 tahun di Vatomandry.
Baca Juga : Perubahan Iklim, Gletser Gunung Everest Mencair dengan Cepat