Abuja, Purna Warta – Kelompok bersenjata membunuh sekitar 50 warga dalam penembakan di bagian utara negara bagian Plateau, kata para penyintas pada Kamis (25/01) sembari mendorong diberlakukannya jam malam serta meminta otoritas untuk menghentikan kekerasan antara peternak nomaden dan komunitas petani.
Pelaku penembakan
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan yang terjadi di desa terpencil itu dalam kurun waktu 2 hari, serangan kedua yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu bulan dimana pada bulan Desember lalu total lebih dari 140 orang yang terbunuh dalam sejumlah kasus penembakan seperti contoh penembakan di hari natal.
Kelompok bersenjata menyerbu desa-desa di distrik Mangu, Plateau pada hari Senin dan Selasa menembaki warga serta membakar rumah-rumah, kata Asosiasi Pengembangan Komunitas Mwaghavul. Serangan itu dilaporkan tertunda karena sulitnya akses di area tersebut.
Banyak jenazah berhasil ditemukan pada hari Kamis dan banyak lagi yang hilang atau warga yang terluka, terang Mathias Sohotden, kepala komunitas. Kantor Amnesti Internasional Nigeria mengestimasi kematian jauh lebih tinggi dari 30 yang terkonfirmasi.
Kekerasan membuat banyak warga marah dan menekan Presiden Bola Tinubu yang sedang berada di Prancis dalam kunjungan pribadi. Tinubu terpilih sebagai presiden tahun lalu setelah berjanji untuk menghentikan krisis keamanan Nigeria yang mematikan itu. Namun pengamat mengatakan bahwa situasi tidak bertambah baik dibawah kepimpinannya.
Gubernur Plateau Caleb Mutfwang membelakukan patroli 24 jam pada hari Selasa di Mangu sebagai respon terhadap serangan. Meski demikian warga lokal mengatakan bahwa hal tersebut tidak menghentikan kekerasan.
Warga lokal menyalahan para peternak dari Suku Fulani atas serangan itu. Mereka dituduh melakukan pembunuhan sepanjang barat laut dan pusat area tersebut. Disitulah konflik terkait akses atas air dan tanah memperparah isu sektarian antara umat kristen dan islam di Nigeria, negara dengan populasi terbesar di Afrika.
Bantuan keamanan
Komunitas terdampak sudah diperingatkan akan adanya serangan namun tidak mendapatkan bantuan dari agensi keamanan, kata Lawrence Kyarshik jubir Asosiasi Pengembangan Komunitas Mwaghavul. Klaim semacam itu sangat lurah dalam komunitas terdampak konflik di Nigeria.
Otoritas Nigeria kerap kali gagal memberikan kejelasan terkait serangan semacam itu dan juga sering gagal dalam investigasi terhadap pelaku serta penegakkan keadilan untuk para korban, kata Anietie Ewang, peneliti Nigeria bersama dengan Human Rights Watch. Ewang mengatakan “kegagalan terus menerus inilah yang menimbulkan kerugian massal dan kehancuran sebuah komunitas secara utuh”