Addis Ababa, Purna Warta – Pemberontak Tigray Ethiopia telah menyetujui menghentikan konflik dan permusuhan; sebuah titik balik baru dalam perang berdurasi hampir 17 bulan di Ethiopia utara menyusul pengumuman pemerintah tentang gencatan senjata tanpa batas sehari sebelumnya.
Pemberontak mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke kantor berita AFP pada Jumat pagi (25/3) bahwa mereka berkomitmen untuk menerapkan penghentian permusuhan sesegera mungkin, dan mendesak pihak berwenang Ethiopia untuk mempercepat pengiriman bantuan darurat ke Tigray, di mana ratusan ribu orang menghadapi kelaparan.
Baca Juga : Tujuan Serangan Israel adalah Provokasi Moskow untuk Menanggapinya
Sejak perang pecah pada November 2020, ribuan orang tewas. Banyak warga terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik telah meluas dari Tigray ke wilayah tetangga Amhara dan Afar.
Pada hari Kamis (24/3), pemerintah Perdana Menteri Abiy Ahmed mengumumkan gencatan senjata dadakan, dengan mengatakan pihaknya berharap langkah itu akan memudahkan akses kemanusiaan ke Tigray dan membuka jalan bagi penyelesaian konflik di Ethiopia utara.
Ia meminta Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) untuk menghentikan semua tindakan agresi lebih lanjut dan menarik diri dari daerah-daerah yang telah mereka duduki di daerah-daerah tetangga.
Baca Juga : Reaksi Suriah terhadap Rumor Pesan Israel ke Damaskus
Akses Kemanusiaan
Para pemberontak pada gilirannya mendesak pihak berwenang Ethiopia untuk melunasi janji-janji kosong dan mengambil langkah-langkah konkret untuk memfasilitasi akses kemanusiaan tanpa gangguan ke Tigray.
Konflik meletus ketika Abiy mengirim pasukan ke Tigray untuk menggulingkan TPLF, mantan partai yang berkuasa di kawasan itu, dengan mengatakan langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas serangan pemberontak di kamp-kamp tentara.
Pertempuran telah berlangsung selama lebih dari setahun, memicu krisis kemanusiaan. banyak laporan datang silih berganti tentang pemerkosaan massal dan pembantaian. Kedua belah pihak dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga : Warga Yaman Bersiap untuk Rayakan “Hari Ketahanan”
Lebih dari 400.000 orang telah mengungsi di Tigray, menurut PBB.
Wilayah ini juga menjadi sasaran apa yang dikatakan PBB sebagai blokade de facto.