Petroria, Purna Warta – Saat komite eksekutif Uni Afrika (AU) bersiap untuk bertemu pada 13 Oktober, kelompok masyarakat sipil Palestina dan Afrika mendesak badan kontinental untuk meninjau keputusan baru-baru ini oleh Ketua Komisi AU, Moussa Faki Mahamat, yang memberikan status pengamat Israel di AU.
Pada hari Rabu (29/9), Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), koalisi terbesar masyarakat sipil Palestina yang mewakili lebih dari 170 kelompok, meminta negara-negara anggota AU untuk menolak status pengamat Israel ketika mereka bertemu pada pertemuan Dewan Eksekutif berikutnya.
Dalam sebuah surat terbuka kepada Uni Afrika, komite nasional BDS (BNC) menyatakan terima kasihnya kepada AU karena menolak permintaan Israel sebelumnya untuk status pengamat. Negara-negara anggota telah menyatakan bahwa keputusan seperti itu akan melanggar prinsip-prinsip organisasi.
“Kami ingin mengingatkan AU dan negara-negara anggotanya bahwa kebijakan dan kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina tidak berubah tetapi semakin memburuk setiap harinya. Kami menyerukan kepada semua orang yang masih ragu mengambil posisi untuk bergabung dengan upaya untuk menjauhkan apartheid Israel dari Uni Afrika,” kata BNC.
Kelompok Palestina, Al-Haq juga telah menulis surat kepada perwakilan AU untuk menyatakan keprihatinannya tentang status pengamat Israel yang diberikan di AU. “AU harus memimpin perang melawan dominasi dan penindasan rasial yang dilembagakan dan tidak memberi penghargaan kepada Israel, negara apartheid, dengan status istimewa.” Ungkap kelompok tersebut.
Kelompok Afrika bergabung dengan seruan Palestina
Kelompok-kelompok sipil Afrika mendukung seruan Palestina untuk menghapus status pengamat Israel.
Pada hari Rabu (29/9), serikat pekerja Senegal dan kelompok masyarakat sipil mendesak negara-negara anggota AU untuk membatalkan keputusan Mahamat ketika mereka bertemu pada pertengahan Oktober.
“Bagaimana mungkin sebuah negara yang mendukung kolonisasi, apartheid, terorisme negara, pelanggaran mencolok dan terus-menerus terhadap resolusi PBB tentang Palestina dari tahun 1947 hingga hari ini, yang terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyangkal hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, diberikan status anggota pengamat AU hari ini, yang mana keputusan tersebut telah ditolak sejak 2002? Satu-satunya sikap yang benar adalah sesuai dengan tradisi AU sebelumnya, yang dengan konsensus memutuskan untuk tidak mengakui Israel sebagai anggota pengamat,” bunyi pernyataan bersama dari 24 kelompok Senegal.
Beberapa kelompok yang menandatangani pernyataan tersebut antara lain Amnesty International cabang Senegal, Forum Sosial Senegal, FRAPP Senegal, Konfederasi Serikat Buruh Otonom Senegal, dan beberapa kelompok pembangunan dan demokrasi.
“Jika status pengamat Israel diratifikasi pada Dewan Eksekutif AU berikutnya, itu akan sangat bertentangan dengan Undang-Undang Konstitutif Persatuan serta Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Rakyat secara umum dengan kepentingan terbaik dari seluruh benua Afrika,” kelompok-kelompok Senegal memperingatkan dalam pernyataan pada konferensi pers.
Duta Besar Palestina untuk Senegal, Safwat Ibraghith, menghargai dukungan dari masyarakat sipil Senegal dan seluruh Afrika dan menegaskan kembali seruan mereka bahwa Israel tidak boleh memiliki tempat di AU sampai mengakhiri pendudukannya atas Palestina.
“Tidak terbayangkan bahwa Afrika yang menjadi korban pendudukan selama berabad-abad, dan dominasi penindasan kolonialis, dapat mentolerir nasib sama yang diderita oleh Palestina di koloni terakhir dunia.” Lanjut pertanyaan tersebut.
Ibraghith lebih lanjut meminta Senegal dan negara-negara Afrika lainnya untuk meninjau kembali hubungan diplomatik, ekonomi dan keamanan mereka dengan Israel. “Normalisasi dengan pendudukan Israel dan entitas apartheid ini tidak diragukan lagi bertentangan dengan sejarah dan perjuangan Afrika untuk kebebasan dan kemerdekaan,” katanya.
Kelompok Senegal telah bergabung dengan lebih dari dua puluh kelompok lain dari seluruh benua yang telah menolak Israel sebagai negara pengamat di AU.
Payung untuk Perubahan Demokratis (UDC) di Botswana dan Ekonom Buruh dan Demokrat Afrika (LEAD) di Zimbabwe bergabung dengan Forum Sosialis Ghana dan Gerakan Rakyat Tak Bertanah Namibia dan Pusat Perlawanan Rakyat untuk menyerukan negara-negara anggota AU agar menolak keputusan Mahamat.
Kelompok-kelompok Afrika lainnya seperti kelompok Renaisans Pan-Afrika di Uganda, Partai Rakyat Revolusioner Seluruh Afrika Guinea, Liga Pejuang Ekonomi Ghana, dan Liga Sosialis Revolusioner Kenya juga merupakan bagian dari gerakan tersebut.
Datang bersama sebagai Jaringan Solidaritas Palestina Pan-Afrika (PAPSN), kelompok-kelompok tersebut bergabung dengan Federasi Botswana Serikat Sektor Swasta dan Parastatal (BOFEPUSU), Federasi Serikat Buruh Botswana, Jaringan Pelajar dan Pekerja Sosialis di Ghana, cabang Organisasi Sosialis Internasional, serta organisasi solidaritas Palestina dari Malawi, Mauritius, Tanzania, Senegal, Nigeria, Zimbabwe, Kenya, dan Afrika Selatan.
Aktivis lingkungan dan pembangunan dari Kenya dan Republik Demokratik Kongo (DRC) bersama dengan kelompok agama dari Nigeria dan Afrika Selatan juga telah meminta AU untuk mencabut status pengamat Israel.
Dua puluh tiga negara Afrika secara resmi menolak Israel untuk diberikan status pengamat di AU. Akibatnya, masalah itu akan dibahas kembali pada pertemuan eksekutif AU pada 13 Oktober.