Purna Warta – Hari sabtu (13/01) Presiden Namibia, Hage Geingob mengecam sikap Jerman memihak Israel yang telah melakukan pembunuhan besar-besaran di Gaza sembari menyebutkan Genosida Herero dan Namaqua yang dilakukan Jerman di negaranya Namibia.
Genosida di Namibia terjadi antara tahun 1904 dan 1907 dilakukan oleh militer Jerman di GSWA (German south west Africa) yang sekarang adalah Namibia.
Latar Belakang
Jerman secara formal membentuk GSWA pada 1884. Sebelum terjadinya kolonisasi terdapat beberapa kelompok penduduk pribumi yang hidup bebas di daerah tersebut seperti suku Herero, Nama (disebut juga Namaqua), Damara, San dan Ovambo. Dibawah koloni Jerman banyak dari kelompok ini dimanfaatkan sebagai buruh paksa, tanahnya diambil dan ternaknya dirampas. Disebabkan perlakuan semacam ini ketegangan antara warga pribumi dan Jerman semakin meningkat.
Pemberontakan
Pada Januari 1904 warga Herero dipimpin oleh kepala suku Samuel Maharero melancarkan pemberontakan bersenjata yang besar terhadap penguasa kolonial Jerman. Jerman tidak memprediksi adanya serangan dan kurang lebih 123 kolonial terbunuh di tangan warga Herero. Beberapa bulan berlalu, Herero sedikit demi sedikit kewalahan menghadapi pasukan Jerman yang lebih modern dan memiliki perlengkapan lebih baik dibawah komando Mayor Theodor Leutwin. Pada Juni 1904 Mayor Leutwin berhasil memojokkan pasukan Herero di dataran tinggi Waterberg dan berencana untuk bernegosiasi sampai mereka menyerah.
Pemerintahan Jerman di Berlin merasa frustasi dengan lambatnya kerja Leutwin dalam menghabisi pemberontakan hingga pada Mei 1904 mereka menunjuk Letnan Jenderal Lothar von Trotha sebagai panglima tertinggi GSWA. Ia tiba di GSWA pada 11 Juni 1904.
Genosida
Pada Agustus 1904 Trotha meninggalkan negosiasi dan menerapkan taktik pengepungan yang agresif, mengepung pasukan Herero di pertempuran Waterberg dan membunuh sekitar 3.000 hingga 5.000 prajurit. Kendati taktik brutal yang dijalankan Jerman, banyak dari pasukan Herero berhasil kabur ke gurun Omaheke.
Dibawah komando Trotha, Schutztruppe (tentara Jerman yang beroperasi di Afrika) dengan buas memburu ribuan warga Herero pria, wanita dan anak-anak yang berusaha menyeberangi guru menuju ke Protektorat Inggirs di Bechuanaland (sekarang Botswana). Ribuan warga Herero mati ditembak, minum air yang diracuni atau karena kehausan dan kelaparan di gurun pasir.
Pada 2 Oktober 1904 Trotha meningkatkan skala kekerasan terhadap warga Herero dengan perintah “di dalam wilayah Jerman setiap pria Herero bersenjata maupun tidak akan ditembak mati. Aku tidak akan menangkap wanita dan anak-anak melainkan akan menggiring mereka kembali pulang atau menembak mereka. Ini adalah janjiku kepada warga Herero. [dari] Jenderal besar kekaisaran Jerman” [Katharina von Hammerstein, The Herero: Witnessing Germany’s “Other Genocide”, Contemporary French and Francophone Studies 2016, 20:2, 267-286, 276]
Bulan November 1904 pemerintahan Jerman di Berlin mencabut kasus perintah eksekusi tidak manusiaswi oleh Jenderal Trotha. Justru mereka memerintahkan untuk meletakkan anggota Herero yang tersisa ke kamp konsentrasi, seperti di kamp konsentrasi Shark Island. Sampai disini saja sudah ribuan warga Herero yang dibunuh.
Sisa warga Herero yang ditahan di kamp konsentrasi berada dalam kondisi yang mengenaskan dengan tingkat kematian mencapai 47 sampai 74 persen dan para tahanan menderita dari minimnya kebersihan, makanan sedikit, kerja paksa dan eksperimen medis.
Di tahun 1905 warga suku Nawa di selatan juga bangkit melawan penjajah Jerman dan bertempur dengan mereka dalam perang gerilya selama 2 tuhan. Setiap warga Nama yang ditangkap oleh Jerman akan dieksekusi atau dijebloskan ke kamp konsentrasi yang sama dengan warga Herero dengan tingkat kematian yang ekstrem.
Total pada akhir masa konflik pada 31 Maret 1907 terdapat sekitar 50.000 sampai 65.000 warga Herero dan Nama yang dibunuh oleh pasukan kolonial Jerman.