Aljir, Purna Warta – Aljazair mengatakan telah memanggil duta besarnya dari Prancis untuk konsultasi, di tengah keputusan pemerintah Prancis untuk mengurangi jumlah visa yang diberikan kepada warga negara Aljazair.
“Kementerian Luar Negeri Aljazair memanggil duta besarnya dari Paris untuk konsultasi dan sebuah pernyataan akan dikeluarkan mengenai hal ini,” lapor sebuah stasiun berita pada hari Sabtu (2/10), mengutip pernyataan yang dikeluarkan oleh kepresidenan Aljazair.
Pemerintah Aljazair mengatakan pada hari Kamis (30/9) bahwa sehari sebelumnya kementerian luar negerinya telah memanggil Duta Besar Prancis Francois Gouyette untuk memprotes keputusan Prancis yang dibuat minggu sebelumnya untuk mengurangi jumlah visa secara tajam. Prancis mengatakan tindakan itu juga akan berlaku untuk warga negara dari Maroko dan Tunisia.
Aljazair pada saat itu mengecam langkah pemerintah Prancis sebagai keputusan sepihak pemerintah Prancis. Pemerintah Aljazair juga menggambarkan keputusan tersebut sebagai tindakan yang tidak menguntungkan yang menyebabkan ambiguitas mengenai motivasi dan cakupannya.
Presiden Prancis Emanuel Macron telah memerintahkan jumlah visa Aljazair dan Maroko dikurangi tajam hingga 50 persen dibandingkan tahun 2020.
Prancis mengatakan keputusan itu diambil sebagai tanggapan atas penolakan pemerintah negara-negara Maghrib untuk menerima kembali para imigran ilegal dan pencari suaka yang dikirim pulang oleh pemerintah Prancis atau tidak berbuat cukup untuk mengizinkan mereka kembali.
Pemerintah Arab Maghrib mengacu pada pemerintah Aljazair, Libya, Mauritania, Maroko, dan Tunisia, yang mendirikan Uni Maghrib Arab pada tahun 1989 dalam upaya untuk mempromosikan kerjasama dan integrasi ekonomi di pasar bersama.
Macron juga telah mengurangi lebih dari 31.500 visa untuk warga Aljazair selama enam bulan kedua tahun ini, sementara jumlah visa yang dikirim ke Tunisia juga telah menyusut sepertiganya.
Imigrasi telah menjadi isu kontroversial untuk pemilihan presiden Prancis yang ditetapkan pada April 2022, dengan partai sayap kanan yang menentang kebijakan Macron. Presiden petahana belum mengatakan apakah dia akan mencalonkan diri kembali.
Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen pada hari Senin (27/9) mengatakan bahwa dia akan mengadakan referendum yang mengusulkan batasan drastis pada imigrasi jika dia terpilih sebagai presiden tahun depan. Le Pen mengatakan referendum akan mengusulkan kriteria ketat untuk memasuki wilayah Prancis dan untuk memperoleh kewarganegaraan Prancis.