Purna Warta – Chelsea kembali meninggalkan Stamford Bridge dengan rasa frustrasi. Penampilan dominan selama lebih dari satu jam justru berakhir dengan kekalahan 1-2 dari Aston Villa, tim dengan performa terbaik di Premier League saat ini.
Gol pembuka Joao Pedro seharusnya menjadi fondasi kemenangan. Namun, seperti beberapa laga sebelumnya, Chelsea gagal memaksimalkan momen dan membayar mahal ketika momentum berbalik.
Kekalahan ini bukan sekadar soal hasil. Hasil tersebut memperlihatkan kontras tajam antara kualitas permainan Chelsea dan ketidakmampuan mereka mengelola pertandingan hingga peluit akhir.
Selama 60 menit pertama, Chelsea tampil seperti penantang serius papan atas. Mereka mengontrol tempo, unggul dalam duel lini tengah, dan sukses mematikan skema serangan balik Aston Villa.
Gol Joao Pedro pada menit ke-37 menjadi refleksi akurat dominasi tersebut. Chelsea menciptakan peluang lebih bersih dan terlihat nyaman menekan lawan di area sayap.
Secara struktur, pendekatan Enzo Maresca berjalan efektif. Organisasi tim rapi, disiplin bertahan terjaga, dan Villa nyaris tidak diberi ruang untuk berkembang di babak pertama.
Masalah Chelsea muncul pada detail-detail kecil. Cole Palmer memilih tembakan sulit ketimbang mengalirkan bola kepada Joao Pedro atau Enzo Fernandez di awal laga. Fernandez sendiri gagal memanfaatkan peluang dari jarak dekat pada menit ke-18.
Alejandro Garnacho juga berulang kali tertahan oleh Matty Cash, meski bek kanan Villa itu sudah mengantongi kartu kuning sejak babak pertama. Momen-momen ini membuat keunggulan Chelsea tetap tipis.
Situasi berubah drastis setelah pergantian pemain dari Unai Emery. Masuknya Ollie Watkins menjadi pembeda, sesuatu yang gagal diantisipasi Chelsea.


