Kasus honor killing sampai sekarang di Iran masih menjadi problema sosial, yang belum juga bisa teratasi dengan hukum positif yang ada Tidak kurang ulama sampai pemimpin tertinggi Iran memfatwakan itu bukan bagian dari agama dan tidak mendapat legalitas dari syariat. Pembunuhan demi kehormatan adalah murni faktor kultur dan tradisi kesukuan yang dirawat ketat. Honor killing masih terjadi di provinsi Khuzestan, termasuk yang baru-baru ini terjadi di Ahvaz, ibukota Khuzestan. Ras arab mendominasi wilayah yang berbatasan dengan Irak ini. Bahkan saat perang Irak-Iran, Saddam berambisi merebut wilayah ini untuk digabungkan dalam wilayah kekuasaannya dengan dalih kesukuan. Jadi ini faktor keragaman etnis saja yang ada di Iran, jika Khuzestan ini bukan wilayah teritorial Iran, Iran tidak akan kena isu tidak sedap terkait kasus pembunuhan Mona Heydari yang menggemparkan dunia maya.
Diantara pendekatan psikologis yang dilakukan Iran untuk mengatasi kultur yang masih berakar kuat disebagian penduduk Khuzestan tersebut adalah melalui film. Sejumlah film mengangkat isu honor killing dibuat oleh sinemais Iran. Namun bukan tanpa penentangan. Film-film itu menuai hujan protes dan kritikan tajam dari kepala-kepala suku di Khuzestan dengan menyebut pencemaran dan penghinaan adat istiadat mereka. Film “Father’s House” karya Kianoosh Ayari misalnya. Film yang dirilis tahun 2010 dan ditayangkan di Festival Film Fajr ke-32 ini menceritakan kisah seorang gadis yang terbunuh di tangan ayah dan adik laki-lakinya demi kehormatan keluarga. Film ini sempat dilarang oleh kejaksaan karena besarnya tekanan publik.
Salah satu film yang berisi muatan protes terhadap praktik honor killing, yang masih beredar dan bahkan kembali dicari oleh netizen dengan viralnya kematian Mona Heydari. Judulnya, The Bride of Fire, pengantin api. Film ini bahkan di youtube ada. Film karya Khosrow Sinaei ini dirilis tahun 2000. Menceritakan mengenai Ahlam, seorang gadis Arab dari Khuzestan. Begitu ayahnya meninggal saat dia masih berusia 2 tahun, ibunya membawanya tinggal di Ahvaz. Di dalam film dia tumbuh sebagai gadis yang cerdas dan sedang menghabiskan semester terakhirnya di Fakultas Kedokteran. Konflik dimulai ketika dia jatuh cinta dengan dosennya, bernama Parviz. Dosen muda ini juga menginginkannya, sehingga cintapun bersambut. Namun menurut aturan suku, Ahlam harus menikah dengan Farhan sepupunya.
Ahlam dan Farhan yang belum pernah bertemu sebelumnya, pada pertemuan pertama, Ahlam langsung memberitahu Farhan bahwa dia tidak bisa menjadi istrinya dalam situasi dia mencintai orang lain. Farhan yang bekerja sebagai nelayan dan berpendidikan rendah itu, tidak menerima kejujuran itu. Dia memberitahu sukunya, atas penolakan Ahlam. Keluarga besar tetap memutuskan, Farhan dan Ahlam harus menikah dan tidak ada yang bisa menghalangi.
Parviz, dengan bantuan seorang pengacara mencoba menemukan cara untuk memecahkan masalah ini, tetapi menghadapi gelombang tantangan. Tekanan suku memaksa Ahlam untuk setuju menikah. Bibi Farhan (saudara perempuan ibu Farhan) yang mendukung hubungan Ahlam dengan Parviz, merencanakan pelarian. Ketika akan belanja bahan gaun pengantin, Bibi akan menyerahkan Ahlam kepada Parviz untuk dibawa kabur. Sayang rencana itu diketahui Farhan. Terjadi perkelahian antara Farhan dan Parviz. Ahlam segera dibawa kembali ke desa oleh sekelompok perempuan yang dikawal dengan pemuda desa. Perkelahian dimenangkan Farhan yang tumbuh sebagai pemuda desa yang bertubuh lebih kuat. Ketika seharusnya Farhan membunuh Parviz menurut adat desa, Farhan menyuruhnya pergi. Parvis pun menaiki kendaraannya dan mengarahkan ke kota dengan setengah putus as. Di tengah jalan, dia berubah pikiran, dia memutar haluan dan dengan kendaraan yang melaju sangat kencang dia menuju ke desa Ahlam. Dalam pikirannya, meskipun taruhannya nyawa, dia akan menghentikan pernikahan itu. Dengan laju kendaraan yang sangat kencang, Parviz kehilangan konsentrasi dan kecelakaan tunggalpun terjadi.
Di malam pesta pernikahan semuanya bergembira, kecuali tentunya Ahlam yang mendekam di kamar pengantin. Ketika pesta masih berlangsung, Farhan yang sedang menuju kamar pengantin, ditikam oleh Bibi. Dengan adegan yang dramatis dan menyayat hati, Bibi berteriak dengan isak kepada Farhan, “Anakku, kau sendiri yang mengatakan, betapa sulitnya menjadi orang suku…”
Bibi sebelumnya juga adalah korban nikah paksa. Dia dipaksa menikah dengan sepupunya yang ternyata mandul. Sehingga Bibi tidak memiliki anak. Farhan yang merupakan keponakannya pun dirawatnya seperti anak sendiri. Bibi tidak ingin Ahlam hidup dengan pria yang tidak diinginkannya sebagaimana yang dirasakannya, karena itu dia memutuskan membunuh Farhan. Tanpa Bibi ketahui, di dalam kamar pengantin, Ahlam yang yakin Parviz yang dicintainya pasti sudah terbunuh di tangan Farhan, sudah kehilangan semangat untuk hidup. Bersamaan dengan tubuh Farhan dengan tusukan belati di dadanya terjatuh ketika dengan tenaga yang tersisa membuka pintu kamar. Alham yang telah mengguyur tubuhnya dengan bensin membakar tubuhnya.
Film ini memenangkan penghargaan di Festival Film Fajar dan banyak diulas. Film tentang dominasi masyarakat dan hukumnya atas perempuan ini dinilai efektif memberikan edukasi kepada masyarakat. “The Bride of Fire” telah membuka wawasan publik Iran yang baru menyadari keberadaan suku-suku yang kaku dalam mendefinisikan kehormatan keluarga.
Pemutaran film The Bride of Fire dan penolakan pertumpahan darah dan membangkitkan kesadaran perempuan akan posisi mereka seharusnya menguntungkan masyarakat Iran, dan diharapkan bahwa gerakan konstruktif dan pemikiran seperti ini akan terus berlanjut.
Intinya, Iran baik pemerintah, ulama dan juga publiknya memerangi honor killing ini. Butuh perjuangan panjang menghilangkan tradisi dan kultur yang berusia ribuan tahun ini. Dunia sampai sekarang masih menyatakan perang pada tindak kekerasan terhadap perempuan atas nama apapun, dan Iran juga berada dalam barisan ini.