Jakarta, Purna Warta – Sayur lodeh yang menjadi makanan khas Indonesia ternyata memiliki sejarah menarik di dalamnya. Menurut legenda, ketika wabah melanda Kota Yogyakarta, Jawa Tengah, sultan Hamengkubuwono memerintahkan warganya untuk memasak sayur lodeh dan tinggal di rumah selama 49 hari. Terbukti wabah tersebut pun berakhir, sehingga tradisi tersebut mulai berlanjut hingga hari ini.
Sebagaimana diketahui, sayur lodeh adalah kari sayur sederhana yang terbuat dari tujuh bahan utama dan dasar santan pedas. Ahli gizi telah mempelajari hidangan tersebut menunjukkan manfaat kesehatan bagi tumbuh seperti lengkuas, yang dianggap memiliki kemampuan anti-inflamasi. Para ahli menduga bahwa sayur lodeh sangat cocok untuk masa karantina.
Namun yang terpenting dari perintah sultan untuk memasak sayur lodeh adalah daya tariknya untuk solidaritas sosial. Arsitek, Guru dan Murid Sejarah Jawa, Revianto Budi Santoso, mengatakan seluruh kota yang saat itu memasak hal yang sama pada bersamaan, menciptakan rasa kebersamaan yang kuat.
“Seperti banyak aspek kepercayaan Jawa, tujuannya adalah untuk menghindari kemalangan. Menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan lebih diprioritaskan daripada pencapaian sesuatu secara individu. Orang Jawa berpikir bahwa jika tidak ada rintangan, hidup akan mengurus dirinya sendiri,” terang Santoso, sebagaimana dilansir dari BBC, Rabu (2/12/2020).
Makanan Jawa secara keseluruhan kaya akan simbolisme. Sayur lodeh memperluas simbolisme ini secara linguistik dan numerologis. Dari tujuh bahan utama yang ditambahkan ke dasar santan seperti melinjo (buah seperti zaitun), daun melinjo, labu siam (sejenis labu), kacang panjang, terong, nangka dan tempe memiliki makna simbolis bahwa diturunkan dari bunyi suku katanya.
Dalam bahasa Jawa, wungu dari terong wungu memiliki arti ungu, tetapi juga memiliki arti terbangun. Sementara lanjar (kacang lanjar) diartikan dengan berkah. Kumpulkan ketujuh bahan masakan ini memiliki sesuatu yang menyerupai mantra. Ritual memasak sayur lodeh ciri utama budaya Jawa.
Salah satu ciri mencolok dari slametan yang merupakan sejenis ritual komunal adalah fatalismenya. Santoso menilai bahwa sayur lodeh tidak bersifat individual.
“Ini adalah tanggapan atas kemalangan yang sepertinya akan mengalahkan semua orang. Ini adalah upaya untuk mengurangi, sebanyak menghindari, sesuatu yang mungkin tak terhindarkan,” lanjutnya.
Yang menarik dari kisah sayur lodeh adalah saat pembuatannya. Memang tidak ada hal yang berbeda dari alat masak serta bahan makanan yang hendak digunakan. Masyarakat akan memasukkan semua bahan makanan ke dalam panci, lalu menaruhnya di atas api.
Di masa lalu, memasak sayur lodeh akan dimulai setelah dua pusaka kerajaan yang berupa tombak dan bendera suci yang konon terbuat dari bahan yang diambil dari makam Nabi Muhammad diarak di jalan-jalan. Selain keunikan tersebut, sayur lodeh lebih seperti makanan biasa.
Sayur lodeh mudah dibuat, tetapi asal-usulnya sangat rumit. Beberapa ahli percaya bahwa tradisi tersebut berasal dari masa kejayaan peradaban Jawa Tengah di abad ke-10. Di mana lodeh memungkinkan penduduk untuk berlindung dengan aman selama letusan dahsyat Gunung Merapi pada 1006.
Baca juga: Sayap Ayam Goreng Saus Ikan ala Vietnam, Bikin Ketagihan