Apakah yang Dimaksud Spinal Cord Injury, Cedera yang Berbahaya dan Bisa Berujung Kematian

Purna Warta – Baru-Baru ini yang sedang viral adalah seseorang yang mengidap cedera Spinal Cord injury dan ia adalah Laura Anna yang baru saja meninggal dunia. Awal mulanya adalah terjadinya kecelakaan saat mengendarai mobil bersama mantan kekasihnya pada Desember 2019 dan membuat saraf tulang belakang cedera dan kakinya lumpuh dan jari-jari tangannya sulit digerakkan.

Sebelum membahas tentang cedera saraf tulang belakang, Wawan mengajak untuk sedikit memahami tentang sistem saraf dan kinerjanya.

Dia berkata jaringan sistem saraf membawa informasi dalam bentuk impuls listrik ke dan dari seluruh tubuh dan mengatur semua aktivitas tubuh.

Apa itu cedera saraf tulang belakang atau spinal cord injury?

Berdasarkan definisi dari Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (Perdossi), cedera saraf tulang belakang merupakan cedera pada tulang belakang baik langsung (kecelakaan atau jatuh) maupun tidak langsung (infeksi bakteri atau virus) yang dapat mengakibatkan kecacatan menetap atau kematian.

Wawan menyebut kasus cedera saraf tulang belakang tidak sebanyak kasus cedera otak. Tidak ada data global yang persis menyebutkan jumlahnya, tetapi diperkirakan ada 300-1.300 orang dari 1 juta penduduk dunia yang mengalaminya.

Jika melihat dari angka ini, diperkirakan ada sekitar 200 ribu orang Indonesia yang mengalami cedera saraf tulang belakang.

Apa kerusakan akibat cedera saraf tulang belakang?
Ada dua kerusakan akibat cedera ini yakni, kerusakan primer atau kerusakan langsung akibat benturan atau tekanan dan kerusakan sekunder atau kerusakan tambahan.

1. Kerusakan primer
Cedera saraf tulang belakang biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang, mulai dari leher atau servikal sampai tulang belakang sakral (terdiri dari 5 tulang yang menyatu seperti segitiga dan terhubung ke panggul).

Saat tulang retak atau patah, ini akan menekan hingga merobek sumsum tulang belakang.

“Berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan tekanan pada saraf oleg tulang belakang, keras ringannya energi yang menghantam dan lama tekanan atau lama pertolongan [datang],” jelas Wawan.

2. Kerusakan sekunder
Ketika kerusakan primer terus berlangsung sebab pertolongan lambat atau tidak tepat, terjadi kerusakan sekunder. Kerusakan sekunder bisa lebih parah dari kerusakan primer bahkan bisa bersifat menerap (permanen).

Pertolongan perlu dilakukan secepat mungkin untuk menyelamatkan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motorik dan otonom.

“Dalam beberapa menit setelah kecelakaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel saraf akhirnya mati permanen,” paparnya.

“Ketika sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas.”

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *