Purna Warta – Ketika mendengar katra Peter Pan mungkin akan terbesit di benak kita bahwa adalah film atau kartun yang pernah dinonton di masa kecil.
Sindrom Peter Pan adalah kondisi yang terjadi saat orang dewasa tidak menunjukkan kematangan secara psikologis, sosial, maupun seksual. Orang dengan sindrom Peter Pan umumnyamenghindaritanggung jawab dan bergantung pada orang lain.
“Mereka hanya orang-orang yang benar-benar tidak ingin tumbuh dewasa. Dan mereka menemukan tanggung jawab orang dewasa benar-benar menantang,” kata psikoterapis dan pakar hubungan Babita Spinelli, , dikutip dari Mind, Body, Green.
Konsep sindrom Peter Pan pertama kali dicetuskan oleh Dan Kiley dalam bukunya ‘Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grow Up’ (1983). Buku ini secara spesifik membahas sindrom Peter Pan pada pria. Namun, kondisi ini bisa dialami semua orang.
Sindrom Peter Pan tidak termasuk diagnosis atau kondisi kesehatan mental. Akan tetapi, sindrom ini bisa mempengaruhi relasi seseorang juga kualitas hidupnya.
Apa saja penyebab sindrom Peter Pan?
Tidak ada satu penyebab pasti yang memicu sindrom Peter Pan. Melansir dari Healthline, sindrom bisa muncul sebagai akibat dari berbagai faktor yang kompleks.
1. Pengalaman masa kecil
Psikolog Patrick Cheatham mengatakan gaya pengasuhan tertentu seperti tidak mempelajari keterampilan hidup, bisa mengakibatkan orang menghindari tanggung jawab dan komitmen. Orang-orang ini cenderung fokus pada pencarian sensasi, hedonisme, romantisasi kebebasan, dan pelarian.
Selain itu, gaya pengasuhan permisif ketika orang tua tidak memberikan batasan pada perilaku anak juga dapat memicu sindrom ini. Saat anak melakukan kesalahan, orang tua yang membereskan. Anak pun tidak merasa perlu bertanggung jawab akan apa yang dia lakukan. Kemudian gaya pengasuhan protektif, di mana kondisinya sebaliknya. Orang tua sangat melindungi anak sehingga anak tumbuh diliputi rasa takut dan saat dewasa merasa segala sesuatu sulit dilakukan.
2. Faktor ekonomi
Kondisi ekonomi pun jadi salah satu pemicu sindrom Peter Pan. Cheatham menyebut kesulitan ekonomi dan stagnasi bisa berkontribusi terutama pada generasi muda.
Biaya kuliah tinggi menciptakan stres dan kecemasan. Belum lagi saat bekerja gaji kecil dan kesempatan nyaris tidak ada untuk jenjang karier sehingga menurunkan motivasi.
Apa saja ciri sindrom Peter Pan?
Cukup sulit untuk mengenali tanda atau ciri sindrom terlebih tidak pernah ada gejala yang benar-benar khas. Namun ada beberapa ciri yang cukup umum ditemui. Berikut ciri-ciri sindrom Peter Pan:
1. Kesulitan dalam rencana jangka panjang
Seorang dengan sindrom Peter Pan cenderung sulit menjalin komitmen jangka panjang. Mereka tidak benar-benar berkomitmen secara emosional.
2. Bergantung pada orang lain
Ini mungkin bisa dilihat sebagai karakter alami orang dengan sindrom Peter Pan. Mereka akan bergantung pada orang tua atau kerabat.
“Mereka tidak bisa melakukan apapun buat diri sendiri dengan cara yang berarti atau untuk benar-benar terpisah dari keluarga asal,” kata pskiater Gauri Khurana.
3. Tidak tertarik pada pengembangan diri
Secara umum, seiring pertambahan usia, orang juga akan bertumbuh. Pertumbuhan atau perkembangan bisa saja minimal tapi proses ini terus berjalan. Namun buat orang dengan sindrom Peter Pan, tak ada alasan untuk bertumbuh. Menreka menikmati hidup tanpa perubahan.
4. Sulit membuat keputusan
Saat jadi dewasa, keputusan ada di tangan diri sendiri bukan lagi orang tua atau pihak lain. Buat orang dengan sindrom ini, dia akan menghindari membuat keputusan dan membiarkan orang lain yang ambil peran. Kadang mereka takut bakal terlihat buruk akibat keputusan yang diambil.
5. Susah mengatur keuangan
Tidak semua orang pandai mengatur uang. Namun sebagai orang dewasa, ada kebutuhan untuk melek keuangan, menyesuaikan pengeluaran dengan penghasilan juga memikirkan dana darurat. Hanya saja, konsep ini dipandang tidak penting buat orang dengan sindrom Peter Pan.
6. Menghindari konflik dan konfrontasi
Konflik dan konfrontasi lekat dengan proses tumbuh dan jadi dewasa. Saat sudah dewasa, Anda tidak bisa begitu saja menghindari masalah dan menganggap itu tidak ada.
Orang dengan sindrom Peter Pan akan seperti anak-anak yang menghindari konflik dan konfrontasi. Mereka memilih keluar dari realita.