Tehran, Purna Warta – Menteri Kesehatan Iran, Saeed Namaki, mengumumkan pada hari Senin bahwa vaksin COVIRAN/Barekat Coronavirus, telah menerima persetujuan untuk inokulasi publik.
Saeed Namaki, Menteri Kesehatan Iran, menyebutkan bahwa Komisi hukum telah memberikan persetujuan untuk menjadikan vaksin tersebut sebagai vaksin cadangan untuk penggunaan darurat. Namun, vaksin ini kini sudah bisa didistribusikan untuk umum, insya Allah vaksin tersebut akan masuk dalam program vaksinasi nasional mulai pekan depan.
Baca Juga : Inilah Persentase Dukungan Pemilih untuk Setiap Kandidat
Dia mengatakan bahwa Iran telah melalui hampir satu tahun kerja intensif untuk bergabung dengan Klub negara-negara dengan kapasitas untuk meningkatkan produksi vaksin Coronavirus.
COVIRAN/Barekat diresmikan pada 29 Desember 2020 dengan produksi massal dimulai pada 29 Maret 2021.
Vaksin ini telah dikembangkan oleh Shifa Pharmed, anak perusahaan dari konglomerat ekonomi dan industri Iran, Setad.
Kapasitas produksi dijadwalkan mencapai 12 hingga 15 juta dosis per bulan pada akhir musim panas.
Iran adalah salah satu negara pertama yang mulai mengembangkan vaksin melawan Coronavirus dan sekarang empat perusahaan berusaha untuk merilis produk mereka pada bulan September, dan menginokulasi masyarakat secara umum.
Baca Juga : Tiga Kandidat Ini Mundur dari Pemilu Presiden Iran
Komentator Politik, Frank Emspak, menyebutkan:
“Kemampuan Iran untuk mengembangkan vaksinnya sendiri merupakan langkah maju. Saya kira akan jauh lebih mudah, seandainya jika tidak ada sanksi terhadap beberapa bahan kimia dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengembangkan vaksin.”
“Jadi saya pikir kita harus kembali ke prinsip-prinsip ini, jika kita serius, jika Amerika Serikat serius bergerak maju untuk mencegah penyebaran virus ini untuk menyelamatkan nyawa, harus ada hubungan yang terbuka, murah hati, dan jujur dengan Iran, Kuba, China dan Rusia, dan juga produsen vaksin lainnya termasuk India dan Afrika Selatan, yang semuanya telah dihalangi oleh penekanan pada privatisasi ini, dan pemeliharaan sanksi.”
Iran berharap inisiatif dalam negeri dapat secara signifikan meningkatkan pasokan vaksin untuk program inokulasi nasional yang dimulai tahun lalu.
KTT G7 di Inggris berakhir dengan janji untuk mendistribusikan 1 miliar dosis vaksin COVID-19 ke negara berkembang.
Sementara itu, beberapa negara Barat dituduh menimbun vaksin.
Pihak lain yang dirugikan juga melayangkan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam diplomasi vaksin, memanfaatkan sumbangan vaksin untuk mencari bantuan diplomatik, sesuatu yang bahkan diakui oleh negara-negara barat.
Baca Juga : Bukan Lagi Pertarungan Reformis-Konservatif, Tapi Revolusioner Vs Barat
Dominic Raab, Menteri Luar Negeri Inggris, menyebutkan:
“Tidak diragukan lagi ada beberapa hal yang terjadi, kami tidak mendukung diplomasi vaksin, apalagi pemerasan. Kami berpikir bahwa kami memiliki kewajiban moral tetapi juga kepentingan pribadi yang kuat untuk membuat dunia divaksinasi karena kami tahu, tidak ada yang aman dan dua kami semua aman.”
Perusahaan farmasi besar belum mengikhlaskan hak kekayaan intelektual di balik produksi vaksin COVID-19 mereka. Langkah ini tentunya dapat mempersulit negara yang mengalami kesulitan dalam sektor ekonomi dan pendapatan.
Sementara itu, negara-negara seperti Iran dan Kuba telah bergabung untuk mengembangkan vaksin mereka untuk melindungi populasi mereka dari pandemi virus corona.
Baca Juga : Mantan Kepala Mossad Ungkap Bagaimana Israel Curi Dokumen Nuklir Iran
Frank Emspak, Komentator Politik, kembali mengutarakan pandangannya:
“Tapi dari sudut pandang saya, saya pikir adalah hal bagus bahwa Iran telah mampu mengembangkan vaksin bekerja sama dengan Kuba dan Rusia dan lain-lain.
Dengan pelitnya produksi vaksin oleh negara-negara maju, vaksin yang dibuat oleh negara berkembang dapat menjadi mercusuar harapan bagi jutaan orang yang belum mendapat bagiannya.