PurnaWarta — Varian baru virus Covid-19 mirip di India sudah muncul di Kudus, Jawa Tengah. Akibatnya, Ganjar Pranowo menyarankan masyarakat untuk lebih menjaga protokol kesehatan dan juga bekerja di rumah selama lima hari.
“Sekali lagi dicatat, varian baru virus COVID-19 sudah masuk di Kudus. Maka, masyarakat harus sadar betul akan penularannya yang lebih cepat dibanding virus varian sebelumnya,” kata Ganjar ditemui di sela kunjungan kerja di Posko COVID-19 di Kudus, Minggu.
Untuk menghindarinya, kata dia, masyarakat harus disiplin menerapkan protokol kesehatan, terutama saat berada di antara banyak orang, jangan sekali-kali melepas masker.
Ia mengusulkan lima hari di rumah saja, sehingga orang tua, lanjut usia (lansia), anak-anak jangan keluar rumah. Warga dipersilakan keluar rumah ketika ada kepentingan yang sangat mendesak, dan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) diperbanyak.
Ganjar mengatakan upaya memutus mata rantai penularan virus varian baru tersebut harus dilakukan bersama-sama. Pemerintah Pusat dan Pemprov Jateng dalam hal ini turut membantu mengomunikasikannya dengan kabupaten sekitar, seperti Kabupaten Pati, Grobogan, dan Demak.
Kabupaten Grobogan, kata Ganjar, juga sudah menerapkan kebijakan di rumah saja. Operasi yustisi dilakukan untuk mengantisipasi warga bandel yang masih keluar rumah tanpa kepentingan berarti.
Guna memastikan apakah virus corona varian baru dari India hanya ditemukan di Kudus atau daerah lain, pemeriksaan sampel genome pasien Covid-19 diperbanyak dengan mengambil sampel dari beberapa kabupaten. Selain itu, Pemprov Jateng juga mengajukan bantuan ke pusat karena Kudus yang pertama.
“Saya sempat curiga dengan pergerakan tiga pekan sebelumnya hanya tiga kabupaten yang mengalami lonjakan kasus, terus bertambah menjadi delapan kabupaten dan sekarang 11 kabupaten. Saya waktu itu yakin ini pasti varian baru,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo menambahkan bahwa pemeriksaan sampel genome pasien Covid-19 dari beberapa kabupaten, sudah dikirim ke laboratorium di UGM, Balitbangkes dan laboratorium pusat.
Hasilnya, kata dia, baru bisa diketahui setelah dua pekan karena sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa mendeteksi secara cepat.
Yulianto mengatakan bukan perkara mudah untuk menelusuri temuan varian baru tersebut, karena temuannya bukan dalam skala satu rukun tetangga (RT) melainkan lebih luas.