HomeAnalisaUkraina, Dari Kehilangan Poin Geopolitik Hingga Ditolak Keanggotaan NATO

Ukraina, Dari Kehilangan Poin Geopolitik Hingga Ditolak Keanggotaan NATO

Purna Warta – Transisi 4 wilayah Ukraina ke Rusia mendesak Presiden Volodymyr Zelenskyy memohon keanggotan kepada NATO, tapi mendapatkan jawaban negatif petinggi The North Atlantic Treaty Organization. Sementara Rusia menganggap 4 wilayah tersebut sebagai wilayahnya secara historis.

Dengan bergabungnya daerah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia ke Rusia maka jumlah wilayah federal Moskow menjadi 89. Daerah-daerah ini merupakan provinsi-provinsi yang terletak di selatan dan timur Ukraina beberapa minggu yang lalu. Namun dalam satu referendum, 4 wilayah ini memisahkan diri dari Kiev dan bergabung ke Kremlin, adapun kepulauan Krimea sudah bergabung terlebih dahulu sebelumnya.

Sejak Barat meruntuhkan pemerintahan Viktor Yanukovych (yang menolak bergabung ke UN dan NATO) dengan menunggangi demonstrasi, mereka sama sekali tidak memprediksikan bahwa Rusia akan menyerang Ukraina. Sebagian penduduk Kiev memprotes intervensi Barat ini melalui sebuah demo dan referendum.

Shuaib Bahman, pakar masalah Rusia dan Kaukasus, tentang separasi 4 wilayah dari Ukraina ini menjelaskan, “Sejak dimulainya perang, sudah ada prediksi bahwa Rusia akan mengoperasikan strategi Krimea lain di Ukraina. Perjalanan perang dan komposisi sosial yang mayoritas berdarah Rusia, telah membuka kemungkinan besar 4 wilayah ini untuk bergabung dengan Rusia. Ada indikasi bahwa Rusia mengaksikan strategi ini setelah gerak maju mereka di daerah-daerah timur dan selatan demi menancapkan kemajuannya ini dan mengakui wilayah-wilayah ini sebagai wilayahnya.”

Daerah timur dan timur laut Ukraina, Luhansk dan Donetsk, yang terkenal dengan daerah dagang Donbas secara budaya dan perdagangan adalah daerah yang berbatasan langsung dengan Rusia secara darat dan laut. Sementara daerah selatan dan tenggara Kiev yaitu Kherson dan Zaporizhzhia adalah dua daerah yang berbatasan laut dengan Rusia. Deklarasi pemisahan dilakukan setelah Rusia mengumumkan mobilisasi umum yang mendekati 300 ribu prajurit.

Pasca acara peresmian 4 wilayah ini, Presiden Rusia Vlamidir Putin menyebut penduduk 4 wilayah dengan warga Rusia untuk selamanya dan menegaskan, “Rakyat telah memilih pilihannya sendiri. Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia memiliki sejarah yang sama dengan Rusia. Rusia adalah peradaban besar yang bertahan seribu tahun.”

“Donbas adalah satu wilayah bersejarah di mata Rusia. Untuk orang-orang Rusia, Donbas memiliki beberapa poin penting. Mereka meyakini bahwa daerah-daerah ini termasuk kedaulatan Uni Soviet kala itu yang separasi dan pisah dari Uni Soviet pasca keruntuhan. Berdasarkan pandangan inilah, Rusia menganggap Donbas sebagai salah satu wilayahnya secara historis. Dari sisi populasi, sebagaimana yang telah dijelaskan, mayoritas penduduk Donbas adalah etnis Rusia dan membela etnis Rusia merupakan salah satu pondasi UU dan politik internasional Kremlin. Juga daerah-daerah timur dan selatan dari segi ekonomi juga mengandung kepentingan ekonomi yang sangat besar,” jelas Bahman.

“Sebagian penting dari produksi dilahirkan di dalam negeri Ukraina dan produksi pertanian yang urgen dan memiliki peran dalam ketahanan pangan dunia, diolah di daerah-daerah Donbas. Oleh karena itu, dari segi sejarah, populasi dan ekonomi, Donbas sangatlah penting bagi Rusia. Dari sisi lain, Rusia bermaksud merubah Ukraina sebagai satu kedaulatan yang tidak berarti apa-apa menurut geo-politik. Strategi perang yang terus dioperasikan Moskow sejak perang adalah mengontrol semua wilayah yang dari sisi geopolitik sangatlah berperan untuk Ukraina. Di bawah struktur taktik inilah mereka bercokol di sekitaran laut Hitam yang merupakan hal utama bagi Rusia. Jika Rusia mampu dalam beberapa hari, minggu ataupun bulan ke depan menguasai wilayah Odesa, maka secara praktis Rusia telah memutus transportasi Ukraina ke laut Hitam. Di tengah situasi ini bisa dikatakan kantong geopolitik Ukraina akan kosong dan semua daerah Ukraina yang lainnya akan jatuh tak bernilai,” tambahnya.

Deklarasi mobilisasi umum oleh pihak Rusia dilakukan setelah Ukraina mampu mengambil kembali beberapa daerah dari kontrol Kremlin. Sebenarnya, deklarasi atau pengumuman ini telah membangun satu situasi di tengah perang. Sebelum Presiden Putin menyadari target Barat yang ingin memecah dan menghancurkan Rusia, Ukraina sukses mengambil alih 300 kota kecil di wilayah Kharkiv dalam satu serangan dengan bantuan AS dan negara-negara NATO.

Mengenai alasan mobilisasi, Presiden Rusia menjelaskan, “Perintah mobilisasi diputuskan demi pertahanan negara. Kepada pemerintah telah diperintahkan untuk menambah dukungan militer dan meningkatkan anggaran angkatan bersenjata.”

Dengan alasan inilah, Presiden Putin mengumumkan mobilisasi umum demi persatuan dan menjaga Rusia.

“Sebelum Rusia deklarasi mobilisasi, Kremlin telah bersiap untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan militer demi mengirim pesan ke Barat bahwa kemampuan militer-pertahanan serta jumlah manusianya tidak terbatas, kapanpun mereka bisa melakukan mobilisasi. Melihat adanya potensi balasan ataupun provokasi dari pihak Barat karena kebijakannya ini, Kremlin mendeklarasikan mobilisasi dan mengulangi pernyataan-pernyataan dahulu mengenai nuklir sehingga jika Barat bermaksud menjawab kebijakan Rusia ini dengan militer, saat itu pula mereka akan mendapatkan balasan yang keras dari pihak Rusia. Deklarasi mobilisasi umum dari sang Presiden bukan untuk mengumumkan kelemahan militer tapi sebagai pesan kepada Barat, karena mereka saat ini tidak butuh pasukan lebih untuk me-manajemen situasi. Sekarang mereka hanya menggunakan pasukan dalam jumlah kecil ke Ukraina. Di saat yang sama dengan pengumuman dan pendudukan daerah-daerah ini, Rusia berpesan kepada Barat bahwa mereka kuat secara militer,” jelas Shuaib Bahman terkait manuver mobilisasi.

Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan, “Kami meminta kepada pemerintah untuk memberikan hak secara hukum kepada sukarelawan yang perang di Donbas. Rusia sedang dalam situasi ancaman bom atom, tapi kami juga memiliki senjata pembunuh masal untuk membalas Barat.”

Setelah Presiden Putin meresmikan 4 daerah transisi Ukraina ke Rusia, Presiden Zelenskyy memohon kepada NATO untuk memasukkan Kiev ke dalam tubuh The North Atlantic Treaty Organization. Dalam merespon permohonan ini, negara-negara anggota menjawab, untuk memasukkan Kiev ke NATO, harus ada kesepakatan semua anggota, yang berjumlah 30 negara. Petinggi China juga menekankan bahwa jika Ukraina masuk ke dalam NATO, semua negara Eropa berada dalam ancaman perang nuklir.

“Kesempatan Ukraina jadi anggota NATO sangatlah kecil. Dengan kata lain, kemungkinan NATO menerima negara seperti Ukraina sangatlah kecil. NATO berdasarkan UU-nya berkewajiban untuk berpartisipasi dan terjun ke dalam perang yang dijalani oleh salah satu anggotanya, mereka menganggap perang itu sebagai bentuk perang kepadanya. Sangat jelas sekali bahwa Ukraina bukanlah satu negara nir-konflik, sebagaimana juga sebelum-sebelumnya. Sejarah di setiap negara menunjukkan bahwa NATO tidak akan menerima negara-negara yang di lapangan memiliki resiko konflik, sebagaimana Georgia, jadi Ukraina juga tidak akan diterima. Kiev sekarang sedang perang dan perang ini mampu menyeret semua negara-negara NATO. Dari segi ini, konflik di saat ini bukanlah satu hal yang diinginkan anggota The North Atlantic Treaty Organization,” hemat Bahman.

“Menerima Ukraina di tengah situasi sekarang ini bermaknakan mengadu langsung secara militer negara-negara anggota NATO versus negara adi daya Rusia. Eropa sangat menjauhi hal ini, bahkan Amerika tidak bermaksud untuk masuk ke tengah medan ini. Karena hal ini akan menguatkan indikasi perang nuklir. Jadi NATO tidak akan perang langsung dengan Rusia, permohonan Zelenskyy lebih dikarenakan upayanya meniupkan semangat ke para pendukungnya, jika ada daerah yang pisah, kemungkinan Ukraina akan bergabung ke NATO,” analisa Bahman.

Mengenai penggunaan nuklir di perang Ukraina-Rusia ini, Shuaib Bahman menyatakan, “Sangat kecil kemungkinan dunia sekarang memasuki perang nuklir. Sepertinya Rusia dan Barat meskipun saling menggunakan istilah nuklir, namun mereka tidak bermaksud terjun di perang senjata pembunuh massal. Ancaman-ancaman ini lebih memiliki sisi pencegahan. Kecuali dua hal di mana AS menggunakan bom nuklir kala itu, selama bertahun-tahun pasca perang Dunia II penggunaan kata tidak menggunakan nuklir itu lebih efektif. Dengan kata lain, sisi pencegahan nuklir lebih berpengaruh dari sisi penggunaan nuklir. Di tengah perkembangan situasi saat ini, pemakaian istilah senjata nuklir sangatlah sedikit, kecuali ada satu kejadian besar yang terjadi hingga memaksa salah satu pihak menggunakan bom atom.”

“Pertanyaan yang harus diperhatikan dalam sastra nuklir adalah negara ataupun pemain yang menggunakan nuklir pertama kali, bisa saja meluncurkannya ke negara lawan, namun tema utamanya adalah pukulan kedua. Satu pertanyaan mendasar apakah negara yang menembakkan nuklir pertama memiliki kemampuan peluncuran kedua atau ketiga? Sangat kecil sekali negara pemukul akan menembakkan nuklir untuk yang kedua kalinya atau ketiga kalinya. Jadi bisa disimpulkan bahwa di tengah situasi sekarang, penggunaan sastra nuklir lebih memiliki segi pencegahan,” jelasnya.

Melihat peringatan-peringatan China dan Rusia tentang keanggotaan Ukraina dalam NATO dan pandangan beberapa anggota NATO yang menentang, maka Ukraina tidak akan masuk ke The North Atlantic Treaty Organization. Jika Kiev tidak menjadi anggota, maka perang nuklir tidak akan pernah terjadi, hanya sebatas langkah pencegatan.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here