Turki-Teroris dan Kemesraan Tak Berujung

turki

Purna Warta – Setelah menanggalkan politik nir-konfrontasi dengan tetangga, Turki berusaha memperluas hegemoninya dengan mendukung teroris di Timur Tengah.

Selama penguasaan Recep Tayyip Erdogan bersama partai pimpinannya atas sendi-sendi pemerintahan, Turki telah mengenyam banyak pengalaman dalam politik luar negerinya. Perubahan-perubahan banyak timbul berdasarkan geopolitik Ankara dan upaya mereka untuk mengentalkan peran yang lebih merdeka yang didasarkan pada sejarah privasinya di periode Ottoman.

Meskipun Turki pernah menjalankan politik nir-konfrontasi dengan tetangga selama periode Ahmet Davutoglu sebagai ketua di Kemenlu sampai sebelum musim semi Arab. Namun setelah masa itu, Presiden Erdogan berusaha memperluas hegemoni dan peran yang lebih berpengaruh dalam situasi Timteng, bahkan dengan memanipulasi antek yang tak rasional.

Baca Juga : Siapa Tokoh yang Menginspirasi Politik Vladimir Putin Saat Ini?

Letak geografi politik di Kawasan memaksa Turki untuk memperdalam strateginya dengan berbagai cara. Didasarkan pada perkembangan ekonomi yang semakin meningkat di abad ke 21, sejarah dan pengaruh luas budaya, peran Turki semakin mengental di pelbagai krisis Kawasan, memperluas kerja sama sosial dan ekonomi dengan semua pihak. Ini merupakan realisasi strategis dalam 20 tahun terakhir.

Eksis di Afrika, memperkuat pemerintahan nasional di Tripoli, Libya, intervensi militer di wilayah utara Irak untuk menghancurkan kekuatan separatis Kurdi, intervensi di Suriah atas nama bahaya dan petualang-petualang lainnya tentu bisa dijadikan jilid buku lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, politik ini mampu memberikan buah kepada Turki. Peningkatan kapasitas ekspor-impor perdagangan dengan semua kedaulatan dan mendorong produksi tak-murni nasional telah mengangkat hegemoni Ankara di kancah internasional dan menciptakan hawa segar nafas pemerintahan Erdogan.

Akan tetapi harus diakui bahwa Turki mengalami kekalahan besar dalam hal ini. Gagal menundukkan pemerintahan Suriah telah menciptakan jurang besar di dalam negeri dan menambah ancaman teroris.

Dan kekalahan yang paling mencolok Turki adalah manipulasi teroris sebagai alat untuk mencapai target. Ini merupakan noda kotor yang akan terus lengket selama puluhan tahun ke depan di lembaran sejarah Ankara.

Baca Juga : Di Mana Letak Akar Perang Rusia Vs Ukraina dan Siapa yang Memulai?

Membangkitkan Pemerintahan Ottoman dengan Bantuan Teroris

Tahun 2011, tahun dimana sinar Suriah mulai redup, Turki membakar politik nir-konfrontasi dengan tetangganya.

Tapi perlu diingat bahwa Turki dan Suriah pernah perang perbatasan di tengah aktifitas Abdullah Ocalan, meskipun akhirnya Ocalan terusir dan disepakatilah perjanjian Adana lalu muncullah satu pendekatan dua pihak.

Namun demikian, pemerintahan Erdogan memandang instabilitas dan terorisme di Suriah sebagai jalan untuk menancapkan hegemoninya di Damaskus. Petualangan bagi Turki semakin sensitif ketika gerakan bersenjata di Suriah dipimpin oleh Ikhwan al-Muslimin.

Pertarungan sengit dengan pemerintah Suriah kembali ke sejarah dekade 70-an. Darah dan brutalitas selalu mengiringi perang teroris dan senjata dua kedaulatan.

Sebenarnya, instabilitas di Suriah tidak pernah berakhir karena berbagai faktor. Dari sinilah, perang Turki-Suriah dimulai. Ankara terus berusaha memastikan pengaruhnya di Damaskus dengan dukungan kelompok-kelompok bersenjata setelah ada secuil indikasi penggulingan pemerintahan al-Assad.

Baca Juga : Melengos dari Emas Hitam Rusia, AS Dekati Venezuela

Dalam struktur upaya inilah, Turki menjalin kerja sama keamanan dan militer dengan negara-negara Arab bahkan NATO untuk mempersenjatai teroris di Suriah.

Pemain catur berdarah ini adalah badan intelijensi Turki pimpinan Hakan Fidan dan tugas dukungan finansial ke jaringan berbahaya ini dipikul negara-negara Arab. Secara khusus dan berdasarkan pernyataan Hamad bin Jassim bin Jaber Al Thani, PM Qatar periode 2007-2013, Doha merupakan salah satu pihak yang mengemban tugas dukungan politik Ankara di Damaskus.

Kamar operasi strategi dibangun di Turki di bawah kerja sama dengan Amerika dan negara-negara anggota NATO. Ribuan teroris takfiri dari berbagai negara terbang ke bandara internasional Ankara dan dari sana mereka diselundupkan ke Suriah.

Turki menandatangani kerja sama militer dengan pabrik-pabrik senjata Eropa timur demi mempersejatai tangan kejam teroris. Berdasarkan analisa Robert Fisk, jurnalis kondang Inggris, ratusan pesawat dari Eropa timur mendarat di Turki via bantuan organisasi mafia. Mereka membawa berbagai jenis senjata.

Senjata-senjata tersebut langsung dikirim ke kelompok-kelompok teroris, seperti Jabhat al-Nusra dan setelahnya yaitu Jaish al-Sham di Suriah. Laporan berita dan intel juga meriwayatkan kerja sama Ankara dengan kelompok-kelompok teroris. Kapasitas perlengkapan perang sangatlah banyak hingga sebagian mengakui bahwa gudang-gudang senjata negara-negara Barat saja tidak pernah sepenuh ini.

Baca Juga : Keruk Cuan dari Perang, Turki Desak Kerjasama dengan Israel Kirim Gas ke Eropa

Idlib dan Medan Bersama Turki dan Al-Julani

Di tengah kecaman dunia, Turki masih memiliki komunikasi langsung dengan teroris al-Julani. Mayoritas anggota-anggota bagian barat ISIS bergabung dengan teroris ini melalui Turki. Di mana sekarang sebagian besar mereka bermukim di pengungsian al-Hawl, Suriah, menunggu tugas.

Turki juga membeli minyak yang diselundupkan ISIS hasil aksi pencuriannya di kilang-kilang minyak Suriah. Video rekaman drone Kremlin yang ditayangkan Sergey Lavrov, Menlu Rusia, di Dewan Keamanan PBB memperlihatkan antrian panjang tanker-tanker emas hitam milik ISIS yang pergi menuju arah Turki untuk pengosongan.

Sebagian besar bawaan tangker tersebut dikirim ke pasar-pasar Eropa atas nama perusahaan kertas dan palsu. Yang secara lahir, aktifitas ini juga disukseskan oleh orang-orang dekat Presiden Erdogan.

Sejak tahun 2015 dan poin ada di Suriah, situasi memihak poros Muqawamah atau perlawanan. Militer Turki terjun langsung ke medan menyokong kelompok-kelompok teroris di bagian utara.

Baca Juga : Serangan Iran ke Markas Mossad di Erbil, Apa Melanggar Kedaulatan Irak?

Namun meskipun Turki langsung terjun, tetap kelompok-kelompok teroris ini terpojok di daerah ujung provinsi Idlib. Intervensi militer Ankara dan dukungan mereka ke kelompok-kelompok teroris ini bukanlah rahasia lagi. Kontrol teroris seperti Hay’at Tahrir al-Sham, Hay’at al-Tahrir al-Watani dan Faylaq al-Sham di wilayah ini difaktorkan dukungan Turki.

Beberapa basis militer Turki Di Suriah masih aktif sebagai basis pengawas. Dan terkadang terjun menembaki prajurit nasional Suriah.

Lira Turki juga diterima sebagai alat tukar di daerah pendudukan Turki di Suriah dan uang senjata kelompok-kelompok teroris ini bersumber dari perdagangan hasil pertanian dan makanan dengan Turki. Ankara terus berupaya menjaga posisinya di Suriah melalui metode ini untuk tahun-tahun ke depan.

Selain itu, kelompok teroris ini juga dianggap oleh pemerintah Turki sebagai senjata menghadang gerak pasukan Kurdi Demokratik Suriah.

Baca Juga : Bin Salman dan Ancaman Kehilangan Kartu Minyak untuk Selamanya

Pelajaran Untuk Turki dari Kekalahan Perang Lalu

Dengan detail-detail di atas, ada peristiwa baru di atas kertas sejarah Turki. Kunjungan Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Emirat merupakan kabar yang mengguncang semua pemain di Suriah.

Emirat, yang merupakan salah satu aktor dalam perang Yarmuk di awal perang saudara Damaskus, kini menjadi tuan rumah al-Assad. Petualangan menjadi semakin menarik ketika Turki juga meminta bantuan negara-negara Arab untuk lepas dari krisis moneter, salah satunya UEA.

Kunjungan ini adalah guncangan besar untuk Recep Tayyip Erdogan yang dalam satu dekade berupaya menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad dengan mendukung teroris.

Karena hal inilah bisa dimengerti ujaran kebencian media-media Ankara tentang poros Muqawamah. Akan tetapi ujaran kebencian ini tidak mungkin membayar kerugian Turki.

Turki telah memainkan pertaruhan berbahaya demi membangkitkan kerajaan Ottoman dengan metode dukungan teroris. Situasi semakin menghimpit, terkhusus setelah pemerintah Suriah mendapatkan kepercayaan diri yang tinggi untuk mengambil alih Idlib sebagai markas terakhir teroris.

Baca Juga : Siapa “The Electables” yang Siap Mengancam Pemerintahan Pakistan Imran Khan?

Dukungan ke kelompok teroris Jabhat al-Nusra kemudian Jabhat Tahrir al-Sham dan berdagang dengan pemerintahan teroris ISIS di Raqqa dan semuanya merupakan manuver-manuver politik Turki.

Mungkin sudah waktunya bagi Recep Tayyip Erdogan untuk mengakhiri kerja samanya dengan teroris demi memperbaiki strategi politik luar negeri lalu menghentikan tuduhan dan klaim tak berbuktinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *