Baghdad, Purna Warta- Seperti yang diperkirakan, Amerika Serikat berusaha untuk meningkatkan ketegangan di dalam Irak dengan mengirim unit pembunuh khusus ke negara itu, tetapi kelompok poros perlawanan Irak bersikeras bahwa mereka siap untuk semua skenario dalam melawan Amerika Serikat.
Juru bicara kelompok jihad-politik Asaeb Ahl al-Haq menekankan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan salah satu kantor pemberitaan pada hari Sabtu (10/7) bahwa kelompok poros perlawanan di Irak telah mempersiapkan diri untuk semua skenario dalam melawan pasukan pendudukan Amerika.
Mahmoud al-Rabi’i menambahkan bahwa usaha pengiriman tim pembunuh AS ke Irak adalah alasan lain yang jelas bahwa Washington tidak pernah menghormati kedaulatan nasional Irak.
Menurutnya, kelompok poros perlawanan, berdasarkan Piagam PBB, telah membuat keputusan yang sah untuk menghadapi pasukan pendudukan Amerika sampai mereka meninggalkan Irak dengan cara yang memalukan.
Dia menekankan bahwa tim pembunuh Amerika yang dinamakan Fort Carson adalah kekuatan tempur terlatih, dan hal ini menunjukkan kebohongan klaim tidak adanya pasukan tempur asing di Irak dan juga menunjukkan bahwa kehadiran pasukan pendudukan AS di Irak bukanlah untuk pelatihan dan bimbingan tetapi juga memiliki tujuan lainnya.
Al-Rabi’i mencatat bahwa Amerika Serikat tidak luput dari tindakan kriminal terhadap negaranya untuk mencegah Irak bergabung dengan rencana ekonomi Jalan Sutra China.
Menurutnya, kelompok poros perlawanan dan rakyat Irak sangat menginginkan negara mereka bergabung dengan proyek Jalur Sutra karena mereka melihat opsi ini sebagai satu-satunya cara untuk membangun negara Irak, sedangkan Amerika Serikat belum memberikan bantuan apapun untuk pembangunan Irak selama 18 tahun terakhir.
Kelompok Jihadi politik Irak dan tokoh politiknya menambahkan bahwa Amerika Serikat sedang berusaha untuk menempatkan Irak dalam keadaan caos dan tidak aman secara terus-menerus untuk menghambat perkembangan dan pembangunan Irak, sehingga kita tidak bisa lagi mentolerir kehadiran pasukan pendudukan Amerika Serikat di Irak.
Mengacu pada keputusan parlemen pada awal 2020 untuk mengusir pasukan asing dari Irak dan demonstrasi jutaan warga Irak dalam usaha pengusiran pasukan Amerika dari Irak, dia menekankan bahwa parlemen Irak, rakyat dan poros perlawanan menginginkan pasukan pendudukan AS segera pergi dan AS tidak punya alasan lagi untuk tinggal di negara Irak.
Beberapa media Amerika, termasuk THE GAZETTE, telah melaporkan bahwa Amerika Serikat berencana untuk mengirim unit Pasukan Khusus yakni Fort Carson.
Fort Carson adalah unit khusus yang beranggotakan sekitar 4.000 tentara yang berbasis di negara bagian Colorado AS dan dikatakan sebagai salah satu misi terpenting pasukan ini adalah penangkapan mantan diktator Irak Saddam pada bulan Desember 2003.
Publikasi itu tidak menyebutkan jumlah pasukan yang akan dikirim ke Irak dari unit tersebut, tetapi mengatakan bahwa satu brigade pasukan ini akan segera dikirim ke Irak.
Seorang ahli politik Irak dalam masalah urusan dalam negeri AS mengatakan bahwa kecil kemungkinan pasukan khusus AS akan berhasil membunuh beberapa komandan perlawanan di Irak.
Pernyataan itu muncul ketika AS memutuskan untuk mengirim tim teroris ke Irak, sementara Wakil Asisten Menteri Luar Negeri AS Joey Hood mengatakan kepada Al-Arabiya: “Kami meminta mereka (pasukan poros perlawanan Irak) untuk tidak melakukan apa pun terhadap kami. Dan kita tidak ada hubungannya dengan mereka, sehingga kita bersama bisa melawan musuh bersama kita, ISIS.”
Tentu saja, Al-Arabiya telah sepenuhnya menyensor bagian pidato pejabat Amerika ini dalam bagian bahasa Arabnya dan telah menerbitkannya hanya dalam versi Persia dari jaringan ini, sehingga pertama-tama pemirsa Arab dan Irak tidak paham akan peran inti dari pejuang poros perlawanan irak dan rencana jahat Amerika ini. Orang-orang Iran menyindir pernyataan Amerika Serikat, karena sesungguhnya ketegangan baru-baru ini di Irak yang terjadi antara kelompok-kelompok perlawanan dengan penjajah Amerika, yang mana jet tempur AS yang telah menyerang pasukan perbatasan Irak-Suriah Anti-ISIS adalah sebuah kejahatan yang nyata terjadi yang menyebabkan syahidnya 4 penjaga perbatasan Brigade Sayyid al-Shuhada dari Al-Hashd Al-Shaabi.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Irak, Sadullah Katu menambahkan bahwa unit pasukan AS tersebut kemungkinan akan menangkap beberapa komandan poros perlawanan seperti halnya mereka yang telah menggulingkan mantan diktator Saddam.
Dia menggambarkan situasi di Irak setelah eskalasi ketegangan antara pasukan AS dan poros perlawanan sebagai sesuatu yang lebih berbahaya dan memperingatkan konsekuensinya.
Katu menambahkan bahwa beberapa pakar Amerika yang dekat dengan Pentagon, seperti Michael Knights dari United State Institute of Peace, yang berbicara langsung dengannya, telah mengancam bahwa semua opsi telah tersedia untuk menghadapi kelompok poros perlawanan di Irak.
Mahmoud al-Rabi’i mengatakan kepada salah satu kantor pemberitaan bahwa: “Ketika pasukan pendudukan AS, dengan 100.000 tentara pada awal pendudukan, jauh lebih besar daripada pasukan AS saat ini di Irak, kelompok-kelompok perlawanan, meskipun dengan sumber daya terbatas yang mereka miliki pada saat itu, telah mampu memberikan pukulan mematikan dan menyakitkan untuk mereka, sampai mereka berhasil memaksa pasukan AS ini keluar dari Irak pada tahun 2011.
Dia menambahkan bahwa kelompok perlawanan saat ini jauh lebih kuat dalam hal fasilitas dan senjata, jumlah pasukan dan semangat jihad dibandingkan pada awal pendudukan Irak.
Mengacu pada pernyataan Sheikh Qais al-Khazali, sekretaris jenderal Asaeb Ahl al-Haq, tentang kemungkinan beralih ke opsi Afghanistan dalam melawan penjajah AS, mengatakan bahwa sejauh ini kelompok poros perlawanan tidak mencari pertumpahan darah di jajaran Pasukan pendudukan AS, tetapi jika Amerika Serikat ingin tetap bersikeras dan mengambil tindakan tegas, opsi Afghanistan akan menjadi salah satu opsinya.
Ketegangan antara kelompok perlawanan Irak dan AS telah meningkat sejak pekan lalu menyusul pemboman posisi angkatan bersenjata Irak, yang menewaskan empat orang dan beberapa terluka di jajaran pasukan al-Hashd al-Shaabi.
Dalam keadaan tegang antara poros perlawanan Iran dan AS, Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kazemi akan segera melakukan perjalanan ke Washington, dimana hal ini merupakan kunjungan kedua Al-Kazemi ke Amerika Serikat dalam setahun terakhir.
Baghdad dan Washington telah mengadakan tiga putaran pembicaraan strategis tentang penarikan pasukan AS sejak al-Kazemi menjabat, tetapi Amerika Serikat terus menolak untuk menyepakati jadwal penarikan terakhir dari Irak.
Kurangnya statistik akurat tentang jumlah pasukan AS dan pangkalan mereka, terutama di wilayah Kurdistan Irak, telah menimbulkan keraguan tentang keberadaan pasukan asing ini dan target mereka di negara Muslim Irak dan tetangganya Republik Islam Iran.