Purna Warta – Teror dalam kosakata bahasa disebut dengan penggunaan segala macam cara untuk menciptakan kegaduhan sistematik untuk mencapai satu tujuan politik melawan satu sosial atau pemerintahan. Ketika aksi seperti ini mendapat dukungan dari satu pemerintahan resmi seperti Amerika dan diaplikasikan oleh mereka, maka aksi Amerika tersebut bisa disebut dengan aksi terorisme Amerika.
Untuk memahami aksi terorisme politik luar negeri Amerika Serikat, lembaran-lembaran sejarah Gedung Putih harus kembali dibuka. Karena mayoritas aksi politik teror internasional Amerika Serikat hanya mengalami perubahan lahir, namun batinnya masih sama. Adalah hal biasa, dengan menggunakan alat ini, Amerika berevolusi menjadi negara adi daya pasca Uni Soviet, pasca perang dingin.
Secara fundamental, teror adalah metode Amerika untuk menundukkan lawan tanpa harus mengeluarkan biaya perang. Teror Shahid Qasem Soleimani, pada tanggal 3 Januari 2020 lalu, bisa disebut sebagai titik puncak politik brutal dan arogansi AS, bahkan belum tertulis dalam sejarah politik luar negeri Washington sebelumnya. Jika kita merunut sejarah teror dalam politik asing AS, kita akan melihat satu fakta urgen yang menunjukkan bagaimana teror menjadi salah satu alat politik luar negeri AS yang paling fundamental.
Tangan Merah Darah Amerika Serikat
Ada satu hal menakjubkan di sini bahwa teror pertama AS dilakukan tepat satu tahun sebelum akhir perang dunia II. Di satu zaman di mana, pesawat tempur Amerika Serikat menembak pesawat yang ditumpangi oleh Jenderal besar Jepang, Admiral Yamamoto ketika hendak mengunjungi Solomon Island. Admiral Yamamoto adalah salah satu komandan penting angkatan udara Jepang yang telah merancang strategi agresi ke pelabuhan Pearl Harbor.
Pada tahun 1945 hingga pertengahan tahun 1970, secara terang-terangan Amerika menggunakan teror untuk menghabisi kekuatan lawan. Menghadapi Uni Soviet dan kekuatan Komunisme telah memberikan alasan bagi Amerika untuk tidak menanggalkan alat itu walau sekejab.
Pada tahun 1953 dengan bantuan intel Britania Raya, Amerika Serikat menyulut kudeta di Iran hingga menjatuhkan pemerintahan Mosaddegh. Satu kebijakan yang menumbuhkan benci rakyat Iran kepada Amerika Serikat. Kebijakan ini mengincar manipulasi minyak Timur Tengah.
Aksi teror Amerika Serikat terus bergulir dari Kuba hingga Kongo. Di Kuba, untuk mengakhiri revolusi bangsa, AS menulis agenda teror Fidel Castro dan semua revolusioner Kuba dalam dokumen CIA. Che Guevara, revolusioner agung Kuba, tewas dalam kasus penembakan pada tahun 1967 di Bolivia. Namun agenda teror Fidel Castro gagal.
Dilaporkan bahwa CIA menggunakan banyak siasat dan alat untuk membunuh Fidel Castro, sampai teror racun sekalipun. Namun demikian, semua siasat ini gagal dan bisa dikatakan keberuntungan selalu memihak Fidel Castro.
Patrice Lumumba, pemimpin revolusi Kongo, sedikit bernasib buruk dari Fidel Castro. Pemerintahan Kongo ada di tangan Lumumba kala itu. Negara pertambangan paling kaya menurut data statistik, namun tersiksa karena penjajahan keji Belgia. Di tengah situasi inilah, pemerintahan baru berdiri Patrice Lumumba berusaha memerdekakan Kongo dengan menyerahkan mayoritas kekayaan ke tangan rakyat. Patrice Lumumba banyak meminta bantuan dari negara-negara sosialis dan menolak perusahaan-perusahaan AS bercokol di sana. Hal ini menyebabkan pemerintahan Eisenhower menyiapkan siasat pembunuhan. Hingga saat ini belum diketahui jalan kerjasama pemerintahan AS dan Belgia dalam teror Patrice Lumumba sejauh mana. Namun teror Patrice Lumumba dilakukan oleh Amerika Serikat. Sedari zaman itu, negara kaya Afrika ini tidak pernah stabil hingga detik ini.
Untuk menambah fakta-fakta tangan berlumur darah Amerika ini, kudeta Bolivia, Ghana, Brasil dan Etiopia bisa dituliskan. Puluhan ribu manusia tewas dalam kasus-kasus ini.
Dari Al-Qaeda di Afganistan Hingga Jabhat Al-Nusra di Suriah
Dari akhir tahun 1970 hingga 1980-an, secara bertahap politik dukungan terhadap teroris semakin mengental dalam politik Amerika Serikat sebagai alat proxy dan budak realisasi siasat berdarah.
Ketika Uni Soviet menyerang Afganistan, Jimmy Carter menandatangani satu surat perintah pada tahun 1979 yang mengizinkan CIA mendukung teroris secara langsung. Politik ini membuat Afganistan berubah menjadi medan perang dunia. Dengan dukungan AS, mulailah kelompok-kelompok ekstrim mengontrol pusat-pusat pendidikan dan pemukiman secara leluasa.
Arab Saudi, dengan lampu hijau Amerika, menggelontorkan miliaran dolar melalui organisasi-organisasi yang katanya organisasi amal untuk merengkut dan memobilisasi pemuda-pemuda Arab dan Afganistan bahkan seluruh dunia untuk melawan Uni Soviet dengan iming-iming Jihad Muqaddas. Mayoritas mereka dilatih di markas pelatihan bersenjata Pakistan lalu dikirim ke Afganistan untuk perang versus Uni Soviet. Markas dan sekolah-sekolah inilah yang berubah menjadi pondasi-pondasi kelahiran Taliban di Afganistan nantinya.
Salah satu pemuda Arab, yang bekerja sebagai strategiator perang di Afganistan bernama Osama bin Laden. Satu pemuda dari keluarga kondang Arab Saudi, Bin Laden, hadir terjun langsung ke medan Kabul. Setelah Uni Soviet mundur dan perang Afganistan berakhir, mayoritas pemuda-pemuda ini berpencar ke seluruh dunia untuk melanjutkan perjuangan. Sebagian mereka pergi ke Afrika dan beberapa wilayah lainnya di Timur Tengah, termasuk Yaman. Para pemuda ini, yang secara langsung pernah berada di bawah pelatihan Amerika adalah butir-butir elemen al-Qaeda. Mereka membentuk al-Qaeda sebagai kelompok utama yang menjadi sebab Amerika koar-koar mengklaim perang anti-teroris. Dengan alasan inilah, Amerika Serikat membawa sebanyak mungkin prajuritnya ke Afganistan dan Timur Tengah atas nama perang anti-teroris di Kawasan pada tahun 2001.
Siasat (mendukung teroris) inilah yang kembali dijalankan oleh Pentagon di Irak dan Suriah. Kelompok militan bersenjata muncul bernamakan kelompok pembebasan Suriah. Berlengkapkan segala jenis modal, dari rudal hingga uang Saudi. Operasi luas diaksikan, membagikan senjata ke seluruh kelompok teroris di Damaskus dengan dukungan liputan transparan oleh media-media Amerika. Manuver demi manuver dioperasikan dengan transfer uang Arab Teluk Persia, dengan senjata sokongan negara-negara Eropa Timur. Satu siasat yang dihidupkan untuk melawan Mukawamah Irak dan Suriah, namun gagal total.
Siasat Pembunuhan Terencana
Pasca peristiwa 11 September, periode baru teroris Amerika dimulai. Di periode ini, dengan kecongkakan khas, Amerika mengumumkan siasat pembunuhan terencana sebagai contoh (metode) untuk melawan teroris.
Dalam metode ini, AS akan menghabisi orang yang masuk dalam target. Metode ini mendapatkan dukungan dari bagian operasi khusus Amerika, bahkan semua unsur Washington. Pondasi operasi didukung oleh pesawat tanpa awak.
Yang penting, yang harus diperhatikan adalah operasi yang ikut menargetkan sipil di Afganistan, khususnya (sipil) wilayah-wilayah kabilah Pakistan dengan alasan terorisme.
Sebenarnya, operasi metode ini banyak merenggut nyawa sipil. Puncaknya adalah serangan berdarah pada tahun 2008, di mana pesawat tanpa awak Pentagon menghabisi nyawa 317 warga tak berdaya. Serangan dioperasikan dengan rudal Hellfire oleh pesawat Predator. Satu rumah hancur lebur hanya untuk menargetkan satu orang, namun warga sekitar tewas.
Hingga pemerintahan Obama, siasat ini masih aktif. Operasi juga dilakukan sehemat mungkin dengan menggunakan pesawat tanpa awak. Biaya untuk melatih seorang pilot perang bisa menghabiskan uang 5 juta dolar, sedangkan pengoperasian pesawat tanpa awak dari jarak jauh hanya bermodalkan 150 ribu dolar. Yang harus disorot adalah nyawa sipil yang tak lagi diprioritaskan. Sipil yang menjadi korban dalam serangan ke daerah pemukiman masyarakat sipil.
Balasan yang Setimpal untuk Amerika
Sejarah teror yang dimanipulasi oleh politik luar negeri Amerika sangatlah panjang, lebih dari yang tertulis dalam lembaran kecil ini. Namun secuil fakta ini telah membuktikan bahwa teror Martir Qasem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis bukanlah satu peristiwa pengecualian dalam sejarah Amerika Serikat dalam 75 tahun terakhir. Sejak perang dunia telah tertulis bahwa politik teror Washington ini terus bergulir dan berganti baju seiring berjalannya waktu.
Mungkin satu-satunya cara melawan politik teror ini adalah politik Mukawamah Iran. Membalas dengan setimpal dan menghinakan bagi Washington dengan tujuan jera dan tak lagi berani membangkang di depan yang lain.
Baca juga: Cengkraman AS di Irak Terlalu Kuat