Purna Warta – Teror ilmuwan nuklir ternama Iran, Mohsen Fakhrizadeh, telah menarik banyak pihak untuk menelisik target terurgen. Baik analis dalam maupun luar Tehran, hampir semua mewakili Iran dan menyatakan teror sebagai upaya Israel dan pemerintahan Trump untuk mengganjal jalan diplomasi Iran-pemerintahan Joe Biden, diplomasi yang dikatakan sebagai pintu pulang AS ke pangkuan JCPOA.
Pernyataan sebagian sosok Barat juga mengisyaratkan skenario ini. John Brennan, mantan Ketua CIA, menganggap teror ini sebagai tembok penghalang jalan diplomasi Iran dan pemerintahan Joe Biden. Bernie Sanders, Senator AS, juga meyakini teror sebagai upaya melemahkan diplomasi Tehran-Washington.
Akan tetapi pertanyaan pentingnya adalah adakah bukti-bukti yang menegaskan skenario ini?
Menyorot pernyataan-pernyataan Demokrat AS akhir-akhir ini, akan ditarik satu kesimpulan yang melenceng dari skenario yang diyakini banyak pihak di atas.
Tweet Mark Dubowitz
Sangat sedikit sekali orang yang memungkiri pengaruh lobi Zionis (bernama FDD) terhadap politik Donald Trump dan Netanyahu. Faktanya, banyak strategi dan rancangan arogan pemerintahan Donald Trump yang diolah dapur FDD atau Foundation for Defense of Democracies.
Dengan dasar ini, maka postingan Mark Dubowitz dalam akun sosial Tweeter akan mewarnai target teror Shahid Fakhrizadeh dengan warna lain.
“Kira-kira dua bulan lagi Joe Biden akan memimpin AS, ini adalah waktu yang panjang bagi AS-Israel untuk memasukkan pukulan telak kepada Iran dan membangunkan satu piramida tekanan untuk pemerintahan Joe Biden,” tweet Mark Dubowitz.
Kemungkinan terbesar dari tweet ini adalah tekanan yang akan terus bersinambung. Sebelumnya, media-media seperti Times of Israel telah membuka indikasi pukulan telak ini. Namun titik yang lebih penting adalah penegasan Dubowitz atas operasi sebagai modal awal untuk pemerintahan Joe Biden melawan pemerintah Iran.
Adalah fakta bahwa pemerintahan Joe Biden tidak akan bisa bertindak berseberangan dengan fakta lapangan, meskipun pemerintahan Joe Biden dipastikan tidak akan selaras dengan pemerintahan Donald Trump. Jelas bahwa perundingan adil akan terwujud jika kedua belah pihak memiliki keseimbangan kekuatan. Jadi operasi (teror) seperti ini atau yang sejenisnya akan tetap diaktifkan demi merubah peta medan Iran.
Berdasarkan hal inilah, diprediksi bahwa AS akan sedikit melonggarkan jeratan Iran dengan kembali ke JCPOA tapi setengah-setengah, membebaskan keuangan Tehran dalam jumlah terbatas dan mengizinkan penjualan minyak dalam satu kuantitas tertentu.
Tidak bisa menuding buruk pemerintahan Joe Biden secara langsung, akan tetapi sejarah menuliskan bahwa Demokrat memiliki pengalaman panjang dalam merongrong pondasi Iran secara pelan dan senyap.
Siapa yang Menyerang Nuklir Iran dengan Virus?
Sejarah panjang operasi senyap nan rahasia merongrong pondasi program nuklir Iran telah dimulai semenjak nuklir Tehran dibangun. Bill Clinton berupaya menyelidiki jalan pembelian nuklir Iran. Pemerintahan Bush juga berusaha menjual peta palsu kepada Iran di bawah skenario “Merlin”.
Operasi pelan dan rahasia Demokrat ini sampai pada umur dewasanya di zaman pemerintahan Barack Obama. Operasi tentu dijalankan bersama AS-Israel dan media-media Barat mengakui sendiri peran kedua belah pihak dalam operasi penghancuran program Tehran.
Salah satu teror penghancuran nuklir dioperasikan melalui penyebaran virus Stuxnet. Virus Olympic dioperasikan pemerintahan George Bush pada tahun 2007. Target dari pengembangan senjata cyber seperti ini adalah nuklir Iran dan itu dioperasikan oleh Agen Keamanan AS dan unit 8200 Agen Intelijen militer Israel.
Di bawah skenario inilah Barack Obama mengeluarkan perintah pengembangan virus komputer untuk menghancurkan nuklir Iran. Bahkan hal ini diprotes oleh Rusia, karena kerugian besar ditelan pembangkit tenaga nuklir Iran di Bushehr. Yang jelas bukan hanya satu virus, banyak virus yang dikembangkan di zaman pemerintahan Obama.
Puncak skenario, proyek khusus bernama “Nitro Zeus”. Ini adalah operasi yang telah dikembangkan sedemikian rupa hingga menjadikannya layak menggantikan operasi militer. Target bertambah luas dan bisa mencakup semua jaringan komputer, komunikasi, listrik dan lain sebagainya yang urgen bagi negara Iran.
Teror Dukungan AS
Puncak skenario senyap terhadap ilmuwan Iran terjadi di tahun 2009-2011. Target operasi adalah menghapus kunci program nuklir Iran dan menyuntikkan rasa takut ke generasi muda yang ingin bergabung ke program nuklir.
Bermuka dua, dalam pernyataannya AS kritik aksi teror, namun ada banyak bukti yang menunjukkan kerjasama khusus antara intel AS dengan rezim Zionis. Sebagai contoh, laporan tahun 2012 surat kabar The Sunday Times menyatakan bahwa unsur-unsur intel Zionis bertemu dengan unsur-unsur anti-revolusi Iran di luar negeri demi menyempurnakan informasi intel AS. Intel Israel mengajak anti-revolusi Iran untuk bergabung dalam operasi terorisme.
Intel kedua negara, AS-Israel bekerjasama hingga saling tukar informasi rahasia. Tak berlalu lama, terungkap jelas bahwa Obama menyepakati mayoritas operasi senyap teror atas Iran. Hal inilah yang menjadi bukti peran Washington.
Dalam teror terakhir, Mohsen Fakhrizadeh juga tidak menutup kemungkinan terungkapnya kerjasama intel AS-Israel.
Apa yang Urgen Bagi AS?
Di tengah-tengah panasnya peristiwa teror ini, AS berupaya menarik diri dan mengajak Iran ke meja perundingan dengan impian mengurangi efek buruk balasan Tehran.
Pasti pemerintah Joe Biden sadar bahwa akan ada pertarungan yang memukul mundur rezim Zionis namun menguatkan pihak lawan, yaitu Iran.
Pada tahun 2012, Barack Obama menyepakati hak pengayaan nuklir Iran dan AS-pun tidak mampu menghancurkan nuklir Tehran. Ini dilakukan karena sadar akan nasib buruk Israel dalam adu senjata.
Ini adalah satu fakta yang diakui Barack Obama dalam pertemuan Obama-Demokrat, yang diadakan sebelum konferensi akhir JCPOA.
Yang ditakuti oleh Demokrat saat ini adalah kemampuan Iran untuk kembali menghidupkan kuantitas nuklir. Hal yang dianalisa oleh banyak pengamat.
Pengayaan nuklir ini tentu akan menjatuhkan AS dalam jurang problem. Maka aksi teror seperti ini dan upaya menarik Iran dalam kondisi pasif akan mengurangi risiko bagi pemerintahan Joe Biden.
Berdasarkan kacamata inilah bisa dikatakan bahwa adalah satu kesalahan besar menghadapkan AS-Israel di tengah situasi seperti ini.
Pemerintahan Joe Biden akan mendukung aksi arogan seperti ini dan seperti yang diakui Dubowitz dalam tweetnya bahwa teror demi mempersenjatai pemerintahan Joe Biden.
Balasan Iran bukan hanya akan meluluhlantakkan perhitungan Zionis, tetapi juga perhitungan salah dalam sistem analisis AS.