HomeAnalisaSyahid Hashim Shafiudin: Legenda Abadi Perlawanan

Syahid Hashim Shafiudin: Legenda Abadi Perlawanan

Purna Warta – Di sebuah desa kecil bernama Deir Qanun Nahr, Lebanon Selatan, lahirlah Sayyid Hashim Shafiudin pada tahun 1964, saat angin perubahan berembus dari lembah-lembah tanah Arab yang kering. Di tengah gemuruh sejarah yang panjang, ia dibesarkan dalam pelukan nilai-nilai spiritual yang mendalam. Keluarganya dikenal sebagai penjaga tradisi, bukan hanya dalam ritual keagamaan, tetapi dalam perjuangan melawan ketidakadilan yang telah lama membelenggu Lebanon.

Di lingkungan rumahnya yang penuh dengan cerita-cerita kepahlawanan masa lampau, Hashim muda menyerap semangat perlawanan seperti udara yang ia hirup. Suara adzan dan lantunan doa menjadi latar belakang masa kecilnya, menyiapkan jiwanya untuk sebuah takdir yang akan menempatkannya di garis depan pertempuran besar melawan penindasan. Sejak usia belia, ia sudah menunjukkan semangat belajar yang tak terbendung. Bukan hanya untuk menuntut ilmu agama, tetapi untuk menemukan panggilan hidupnya: berjuang demi kebebasan dan kehormatan bangsanya.

Takdir kemudian membawa Hashim, bersama sahabat karibnya Sayyid Hasan Nasrallah, menuju Qom, Iran—tanah revolusi, tempat para ulama membentuk pemikiran besar tentang keadilan dan perlawanan. Di kota yang dikelilingi aroma kitab-kitab kuno, mereka dibimbing oleh tokoh-tokoh berpengaruh seperti Syekh Nabil Qawuq, dan tidak pernah berhenti terinspirasi oleh jejak Syahid Imad Mughniyah. Di Qom, Hashim tidak hanya menyerap pengetahuan, tetapi juga menyusun strategi besar untuk masa depan Lebanon. Tempaan ini menjadikannya lebih dari sekadar ulama, ia adalah seorang pejuang yang memadukan kecerdasan intelektual dengan keteguhan hati.

Sepulang dari Iran, Hashim bersama Nasrallah dan Mughniyah membentuk triumvirat yang memimpin Hizbullah—sebuah segitiga kekuatan yang mengubah peta perlawanan di Timur Tengah. Hashim memainkan peran vital sebagai arsitek organisasi, membangun fondasi kuat yang tidak hanya bergerak dalam ranah militer, tetapi juga politik dan sosial. Di bawah kepemimpinannya sebagai Ketua Dewan Eksekutif sejak tahun 1992, Hizbullah bukan sekadar pasukan tempur, tetapi sebuah gerakan perlawanan yang berakar dalam hati rakyat. Hashim memastikan bahwa Hizbullah tidak hanya menanggapi senjata dengan senjata, tetapi juga memberikan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan perlindungan bagi rakyat yang terjebak dalam api peperangan.

Hashim bukan hanya seorang pemimpin yang memerintah dari kejauhan. Ia sering terlihat di tengah rakyatnya—mendengarkan keluhan mereka, memahami kebutuhan mereka, dan merespons dengan tindakan nyata. Ia membuktikan bahwa perjuangan adalah tentang keadilan yang merata, dan bahwa setiap langkah yang diambil harus mencerminkan harapan mereka yang selama ini tertindas.

Namun, musuh-musuh perlawanan tidak akan tinggal diam. Pada tahun 2017, pemerintah Amerika Serikat mengenakan sanksi terhadap Hashim Shafiudin, menandai betapa pentingnya peran yang ia mainkan dalam percaturan geopolitik. Sanksi tersebut hanyalah upaya sia-sia untuk membungkam semangat yang telah mengakar dalam jiwa seorang pejuang seperti Hashim. Ia tetap berdiri teguh, menjadi simbol perlawanan yang tak tergoyahkan.

Pada 3 Oktober, tahun yang sama, dalam sebuah serangan udara brutal oleh Rezim Zionis di Dhahiyah, Sayyid Hashim Shafiudin mengorbankan hidupnya. Ledakan itu bukan hanya menghancurkan bangunan-bangunan di sekitar, tetapi juga merenggut nyawa seorang pahlawan yang begitu berarti bagi rakyat Lebanon. Namun, bagi banyak orang, Hashim tidak pernah benar-benar mati. Ia hidup dalam setiap aksi perlawanan, dalam setiap doa yang dipanjatkan oleh mereka yang ia tinggalkan.

Hizbullah, pada tanggal 23 Oktober 2024, merilis pesan belasungkawa resmi, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un,” yang dikirimkan tidak hanya kepada keluarganya, tetapi juga kepada seluruh umat Islam, kepada Imam Mahdi, dan kepada para pemimpin besar seperti Imam Ali Khamenei. Dalam pernyataan yang penuh kepiluan, Hizbullah menegaskan kembali komitmen mereka untuk melanjutkan jalan yang telah Hashim tempuh dengan penuh pengorbanan. “Kami berjanji kepada Sayyid Hashim dan para syuhada lainnya: jalan perlawanan ini tidak akan berhenti.”

Kini, nama Hashim Shafiudin abadi di dalam hati rakyat Lebanon dan semua yang berjuang melawan penindasan. Ia adalah simbol keberanian, keteguhan, dan pengorbanan. Kematian Hashim tidak berarti akhir dari perlawanan, tetapi justru menjadi energi baru bagi gerakan yang ia bantu bangun. Setiap tindakan, setiap langkah yang ia ambil, adalah sebuah warisan yang tidak akan pernah pudar.

Di jalan-jalan Lebanon, cerita tentang Hashim bergema, menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang. Para pemuda yang tumbuh dalam bayang-bayang penjajahan akan mengingat Hashim sebagai pahlawan yang melampaui batas-batas fisik. Ia adalah sosok yang telah mengorbankan segalanya demi sebuah cita-cita besar—kebebasan dan keadilan untuk semua. Sebagaimana ia pernah berkata, “Kita berjuang bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk masa depan yang lebih baik bagi semua.” Kata-kata ini akan terus hidup, menginspirasi mereka yang masih melangkah di jalan perlawanan.

Warisan Hashim Shafiudin adalah cahaya yang takkan pernah padam, menuntun generasi-generasi baru yang akan datang. Mereka akan belajar bahwa kebebasan bukanlah hadiah, tetapi hasil dari pengorbanan tanpa akhir. Seperti Hashim, mereka akan berdiri melawan segala bentuk penindasan, dengan keyakinan bahwa setiap pengorbanan memiliki makna dan setiap perjuangan menuju kebebasan adalah perjuangan yang mulia. [MT]

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here