Purna Warta – Dengan ketegangan di perbatasan utara yang terus meningkat, pernyataan terbaru dari Brigadir Jenderal Cadangan Ilan Biton, mantan komandan Angkatan Udara Israel, menggarisbawahi ancaman yang kompleks dan berkepanjangan dari Hizbullah. Dalam wawancara dengan Chanel i-News TV, pada Ahad, 27 Oktober, Biton mengungkapkan bahwa meskipun telah bertahun-tahun berkonflik, Hizbullah tetap mampu mempertahankan kekuatan tempurnya. Bahkan, organisasi tersebut semakin menunjukkan strategi yang bertujuan melemahkan Israel dalam jangka panjang.
Menurut Biton, Hizbullah tidak hanya mengandalkan serangan rudal, tetapi juga kecerdikan intelijen dan adaptasi taktik yang terus berubah. “Sirene di utara telah menjadi rutinitas penuh ketegangan setiap pagi,” ungkapnya. “Hizbullah ingin menguras tenaga Israel secara perlahan dengan menciptakan pola serangan yang sulit diprediksi”.
Mengapa Israel Kesulitan Merespons Strategi Hizbullah?
Ancaman yang ditimbulkan Hizbullah saat ini tak hanya berasal dari kemampuan tempur atau rudal mereka, namun juga dari taktik gerilya psikologis yang terus memengaruhi keseharian warga Israel . Dengan memperlambat respons militer Israel melalui “rutinitas yang berubah” – taktik yang melibatkan perubahan lokasi, jumlah, dan waktu peluncuran rudal – Hizbullah secara tidak langsung memaksa Israel untuk tetap siaga setiap saat. Ini, tentu saja, memerlukan alokasi besar dalam sumber daya dan tenaga, sementara warga sipil mengalami ketegangan psikologis yang mendalam.
Mayor Jenderal Israel Ziv, juga perwira cadangan di militer Israel, menambahkan bahwa Hizbullah telah kembali ke kondisi optimal setelah berbagai pukulan yang pernah dialaminya. “Ini bukan sekadar kebangkitan. Hizbullah memperlihatkan kemampuan yang lebih stabil dan kuat,” jelas Ziv.
Dampak Strategi “Pengurasan” Terhadap Stabilitas Nasional
Pendekatan Hizbullah yang tampaknya bertujuan melemahkan Israel secara psikologis dan fisik dalam jangka panjang ini menunjukkan bagaimana kelompok tersebut telah merancang sebuah “perang lelah”. Dengan menciptakan ketidakpastian terus-menerus, Hizbullah memaksa Israel untuk terus beroperasi di bawah tekanan tinggi. Ini tidak hanya menambah biaya operasional militer, tetapi juga berdampak pada kondisi mental warga yang hidup di bawah ancaman rutin.
Dampak terhadap Stabilitas Timur Tengah
Ancaman yang dihadirkan Hizbullah tidak hanya berdampak langsung pada Israel, tetapi juga pada stabilitas kawasan Timur Tengah yang sudah rentan. Hizbullah, yang didukung oleh Iran, telah lama menjadi kekuatan utama di Lebanon dan kawasan sekitar. Kondisi ini menyebabkan ketegangan antara Iran dan Israel terus meningkat, yang juga menarik perhatian negara-negara tetangga lainnya. Setiap peningkatan aktivitas militer di perbatasan utara Israel dikhawatirkan dapat memicu ketegangan yang lebih luas di Timur Tengah, mengingat posisi Israel sebagai sekutu utama Amerika Serikat di kawasan ini.
Dalam jangka panjang, konflik yang terus berlangsung ini tidak hanya membebani ekonomi Israel, tetapi juga menciptakan potensi risiko lebih besar bagi perdamaian regional. Keberlanjutan hubungan diplomatik Israel dengan negara-negara tetangga Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko, dapat terganggu jika situasi ini tidak dikelola dengan bijak. [MT]