oleh: Haryati, S.Pd
Baru-baru ini kita dihebohkan oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi pada salah satu warga Cikarang, Bekasi. Pada hari Kamis, 7 September 2023 Mega Suryani Dewi dibunuh oleh suaminya bernama Nando dalam kondisi hamil 5 bulan dirumah kontrakan mereka. Menurut data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2023, total keseluruhan kekerasan di Indonesia terhadap perempuan mencapai 18.466 kasus dan KDRT menjadi kasus paling banyak terjadi, 11.324 kasus.
Kasus KDRT yang angka statistiknya makin tinggi akan memberikan dampak negatif pada generasi muda-mudi. Bisa melahirkan ketakutan dan trauma terhadap lembaga pernikahan dan lebih memilih untuk hidup sendiri. Karena lembaga pernikahan yang seharusnya memberikan kesakinahan tapi justru mendapat kesakitan. Seorang laki-laki membutuhkan seorang perempuan di lingkungan keluarga untuk menemukan kedamaian. Begitupula sebaliknya, “litaskunu ‘ilaiha“ Keduanya saling membutuhkan untuk kedamaian dan ketenangan. Dalam Islam, keluarga merupakan bangunan suci yang agung dan mulia disisi Allah SWT. Ayat-ayat suci Al-Qur’an, para nabi dan aulia Allah sangat jelas melarang KDRT dan pelanggaran dalam bentuk apapun serta pelecehan terhadap perempuan.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Khamenei berkata, “Sebuah masyarakat, tanpa adanya dari institusi keluarga yang sehat, hidup dan energik, tidak mungkin maju. Apalagi di bidang budaya dan non-budaya, tidak mungkin maju tanpa adanya keluarga yang baik dan sehat. Jadi keluarga itu perlu. Keluarga adalah sel utama dalam sebuah masyarakat. Jika sel itu sehat, berarti tubuh sehat. Tubuh tidak lain adalah sel. Setiap organ adalah sekumpulan sel. Jika kita dapat membuat sel menjadi sehat, maka kita memiliki kesehatan tubuh tersebut. Begitu pentingnya masalah ini.”
Berbagai konteks dan penyebab terjadinya kekerasan dalam keluarga. Diantaranya, kembali ke masa kecil individu pelaku kekerasan (Inner Child). Ini merupakan pengalaman individu dalam keluarga pada masa kecil, remaja dan dewasa, serta hubungan sosialnya, media dan berbagai faktor lain yang terkait dengan masa sebelum menikah. Proses pemilihan pasangan dan tahap awal pernikahan juga termasuk beberapa penyebabnya.
Pencegahan mencakup semua proses yang dapat mencegah perilaku kekerasan sebelum terjadi. Ketika alasan dan penyebab perilaku ini muncul, cara untuk menghadapinya harus digunakan. Islam memiliki penjelasan untuk semua langkah di atas dalam menyelesaikan banyak kekerasan. Sisi penting dari anjuran ini adalah pencegahan kekerasan jauh sebelum terjadi.
Pertama, sosialisasi dalam memilih pasangan yang baik dan sesuai. Orang-orang yang sudah memasuki masa pernikahan, terutama anak perempuan, perlu mengetahui tentang cara memilih pasangan yang benar dan mengetahui karakteristik pasangan yang cocok, serta berhati-hati dalam hal ini, untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Prinsip pertama dalam memilih pasangan adalah bahwa calon suami dan istri memiliki iman dan agama. Iman kepada Tuhan, kesalehan dan religiusitas secara efektif dapat mencegah perilaku kekerasan. Imam Shadiq as berkata: “Nikahkan putrimu dengan laki-laki yang takut pada Allah SWT, karena jika dia mencintainya, dia akan menghormatinya, dan jika dia tidak menyukainya, dia tidak akan sewenang-wenang.”
Prinsip penting lainnya adalah memperhatikan kriteria akhlak yang baik, terutama laki-laki. Tata krama yang baik didefinisikan sebagai kelemahlembutan dalam berhubungan. Dalam kata-kata para auliah Allah, menikah dengan orang yang pemarah secara eksplisit dilarang. Sifat buruk dalam berbagai manifestasinya, salah satunya adalah kekerasan verbal, mental dan fisik, oleh karena itu ajaran Islam menganjurkan untuk sangat berhati-hati dalam memilih pasangan yang cocok dengan memiliki akhlak yang baik untuk mencegah kekerasan dan pelecehan dalam rumah tangga.
Prinsip ketiga adalah memperhatikan kesamaan calon suami istri atau apakah mereka sekufu. Kesamaan dalam berbagai aspek psikologis seperti kecerdasan, masalah kepribadian dan aspek budaya-sosial, menyebabkan pemahaman yang lebih besar antara laki-laki dan perempuan dan menghilangkan perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Selain prinsip-prinsip ini, penekanan telah diberikan pada hal-hal seperti menghindari minum alkohol. Dalil-dalil syariah telah menekankan keharaman minuman alkohol, seperti keharaman penggunaan narkoba. Imam Shadiq as berkata, “Jangan menikah dengan seorang pemabuk, barangsiapa melakukan itu, seolah-olah dia telah menggiring putrinya ke perzinahan.”
Kedua, penanaman agama dan akhlak. Ajaran akidah Islam, seperti iman kepada Allah, mengikuti Nabi dan pemimpin agama, dan percaya pada kehidupan setelah kematian (Ma’ad), memainkan peran penting dalam membangun hubungan yang menyenangkan dan membahagiakan dalam keluarga. Semakin kuat dan mendalam keyakinan agama seseorang, maka ia akan semakin mampu mengendalikan perilaku yang tidak pantas, termasuk kekerasan. Ketaatan pada keyakinan agama akan menghasilkan kehidupan yang lebih tenang dan mental yang lebih sehat.
Selain itu, keyakinan agama seperti ikhlas dengan takdir ilahi dan tawakkal kepada Allah mencegah kondisi ekonomi yang buruk mengarah pada kekerasan dalam keluarga. Ketertarikan pada para auliah Allah dan menjadikan mereka sebagai teladan dalam masalah kehidupan membawa keluarga lebih dekat kesuasana persahabatan dan keakraban. Keyakinan akan hari akhir memiliki banyak dampak pada kehidupan keluarga, misalnya, laki-laki atau perempuan yang mengetahui bahwa penyebab utama depresi dalam keluarga adalah ketidakcocokan, maka akan berusaha lebih rukun dalam keluarga, dan hal ini akan mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Kebaikan akhlak seperti kejujuran, qana’ah, kesabaran, dan pengorbanan diri memainkan peran yang efektif dalam hubungan anggota keluarga dan mencegah kekerasan. Dalam etika Islam, sikap seperti arogansi dan kesombongan diri, kikir dan keduniawian dianggap sebagai faktor penting dari kekerasan. Mengutamakan kerendahan hati dalam hubungan keluarga membawa semangat seseorang lebih dekat pada empati dan pengertian terhadap orang lain. Pertama-tama, ajaran Islam banyak menekankan tentang kesopanan istri di hadapan suaminya, dan sebaik-baik perempuan adalah mereka yang rendah hati di hadapan suaminya. Laki-laki juga diperintahkan untuk rendah hati dalam semua hubungan sosial, termasuk dalam keluarga.
Kewibawaan dan kepemimpinan laki-laki dalam keluarga tidak identik dengan kesombongan dan keegoisan. Dalam memimpin laki-laki harus menjalakannya dengan semangat kerendahan hati, bukan kesombongan dan keegoisan. Secara umum, memupuk sikap kerendahan hati pada suami dan istri dan mengurangi keegoisan dalam diri mereka secara efektif dapat menghilangkan dasar konflik dan kekerasan. Kemurahan hati dan keterbukaan adalah salah satu karakteristik moral yang penting untuk membangun hubungan yang menyenangkan dan memuaskan dalam keluarga. Dalam Islam, kehadiran sifat ini pada suami sangat ditekankan, dan jika tidak memilikinya, terkategorikan suami yang buruk.
Kemurahan hati seorang laki-laki menyebabkan dia memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan kemampuan terbaiknya dan dengan semangat terbuka, sementara keserakahan menempatkan keluarga dalam situasi yang sulit. Ini memberikan dasar ketidakcocokan dan akhirnya terjadi kekerasan dalam keluarga. Islam menganggap keserakahan sebagai pembawa segala kesalahan, sehingga pemuda yang dermawan meski banyak dosa lebih dicintai Allah daripada lelaki tua yang saleh tetapi kikir.
Ketiga, mengajarkan prinsip-prinsip hubungan yang benar dalam keluarga. Terjadinya konflik dan kekerasan dalam keluarga, dalam banyak kasus, merupakan akibat ketidaktahuan tentang cara menjalin hubungan yang baik antara suami istri dan kegagalan memenuhi kebutuhan dan harapan pihak lain. Untuk mencegah hal-hal tersebut, sangat efektif untuk melatih suami istri pada tahap pranikah, masa pertunangan dan awal pernikahan, bahkan bertahun-tahun setelah menikah.
Ada enam prinsip penting dalam hubungan suami istri dari sudut pandang Islam, yang dapat bermanfaat dalam memberikan tujuan di atas. Pertama, prinsip memperhatikan perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan. Kedua, prinsip baik dalam hubungan keluarga dari sudut pandang Al-Qur’an, kriteria keinginan hubungan anggota keluarga, khususnya pasangan, adalah pergaulan yang baik. Ketiga, prinsip keadilan dalam hubungan keluarga. Keempat, prinsip toleransi. Kelima, prinsip kepemimpinan laki-laki dalam keluarga. Keenam, prinsip kerjasama dalam keluarga.
Jika suami dan istri dalam rumah tangga berasaskan kriteria agama, motif dan perilakunya akan memberikan nilai spiritual yang tinggi pada aktivitasnya di rumah. Ini akan memperkuat motivasi mereka dan di lingkungan rumah. Alih-alih persaingan dan melalaikan tugas mereka, persahabatan dan saling membantu akan menang. Dalam situasi ini, ekspektasi satu sama lain akan disesuaikan dan alasan serta penyebab konflik dan kekerasan akan sangat berkurang.
*Mahasiswi S2 Studi Kajian Wanita Jamiah Azzahra Republik Islam Iran/Founder Perempuan Berbicara