Purna Warta – Terungkap dokumen taktik rahasia Uni Emirat Arab untuk mengurung salah satu gerakan perlawanan Palestina yang paling kondang yaitu Hamas. Al-Akhbar dalam laporan beritanya hari Rabu, 29/9, kemarin mengupas siasat tersebut meskipun dipendam dalam-dalam oleh Emirat.
Bersama Saudi, Mesir dan Yordania, menurut laporan al-Akhbar, Emirat berupaya membangun aliansi dengan target mempersempit ruang gerak gerakan perlawanan Hamas.
Langkah ini, dalam pengamatan al-Akhbar, adalah salah satu siasat UEA dalam aksi bersih-bersih hegemoni Ikhwan al-Muslimin di Palestina, tentunya pasca agresi mereka ke kelompok-kelompok Ikhwan al-Muslimin di Mesir, Yordania, Tunisia, Maroko, Suriah dan beberapa negara lainnya.
Al-Akhbar mengungkapkan bahwa upaya Emirat ini didukung penuh oleh Israel, si otoritas pembantai anak-anak al-Quds yang jelas merupakan musuh besar Hamas.
Pasca perang Pedang al-Quds antara kelompok-kelompok perlawanan Palestina versus Israel, negara-negara tersebut mengemban tugas di atas, yaitu membangun koalisi dan blokade gerakan Hamas. Sehingga terbongkarlah bahwa siasat supresi yang akan dioperasikan untuk mencegah rekontruksi di Jalur Gaza bukan disarankan oleh Israel, akan tetapi oleh negara-negara tersebut, khususnya UEA. Hal ini searah dengan upaya Israel dan Emirat dalam menutup jalan bantuan Qatar ke Hamas dan kelompok-kelompok Ikhwan al-Muslimin lainnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, menurut analisis al-Akhbar, ada beberapa perubahan dalam ranah ini, mulai dari penyempitan ruang gerak Jalur Gaza, tekanan untuk menghadang bantuan finansial Qatar, upaya Kairo dalam mengawasi langsung rekonstruksi gang-gang Gaza hingga realisasi strategi politik nihilisme keuntungan-keuntungan yang didapat gerakan Muqawamah dalam kemenangan perang terakhir.
Berdasarkan pengamatan al-Akhbar tugas tersebut sudah sangat berkembang dan meluas di negeri-negeri aliansi. Hal inilah yang membuktikan sebab Sudan menyiapkan daftar buku organisasi dan perusahaan milik warga Palestina, khususnya pihak yang dekat dengan Hamas.
Tel Aviv dan Washington, menurut laporan al-Akhbar, menuntut petinggi Qatar untuk membatasi gerak dan memberikan dikte kepada Hamas. Salah satunya adalah memastikan bahwa segala bantuan yang didapat Hamas tidak dialirkan ke bagian militer ataupun gerakan politik lainnya, baik di dalam maupun luar Gaza.
Al-Akhbar mengakui bahwa dokumen yang ada di tangannya adalah laporan Kemenlu Saudi dan dokumen itu mengungkapkan semuanya.
Dokumen ditulis oleh Menlu Faisal bin Farhan untuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Dokumen juga menyertakan keterangan tentang target serta detail pertemuan jangka pendek Mohammed bin Zayed, Putra Mahkot Emirat, di Yordania. Dalam kunjungan diplomatik tersebut, MBZ bertatap muka dengan Raja Abdullah II hingga berjam-jam.
Surat kabar Lebanon tersebut meneruskan bahwa Putra Mahkota Saudi mengambil sikap hati-hati di depan Raja Yordania. Hal tersebut dikarenakan penangkapan pengadilan Yordania atas Bassem Awadallah yang tertuduh ikut dalam upaya kudeta sang Raja dan Putra Mahkota Saudi-pun marah.
Kemarahan Saudi ini membuat Istana enggan mengirim bantuan ke Yordania yang terlilit krisis. Akan tetapi Emirat menyetujui kesepakatan untuk mentransfer bantuan ke Amman dengan syarat sang Raja harus menjalankan dikte-dikte Abu Dhabi.
Mengutip salah satu sumber, al-Akhbar melaporkan bahwa MBS, Putra mahkota Saudi, tidak menyetujui gerak politik Emirat. Saudi menyebut pertemuan terakhir mereka dengan pertemuan panas hingga membuat relasi kedua negara semakin kompleks. Bahkan Tahnoon bin Zayed, Kepala Intel Emirat, berusaha menjadi penengah MBS-MBZ.
Dokumen yang didapatkan oleh al-Akhbar juga mengupas kunjungan Mohammed bin Zayed, Putra Mahkota Emirat, ke Yordania pada tanggal 7/6/2021. Laporan yang ditulis Menlu Faisal untuk Putra Mahkota MBS tersebut menjelaskan, “Berasaskan laporan Kedubes kami (Saudi) di Yordania, Saya (Faisal bin Farhan) ingin menyerahkan laporan tentang kunjungan Sheikh Mohammed bin Zayed, Putra Mahkota Emirat, ke Yordania. Satu kunjungan yang dilakukan pasca konflik kelompok-kelompok Palestina versus militer Israel pada tanggal 27 Mei. Kunjungan dilakukan dalam waktu beberapa jam dan inilah laporannya kepada Junjungan (Mohammed bin Salman):
“Setelah perundingan yang dilakukan di basis militer Marca antara Raja Yordania dan Putra Mahkota Abu Dhabi, kepala intel Yordania diminta untuk menulis laporan tentang keuntungan Hamas dalam kemenangan perang dengan Israel dan menjelaskan efek-efeknya ke Ikhwan al-Muslimin di seluruh penjuru Arab. Dalam hal ini, Yordania hingga kini memandang hal ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki hubungan dinginnya dengan Emirat, yang berambisi untuk menuliskan Ikhwan al-Muslimin dalam buku teroris dan berupaya membangun Kerjasama lazim untuk memblokade Hamas.”
Dalam kelanjutan dokumen tersebut dijelaskan bahwa laporan ini menunjukkan bahwa Kepala Otoritas Palestina adalah pihak yang kalah telak dalam perang ini. Khususnya setelah dia (Kepala Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas) memutuskan untuk mengundur Pemilu Parlemen karena takut kalah akan kemenangan Hamas. Dari sisi lain, Benjamin Netanyahu, eks PM Israel, juga gagal dalam memanipulasi kekalahan ini untuk memenangkannya dalam perebutan kepemimpinan Kabinet baru.
“Dengan Kerjasama Raja Yordania, Mesir dan Saudi disepakatilah relasi untuk menghadapi peran Qatar di Jalur Gaza, karena ada beberapa kekhawatiran akan taktik Ikhwan al-Muslimin dan dampaknya di Libya dan Mesir. Dari sisi lain, ada upaya untuk mencegah opini dan pandangan tentang kemenangan Hamas atas Emirat dan Bahrain, karena kerjasama kedua negara dengan Israel. (Sebab) hal ini bisa menjadi bantuan terhadap Hamas untuk mendapatkan suara di dunia Arab,” demikian laporan tersebut menambahkan.
Hal lain yang tercatat dalam laporan Faisal bin Farhan adalah terjalinnya kesepakatan tentang pembangunan jaringan antara Yordania, Mesir, Emirat dan Saudi dalam kasus rekonstruksi Gaza dengan target melemahkan peran dan hegemoni Hamas di Jalur Gaza.
Faisal bin Farhan, Menlu Saudi, menuliskan catatan dalam laporannya bahwa terjalin kesepakatan dengan pihak Israel untuk mencegah keluarnya izin pengiriman bantuan Qatar ke Jalur Gaza. Sedangkan Tel Aviv akan memberikan izin kepada Mesir untuk mengisi segala kebutuhan rekonstruksi bangunan di Gaza sehingga dibangun jembatan Saudi dan Emirat untuk mengirim bantuan yang dibutuhkan dalam hal ini.
Di akhir dokumen tertuliskan, “Negara-Negara Arab tersebut (yaitu Saudi, Mesir dan Emirat) membantu strategi Amerika Serikat menjadikan Salam Fayyad sebagai Perdana Menteri suksesor Mohammad Shtayyeh. Dalam pertemuan ini Raja Yordania tidak menyetujui kebijakan Israel yang membatasi hubungannya dalam ranah keamanan, hal ini akan menyingkirkan peran Yordania.”