Purna Warta – Rezim Zionis Israel tidak akan pernah menulis Saudi dalam daftar musuhnya. Sudah terlihat hasil dari persekutuan yang dirahasiakan untuk sementara ini, bahkan hari ini relasi mereka menanjak ke satu hati dan memiliki target-target politik yang persis.
Upaya Waleed Bukhari, Duta Besar Saudi di Lebanon, untuk merusak peran Hizbullah dan menunjukkannya sebagai ancaman bagi keamanan dunia Arab membuktikan peran Arab Saudi dalam mengiringi Israel.
Al-Akhbar mengupas lika-liku situasi ini dan menuliskan bahwa ini bukan satu urusan kebetulan. Perihal Walled Bukhari, Dubes Saudi di Lebanon, yang menuduh Hizbullah (yang menurut klaim badan politik dan militer Zionis juga disebut ancaman bagi etnis Israel) sebagai ancaman paling serius untuk keamanan nasional dunia Arab, bukanlah satu perihal yang akan berlalu begitu saja.
Baca Juga : Petinggi Senior Zionis Terkejut Mendengar Adanya Spionase Jaringan Iran
“Tuduhan ini merupakan satu bukti akan peran praktis Saudi dalam mengarahkan targetnya agar searah dengan target musuh. Diprediksikan bahwa rezim Saudi mengambil satu peran dan tugas khusus karena eksistensi Israel yang terancam di kedalaman strategis disebabkan perubahan keseimbangan kekuatan,” analisa al-Akhbar.
Menurut analis al-Akhbar, Arab Saudi mengemban tugas ini karena kekayaan yang bisa menjerat tuntutan-tuntutan keuangan, politik dan keamanan dengan target kontrol melawan gerakan Muqawamah di Lebanon.
“Tutup mata atas masa depan Saudi yang takkan lama lagi menuju transparansi normalisasi dengan Israel, begitu jelas perguliran situasi Kawasan yang menuntut peningkatan kerja sama (kedua belah pihak) dan melepaskan diri dari relasi senyap-senyap di semua bidang,” hemat al-Akhbar.
Mengutip dari analisa al-Akhbar, salah satu faktor pendorong ke tahap ini adalah hancurnya opsi-opsi alternatif dalam melawan Muqawamah dan kesuksesan perubahan gerakan perlawanan ini menjadi kekuatan Kawasan yang telah mengancam etnis Israel dan kepentingan Amerika Serikat di regional. Selain faktor ini, Washington juga mencari kesempatan untuk menguras tanggung jawab-tanggung jawab yang dipikul di Kawasan dengan tujuan fokus pada ancaman China.
Baca Juga : The Economist: Sebagian Warga Saudi Impikan Sosok Imam Khomeini
“Oleh karena itu adalah hal biasa jika para pasukan bergandengan tangan karena kesatuan kepentingan untuk melawan ancaman bersama hingga sampai ke ranah kesatuan strategis yang mungkin saja terbongkar dalam waktu lama,” tulis al-Akhbar.
Meski demikian, ciri hubungan Israel-Saudi tidak bersumber dari situasi baru yang terlihat di Kawasan dalam beberapa dekade ini, meskipun harus diakui bahwa situasi sekarang mendukung hal tersebut. Isyarat pertama Israel tentang hubungan ini terdengar perdana dari lisan pendiri rezim Zionis sekaligus Perdana Menteri pertama mereka yaitu David Ben-Gurion, di mana hal tersebut dia paparkan di depan Komite Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Parlemen Knesset pada tanggal 27 April 1949 tentang kebijakan rezim menghadapi negara-negara Arab.
Al-Akhbar melaporkan, “Ben-Gurion kala itu menyatakan bahwa Arab Saudi bukanlah musuh utama bahkan dari masa lalu (sumber: Memori Perang 1947-1949, David Ben-Gurion, hal. 746. Terjemah Asosiasi Studi Palestina). Dengan demikian, maka Ben-Gurion sebagai pejabat resmi di depan konferensi resmi membuktikan bahwa dia ingin mengeluarkan Saudi dari daftar musuh Israel. Hal ini menunjukkan kepuasannya akan kinerja Arab Saudi, bahkan di periode sebelum pembentukan pemerintahan, yaitu di masa pembangunan pemukiman dan perang yang disiapkan dalam upaya mendirikan rezim Zionis.”
Baca Juga : Program Rudal Saudi, Bayi Prematur di Tengah Persaingan Dunia
Berasaskan bukti tulisan ini, analis mengungkapkan fakta kesamaan rezim Saudi dan Israel di lebih dari satu objek dan menuliskan, “Hal ini mendukung pemahaman akan banyaknya persoalan dan opsi sekarang serta yang lalu yang diputuskan Kerajaan Saudi. Kedua pemerintahan di satu Kawasan dan di satu periode sejarah didirikan di tangan penjajah itu, yaitu Inggris. Di mana saat ini, keduanya berada di bawah payung internasional, yaitu Amerika Serikat. Dari segi ini, adalah hal alami jika peran praktis Saudi menyempurnakan tuntutan strategis dahulu Inggris dan Amerika sekarang di bawah kepentingan keamanan etnis Zionis.”
“Kesatuan dan pendampingan ini terealisasi sejak dekade 50-60 menghadapi Gamal Abdel Nasser yang di masa itu merupakan masa perang versus Israel. Setelah resolusi Camp David terjalin antara Mesir periode Anwar Sadat dan Israel, Arab Saudi turun ke medan dengan tugas legitimasi pendudukan Palestina oleh Israel melalui proyek Raja Fahd (yang kala itu bermandat Putra Mahkota) pada tahun 1981. Saudi meresmikan hak eksistensi dan keamanan Israel. Hal ini resmi ditandatangani sebelum konferensi ke-12 petinggi Arab pada bulan September 1982,” tulis al-Akhbar.
Di bawah struktur ini, Kerajaan Saudi menyiapkan dukungan terang-terangan dalam perang Israel-Hizbullah tahun 2006. Kemudian peran tersebut disempurnakan dengan mengungkap perhitungan pertahanan yang telah membatasi musuh. Bahkan hingga tahap manipulasi teroris dan memutuskan politik penghancur negara-negara yang tidak mau tunduk. Kesimpulannya adalah politik Istana Saudi dalam dekade terakhir yaitu membangun opsi alternatif, menyeimbangkan dan menyempurnakan strategi Israel.
Dari sisi lain, si rezim pembantai anak-anak Palestina mengambil keuntungan di balik politik Saudi di setiap waktu dan situasi politik. Hingga di titik, si rezim ini berjanji untuk memusuhi siapapun pihak yang memusuhi Arab Saudi di dunia Arab.
Baca Juga : Qasem Soleimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis Simbol Kemenangan Muqawamah
Keselarasan dua pihak meningkat hingga tingkat satu hati, satu opini dalam politik dan media dalam menghadapi perubahan-perubahan situasi strategis bersama dan searah dalam upaya menentukan target utama regional dan metode penyelesaian. Bahkan mereka memakai istilah yang sama dalam propaganda melawan Hizbullah, Suriah, Iran dan Muqawamah Palestina.
Sebagai contoh, satu tulisan baru dari pihak organisasi analisis keamanan etnis di Tel Aviv menegaskan bahwa Israel memiliki kepentingan jelas dalam menghadang poros Muqawamah mendapatkan pencapaian perang yang diaktifkan Saudi di Yaman. Dan di paragraph akhir, diselipkan satu peringatan bahwa semua bantuan-bantuan Israel ke negara-negara Teluk Persia tetaplah harus disembunyikan untuk menjaga kehormatan para petingginya.
Analis al-Akhbar di akhir menuliskan satu kesimpulan bahwa melihat fakta di atas, maka upaya Arab Saudi untuk merusak wajah Muqawamah Lebanon sudah bisa dipahami jelas. Muqawamah atau gerakan perlawanan akan menjadi sumber kehinaan para petinggi rezim yang telah memilih normalisasi dan Muqawmah memiliki peran dalam membebaskan diri dari hegemoni Amerika. Dengan alasan inilah Saudi memaksakan diri untuk memisahkan fakta ini meskipun itu merupakan tuntutan rakyat Lebanon dan mengumumkan Hizbullah sebagai wakil Iran yang telah mendukungnya.
“Namun demikian deklarasi satu hati dan opini keamanan Israel dan keamanan nasional Arab setelah cap terorisme Hizbullah dan gerakan perlawanan Palestina, maka terbangun satu pondasi untuk deklarasi kesatuan dua rezim dan keluar dari masa diam-diam,” akhir al-Akhbar.
Baca Juga : Emirat, Apa Perlu Dijewer Lagi Biar Sadar?