Rezim Zionis Makin Beringas, Kok Dunia Makin Bungkam?

Rezim Zionis Makin Beringas, Kok Dunia Makin Bungkam?

Yerusalem, Purna Warta Eskalasi serangan militer rezim Zionis Israel di Jalur Gaza makin beringas dan telah menewaskan banyak warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak. Dunia internasional belum juga bersuara.

Palestina meminta dunia internasional melakukan intervensi untuk menghentikan eskalasi militer Israel di Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan, setidaknya 13 warga Palestina tewas, termasuk empat anak dan empat wanita, serta 20 lainnya terluka dalam serangan udara Israel di wilayah yang diblokade itu pada Selasa (9/5) pagi.

Baca Juga : Amnesty Internasional Kategorikan Diskriminasi Taliban terhadap Perempuan sebagai Kejahatan

Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan menyebut serangan Israel tersebut sebagai kejahatan keji dan perpanjangan perang terbuka pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina. Pemerintah Israel pun diminta bertanggung jawab atas konsekuensi serangannya.

“Solusi politik yang dinegosiasikan adalah satu-satunya cara untuk mencapai keamanan dan stabilitas,” bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari Anadolu.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, mengutuk serangan Israel dan menyebutnya sebagai terorisme negara. “Agresi terhadap rakyat kami di Jalur Gaza adalah terorisme negara terorganisir dan upaya untuk mengekspor krisis internal yang diderita pemerintah ekstremisme di Israel,” cetus Shtayyeh dalam sebuah pernyataan.

Setidaknya 123 warga Palestina telah tewas oleh tembakan Israel sejak awal tahun ini, menurut angka yang dikeluarkan pemerintah Palestina. Sementara 19 orang Israel juga tewas dalam serangan terpisah selama periode yang sama.

Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sebanyak 10 orang tewas dalam serangan udara terbaru Israel di Jalur Gaza. Serangan yang diklaim militer Israel menargetkan anggota senior kelompok pejuang terkemuka Palestina itu menimbulkan korban tewas masyarakat sipil, termasuk anak-anak.

Baca Juga : Jauhi Dollar, Presiden Brazil Dorong Pembentukan Mata Uang Regional

“Serangan itu menyebabkan beberapa orang terluka selain 10 orang tewas,” ungkap Kementerian Kesehatan Palestina kepada Youmna El Sayed dari Al Jazeera, yang mencatat ledakan terdengar di dekat daerah permukiman sekitar pukul 02:00 waktu setempat.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak memberikan angka korban, tetapi mengeluarkan pernyataan langka yang mengonfirmasi operasinya di Gaza. IDF mengklaim telah membunuh anggota tertinggi kelompok pejuang Jihad Islam, termasuk Khalil Bahtini, yang mengepalai cabang kelompok itu di Gaza utara, Jahad A’Nam, sekretaris dewan militernya, dan Tarek Ezz Al-Din, yang dituduh merencanakan serangan di Tepi Barat yang diduduki.

Dalam operasi yang dinamai “Perisai dan Panah” itu, IDF mengatakan pihaknya menyerang target teroris tambahan di Gaza. Israel pun tampaknya memperkirakan akan adanya pembalasan dari para pejuang Palestina. Militer Israel telah menginstruksikan warga yang tinggal di dekat perbatasan dengan Gaza untuk tetap dekat dengan kawasan lindung, seperti ruang bawah tanah atau tempat perlindungan bom.

Gejolak kekerasan terjadi hanya beberapa hari setelah Israel dan anggota Jihad Islam baku tembak atas kematian Khader Adnan, seorang komandan senior militan yang tewas setelah mogok makan selama 86 hari dalam tahanan Israel.

Lusinan roket dilaporkan ditembakkan ke Israel, memicu serangan udara oleh IDF. Kedua belah pihak kemudian dikatakan telah mencapai gencatan senjata sementara. Meski serangan Israel di Gaza sering terjadi, kematian para pemimpin tertinggi Jihad Islam kerap memicu tanggapan yang keras.

Baca Juga : Jika Masih Tunduk pada Dominasi AS, Noam Chomsky Ramalkan Kejatuhan Eropa

Keji, Pemukim Israel Bunuh 60 Warga Palestina Sejak Awal 2023

Pemukim Israel yang didukung pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dituding telah membunuh 60 warga Palestina di Israel sejak awal 2023. Laporan itu diungkap Surat kabar Palestina Al Resalah.

Korban Palestina terakhir dari serangan pemukim Israel adalah Ddiyar al Omari (21) yang dibunuh pemukim Yahudi di desa Sandala, Marj Ibn Amer, utara Israel. Pembunuhnya, menurut surat kabar yang berbasis di Tel Aviv, Yedioth Ahronoth, diidentifikasi sebagai Dennis Pukin (32) dari permukiman ilegal Yahudi Gan Ner, utara Israel.

Menurut laporan Yedioth Ahronoth, polisi Israel telah menahan pemukim tersebut yang merupakan seorang tentara di Brigade Golani elit. Pihak berwajib juga disebut telah membuka penyelidikan atas insiden tersebut.

Satu video untuk insiden tersebut menjadi viral di media sosial menunjukkan pemukim tersebut terlibat pertengkaran fisik dengan Aal Omari. Pemukim itu lantas mengeluarkan pistol dan melepaskan beberapa tembakan ke pemuda Palestina itu saat dia kembali ke mobilnya.

Keluarga korban Palestina mengatakan, duka keluarga Al Omari menjadi duka seluruh Palestina. “Di tanah air dan di luar negeri, untuk rakyat Palestina kami, martir muda Diyar Al Omari, yang ditembak mati oleh pemukim teroris Israel dengan darah dingin.”

Ratusan orang Palestina memprotes dan mengutuk pembunuhan Al Omari di dekat permukiman Israel. Pemrotes menyebut insiden tersebut sebagai eksekusi berdarah dingin, tetapi tentara Israel malah menindak para demonstran.

“Pemerintah Israel telah mengambil keputusan strategis untuk menumpahkan darah kami hanya karena kami adalah orang Arab Palestina, terutama setelah membuka pintu lebar-lebar bagi para pemukimnya untuk mengangkat senjata dengan dalih membela diri,” tegas Komite Kebebasan untuk Orang Arab di Israel menanggapi insiden tersebut.

Otoritas Israel menghancurkan sebuah sekolah Palestina di Tepi Barat yang diduduki pada Minggu (7/5). COGAT, sebuah cabang militer Israel, mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa bangunan sekolah yang terletak sekitar 2 km dari Bethlehem itu dibangun secara ilegal.

Dengan alasan tersebut, keberadaan bangunan itu dinyatakan berbahaya bagi keselamatan siapa pun yang belajar atau berkunjung ke sana. “Dan, karenanya Pengadilan Israel telah memerintahkan penghancurannya,” ungkap COGAT, seperti dikutip dari Arab News.

Tindakan ini menuai kecaman keras dari Uni Eropa dan dunia internasional. Delegasi Uni Eropa untuk Palestina, di akun Twitter resminya mengaku terkejut dengan pembongkaran sekolah. Menurut delegasi itu, pembongkaran bangunan sekolah itu akan berdampak pada 60 anak Palestina. “Penghancuran itu ilegal menurut hukum internasional dan hanya akan menambah penderitaan penduduk Palestina dan semakin meningkatkan lingkungan yang sudah tegang,” kata delegasi tersebut.

Di sisi lain, COGAT menyatakan, pemilik gedung telah menolak beberapa upaya oleh otoritas Israel untuk terlibat dalam dialog mengenai status struktur sebelum pelaksanaan pembongkaran.

Sementara, siswa dan saksi mata mengatakan bangunan itu telah menjadi puing-puing tanpa meninggalkan jejak bahwa sebuah sekolah pernah berdiri di sana. “Kami bersiap-siap untuk datang ke sekolah dan ketika kami tiba kami tidak menemukan sekolahnya,” kata seorang siswa, Mohammed Ibrahim. “Kami ingin sekolah hari ini! Kami ingin belajar, jika mereka (pasukan Israel) terus menghancurkan, kami akan terus membangun,” lanjutnya.

Sejumlah saksi mata juga mengatakan isi gedung telah disita. “Mereka menghancurkan sekolah dan mereka mengambil semuanya,” kata seorang penduduk. “Semua perabotan, mereka memasukkannya ke dalam truk dan mereka mengambilnya,” lanjutnya.

Israel sering mengutip kurangnya izin bangunan, yang menurut orang Palestina dan kelompok hak asasi manusia hampir tidak mungkin diperoleh. Namun Israel terus menggunakan alasan itu dalam menghancurkan bangunan Palestina di Tepi Barat, wilayah yang direbutnya dalam perang Timur Tengah 1967.

Baca Juga : Imam Jum’at Baghdad Dorong Politisi Irak Merdeka dari Timur dan Barat

Tega Siksa 170 Anak Palestina di Dalam Tahanan

Kekejaman Israel tak hanya dirasakan oleh orang dewasa di Palestina , tapi anak-anak pun banyak yang mengalaminya. Wakil Menteri Pembangunan Sosial Palestina, Assem Khamis, mengatakan 170 anak Palestina yang saat ini dipenjara oleh Israel telah mengalami berbagai bentuk pelecehan dan penyiksaan.

Berbicara di depan konferensi regional tentang pencegahan pelanggaran berat terhadap anak-anak dalam konflik bersenjata yang diadakan di ibu kota Qatar, Doha, Khamis mengatakan, sejak 2005 hingga 2022, Israel telah menahan 7.500 anak Palestina.

Ia menambahkan bahwa Negara Palestina sangat ingin melindungi semua anak. anak-anak dari segala aktivitas yang mengarah pada keterlibatan mereka dalam konflik bersenjata, terutama anak-anak yang sebelumnya ditangkap oleh pendudukan Israel. “Pendudukan Israel berusaha, dalam upaya permanen dan terus menerus, untuk menghalangi kehidupan anak-anak Palestina, dan menargetkan mereka dengan penangkapan, pelecehan, dan mengekspos mereka pada kekerasan dan ancaman,” katanya, seperti dikutip dari Middle East Monitor, Kamis (1/6).

Dia mendesak untuk menahan Israel; negara pendudukan, bertanggung jawab atas pelanggaran terkait hak anak di hadapan pengadilan internasional, selain mendukung Kementerian Pembangunan untuk dapat melindungi, merawat, dan merehabilitasi anak-anak Palestina.

Khamis juga menyerukan untuk mendukung organisasi internasional dan lembaga Palestina yang mendokumentasikan pelanggaran Israel terhadap hak anak, selain memberikan dukungan, bantuan, dan partisipasi dalam Konferensi Anak Palestina, yang akan segera diselenggarakan oleh Kerajaan Yordania. Liga Arab juga menyerukan masyarakat internasional untuk campur tangan dan bekerja dengan serius untuk menghentikan pelanggaran Israel terhadap anak-anak Palestina, dan untuk memastikan perlindungan hak dan keamanan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *