Purna Warta – Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, meresmikan Ilisu Dam pada hari Sabtu (6/11). Dam atau bendungan tersebut menjadi gonjang-ganjing kontroversial karena menutup sungai Dajla atau Tigris.
Iran dan Irak mengkritik bendungan tersebut, akan tetapi Tehran tidak lagi meneruskan protesnya sehingga pembangunan bendungan diteruskan dan dampaknya tentu akan melibas sosial, lingkungan hingga keamanan Irak.
Rahim Meidani, Wakil Menteri Energi Iran di periode Hassan Rouhani, telah mengadukan protes Tehran kepada Kementerian Luar Negeri Turki pada Oktober 2017, tetapi tidak ditindaklanjuti secara mendalam demi hasil berarti oleh sang Wakil Menteri.
Baca Juga : Kesalahan-Kesalahan Erdogan
Sementara pemerintah Irak mengkritik tajam pembangunan bendungan ini meskipun diterpa aksi-aksi brutal teroris dalam tahun-tahun ini. Akan tetapi tidak juga membuahkan hasil. PM Mustafa al-Kadhimi juga mengantongi pembahasan ini dalam kunjungannya pada Desember 2020. Namun demikian, Irak hanya bisa mengundur masa peresmian bendungan.
Merespon pernyataan petinggi Baghdad, Turki menjelaskan bahwa bendungan Ilisu tidak akan membendung aliran air ke Irak. Bendungan itu hanya diperuntukkan untuk pembangkit tenaga listrik. Akan tetapi fakta lapangan mengatakan lain, ribuan hektar tanah pertanian kelam dalam Ilisu Dam.
Posisi Geografi Ilisu Dam
Secara geografis, bendungan Ilisu dibangun di atas sungai Tigris atau Dajla, di tenggara Turki. Konstruksi pembangunan dimulai tahun 2006 dan aliran sungai Tigris dirubah pada 29 Agustus 2012. Dijadwalkan tahun 2014 sebagai tahun akhir pembangunan, tetapi mundur hingga Februari 2018. Adapun pengairannya secara resmi diundur hingga November 2019 karena banyaknya kritik dan protes dari semua kalangan resmi dan tak-resmi Baghdad.
Baca Juga : Masihkah Erdogan Mengimpikan Aneksasi Utara Suriah?
Bendungan Ilisu adalah salah satu dari 22 bendungan Turki yang ditargetkan dalam mendukung proyek raksasa GAP. Berdasarkan rancangan proyek bendungan, Ankara harus membangun 14 bendungan di aliran sungai Efrat dan 8 bendungan di atas sungai Tigris. Meskipun proyek GAP memiliki sejarah puluhan tahun, namun tindaklanjut seriusnya dimulai oleh pemerintahan Turki tahun 1980.
Sungai Tigris bersumber dari pegunungan Turki, setelah melewati 1.850 kilometer bertemu dengan sungai Efrat dan Shatt al-Arab yang terus mengalir hingga ke perairan Teluk Persia. Faktanya adalah sungai Tigris hanya melewati 400 kilometer wilayah Turki dan 52% (sekitar 240 juta meter persegi) airnya dari sumber-sumber mata air Ankara.
Bendungan Ilisu berkapasitas tampungan air sebesar 43 miliar meter persegi dan itu termasuk bendungan terbesar kedua Turki setelah Ataturk. Petinggi Ankara berharap produksi 1200 megawatt listrik dari bendungan Ilisu.
Bendungan Ilisu terletak di 65 kilometer perbatasan Irak dengan panjang 1.820 meter dan ketinggian 135 meter. Ini adalah bendungan terbesar yang dibangun di atas sungai Dajla dengan luas di atas 15 meter dan di bawah 610 meter serta penampungan air di belakang bendungan mencapai 300 kilometer persegi.
Baca Juga : Peringatan Mantan PM Irak: Siap-siap Pukulan dari Timur ke Iran
Sejarah
Seperti disinggung di atas bahwa bendungan Ilisu dibangun berasaskan proyek GAP yang dalam Bahasa Turkinya berartikan Guneydogu Anadolu Projesi atau the Southeastern Anatolia Project (Proyek Anatolia Tenggara). Ide proyek tercetus pada tahun 1936.
Pemerintah Turki mengklaim bahwa target proyek adalah mengurangi tingkat kemiskinan regional dengan peningkatan penghasilan dan standar kehidupan serta peningkatan stabilitas sosial masyarakat, perkembangan ekonomi dan lapangan pekerjaan khususnya di daerah-daerah pelosok. Proyek ini mencakup 9 provinsi Ankara di sepanjang wilayah tepi sungai Dajla dan perairan utara.
Fase studi bendungan Ilisu dimulai tahun 1954 dan pemerintah Turki kala itu mengadakan studi di luas 53 kilometer persegi untuk menemukan tempat strategis. Pada tahun 1971, para ilmuwan mengajukan 10 titik pembangunan bendungan dan tahun 1975 semua studi teknis dan ekonomi di semua titik dipaparkan hingga akhirnya mereka memilih titik yang sekarang dibangun.
Baca Juga : Kritisi Siasat Dungu Israel, Analis: Tidak Ada Lagi yang Ditakuti Iran
Studi oleh pakar-pakar internasional juga dilakukan pada tahun 1980 hingga 1982, akan tetapi kinerja masih sangatlah lambat hingga akhirnya pemerintahan Turki yang sekarang mengklik program resmi dan universal pembangunan pada tahun 1997 dan diletakkanlah batu pertama pada tahun 2006.
Dampak Lingkungan, Ekonomi, Sosial dan Keamanan Ilisu Dam
Sangat disayangkan sekali efek bahaya lingkungan pembangunan bendungan Ilisu tidak mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun ini hingga akhirnya muncullah keras kepala. Satu efek yang menciptakan krisis dan paceklik air di sebagian besar daerah genangan air tetangga barat Turki yaitu Irak. Sebagaimana krisis Suriah yang diakibatkan oleh pembangunan bendungan terbesar Turki dan Eropa yaitu Ataturk yang telah membendung air sungai Efrat pada tahun 1990. Pertama menyebabkan krisis di utara Damaskus kemudian merambat ke Irak, mengeringkan semua rawa, danau-danau kecil di wilayah tengah maupun selatan Baghdad sehingga mengekspor debu ke provinsi-provinsi Iran.
Irak dan Suriah kehilangan 6.500.000 hektar tanah pertanian. Lahan kering menyebabkan angin berdebu sampai ke Iran dan menyebabkan kerugian besar. Turki tidak memperhatikan kepentingan tetangganya di sungai Tigris dan Efrat.
Baca Juga : Krisis Saudi-Lebanon, Apakah Operasional Skenario Anti-Beirut Israel-AS?
Bendungan Ataturk telah membendung air ke Irak-Suriah dan efek terbesarnya adalah mengeringkan daerah rawa Hawizeh atau Huwaizah. Di satu waktu, rawa Hawizah mengatur ekosistem sekitar dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk. Kapasitas air telah menurun drastis dan kini dengan dibangunnya bendungan Ilisu, akhir hayat rawa tersebut telah berada di depan mata.
Hal yang harus diperhatikan di sini adalah dari 23.5 juta penduduk sekitar sungai Dajla, hanya 15% dari mereka yang hidup di wilayah Turki. 79%-nya adalah warga Irak dan 6% dari semuanya mukim di Iran. Namun dengan dibangunnya bendungan Ilisu, maka 56% kapasitas air hanya akan dieksploitasi oleh Turki.
Politik Ilisu Dam juga akan mempengaruhi secara langsung mata air minum penduduk timur laut Suriah. Krisis air di provinsi al-Hasakah dan Raqqa disebabkan oleh rusaknya ribuan hektar lahan pertanian. Kurangnya aliran air ke sungai Efrat ditambah kontrol militan sekutu Ankara di pom-pom air provinsi al-Hasakah telah menghimpit Suriah hingga memaksa pemerintah mengirim air bersih dengan tanker ke warga Qamishli.
Kurangnya aliran air ke sungai Dajla dan Efrat bukan hanya berdampak pada lingkungan. Dampak lingkungan memang yang utama, namun setelah itu harus dinantikan efek selanjutnya di bidang sosial, ekonomi bahkan keamanan. Hancurnya pertanian, penurunan produksi makanan, pengosongan desa-desa, imigrasi ke kota hingga berakhir pada instabilitas dan protes adalah efek-efek pasca lingkungan. Demonstrasi penduduk tahun 2018 di wilayah provinsi selatan Irak disebabkan salah satunya oleh hal ini.
Baca Juga : Apakah Maryam Mengancam Prancis?
Sudah ada banyak makalah dan analisis mengenai efek negatif lingkungan dan kekeringan yang tertulis sejak awal perang dalam negeri Suriah. Banyak pakar yang meyakini bahwa instabilitas Suriah disebabkan oleh peningkatan populasi kota dan ombak imigrasi dari desa beserta peningkatan masalah kehidupan.
Geografi Sebagai Piramida Kekuasaan
Di acara peresmian Ilisu Dam, Presiden Recep Tayyip Erdogan berpidato dan menjelaskan, “Kami harus mencurahkan segala kemampuan diri untuk menjaga negara dari krisis makanan yang disebabkan kekeringan, begitu pula dari krisis energi yang bisa dilihat secara jelas.”
“Kami tidak boleh membuang air walaupun setetes. Produksi energi pembaruan juga harus ditingkatkan berdasarkan sumber daya dalam negeri,” tambahnya.
Pernyataan ini jelas menunjukan bagaimana ideologi petinggi Turki tentang pengaliran air ke sungai Dijla dan Efrat yang disamakan dengan pembuangan air sia-sia.
Baca Juga : Unjuk Kekuatan Iran di Selat Hormuz
Turki tidak mau masuk ke Konvensi Penggunaan Non-Pengiriman Aliran Air Internasional. Konvensi tersebut ditandatangani pada Mei 1997 di New York. Konvensi mewajibkan negara-negara anggota untuk menggunakan sumber air secara adil, rata dan tidak merugikan satu sama lainnya.
Turki mengklaim bahwa konvensi dituliskan sesuai dengan program konsumsi sungai Efrat dan Dajla oleh negara-negara di bawahnya di sekitar sungai.
Bisa dikatakan bahwa Turki mengekploitasi semua sumber daya alam dan non-alaminya untuk menekan negara-negara Timteng. Di sinilah, semua pihak menghadapi urusan geografi sebagai piramida kekuasaan.
Di hari Sabtu, Erdogan menyatakan bahwa Turki dan dunia menghadapi krisis air. Namun dengan upayanya ini, bukankah Turki berusaha menambah krisis paceklik air dan menguasai semua sumber daya air Kawasan?
Apapun target Recep Tayyip Erdogan di balik pembangunan bendungan ini, efek buruknya tidak dapat dipungkiri. Obatnya harus ditemukan, meskipun sekarang sudah sedikit terlambat. Akan tetapi dengan tekanan berbagai pihak, Ankara bisa membuka kran lebih banyak kapasitas airnya untuk pengairan sungai Efrat dan Dajla.
Baca Juga : Latihan Militer Iran: Generasi Muda dan Senjata Dalam Negeri