Purna Warta – Jatuhnya helikopter yang membawa presiden Iran, Ayatullah Ibrahim Raisi dan delapan orang yang menyertainya di Provinsi Azerbaijan Timur, Iran pada Ahad, 19/5/2024, menyebabkan meninggalnya semua penumpang, termasuk presiden Raisi, dan Menlu Hossein Amir-Abdollahian. Bagi para pembencinya, musuh Islam dan pendukung zionis, berita tragedi ini dijadikan sebagai ajang pesta pora dan menyalakan kembang api.
Baca Juga : Norwegia, Irlandia dan Spanyol Akui Negara Palestina
Ada banyak dalih mereka; namun yang sering di megafon-kan adalah peran Ayatullah Raisi dalam eksekusi dan hukuman mati terhadap anggota kelompok Teroris Munafikin (MEK/MKO), pendukung Reza Pahlevi dan zionis Israil. Pada 1989, Ibrahim Raisi merupakan salah satu pejabat peradilan Iran yang berperan penting dalam menindak kejahatan dan pengkhianatan para munafik. Peran vital ini dijadikan dalil bagi musuh-musuh sistem Islam untuk melancarkan serangan besar selama sekian tahun sampai beliau wafat. Tragedi ini terjadi kala wilayah Palestina menghadapi puncak situasi paling sulit, kondisi paling menentukan bagi nasib jutaan warga di Jalur Gaza.
Bertolak belakang, berita kesyahidan Ayatullah Ibrahim Raisi bak petir di siang bolong bagi para pecintanya. Kesedihan menyelimuti baik rakyat biasa atau para pejabat Iran. Bahkan umat Islam di dunia berduka mengingat komitmen kuat dan tegas atas pembelaannya terhadap bangsa-bangsa tertindas di dunia. Sejak awal, sebelum terpilih sebagai presiden Iran pada tahun 2021, Ibrahim Raisi sudah mengambil posisi jelas, kuat dan berani dalam mendukung isu-isu global umat Islam, khususnya isu Palestina dan dukungan penuh terhadap bangsa Palestina.
Dalam pesan menyentuh pada Senin, 20 Mei 2024, Imam Ali Khamenei menyatakan kesedihan mendalam atas meninggalnya Ayatullah Raisi dan delapan pengiring yang menyertai. Beliau memuji para syuhada, dan Presiden Raisi sebagai pemimpin tak kenal lelah yang mengabdikan hidupnya untuk melayani rakyat Iran, negara, dan Islam.
“Dalam peristiwa pahit ini, rakyat Iran, telah kehilangan seorang pelayan bersahabat, ikhlas, dan berharga. Baginya, kesejahteraan dan kepuasan masyarakat, yang menandakan keridhaan Tuhan, lebih utama dari segalanya. Oleh karena itu, kekesalannya atas sikap sekelompok orang beritikad buruk yang tidak berterima kasih dan menghinanya buruk tidak menghalanginya untuk bekerja siang dan malam demi kemajuan dan perbaikan keadaan.”
Baca Juga : Presiden Tunisia Sampaikan Belasungkawa kepada Pemimpin Iran
Ibrahim Raisi dan Jenderal Soleimani
Beberapa tahun sebelum kesyahidan Ayatullah Raisi, Jenderal Qassem Soleimani terlebih dahulu meninggalkan Sayyid Ali Khamenei pada 03 Januari 2020 di Baghdad, Irak.
Waktu itu, kira-kira setengah jam sebelum berangkat menjemput kesyahidan, rekan-rekan Jenderal Soleimani di Suriah berkata kepadanya, “Jenderal, situasi di Irak tidak baik. Jangan pergi ke Irak sekarang!”. Mendengar itu, dia tersenyum dan berkata, “Apa kamu takut aku akan menjadi martir?” Lalu terjadi dialog panjang dan penuh persaudaraan. Meski rekan-rekannya mengatakan sesuatu, tapi Jenderal Soleimani tak berubah pikiran dan bersikeras berangkat ke Irak. Dengan tenang dan kalem, sembari melempar senyum khasnya, Jenderal Soleimani berkata, “Kalau buah sudah matang, tukang kebun harus segera memetiknya. Kalau sudah matang dan tertinggal di pohon, buah itu akan membusuk dan jatuh dengan sendirinya.” Sambil menunjuk dadanya, dia melanjutkan, “Ini sudah matang, ini sudah matang!.”
Presiden Iran, Ibrahim Raisi waktu itu mengatakan, Donald Trump harus diadili atas pembunuhan Qassem Soleimani atau Tehran akan melakukan balas dendam atas tindakan tersebut. Bersama Imam Ali Khamenei, janji Presiden Iran itu benar-benar dibuktikan, pada Rabu, 08 Januari 2020 dini hari waktu setempat, Iran menyerang dua pangkalan militer AS di Irak, diantaranya pangkalan udara Ain Assad, dengan puluhan rudal.
Kini Ibrahim Raisi, Presiden Iran yang dicintai umat, sudah bergabung dengan kawannya yang syahid terlebih dahulu, Jenderal Qassem Soleimani.
Situasi yang dialami Imam Ali Khamenei saat ini, sedikit mirip dengan apa yang dialami Imam Ali bin Abi Thalib as. Ketika berita kesyahidan Malik al-Asytar tersebar di tengah masyarakat al-Qelzam, Mesir, dan sampai ke telinga Muawiyah, si dzalim itu merasa sangat bahagia. Denga puas dia berkata, “Ali bin Abi Talib memiliki dua tangan. Aku telah memotong satu tangannya di perang Siffin, Ammar bin Yasir. Dan hari ini, aku telah memotong tangan satunya lagi. Dia adalah Malik al-Asytar!”
Jika Muawiyah bergembira, Imam Ali as tidak dapat menahan rasa sedih. Lantunan doa beliau panjatkan, “Semoga Allah merahmati Malik! Dia cinta dan patuh kepadaku, sama seperti aku cinta dan patuh kepada Rasulullah SAW”.
Baca Juga : Kenya Akan Melakukan Intervensi Di Haiti Terkait Konflik Geng
Kini Imam Ali Khamenei telah kehilangan tangan kanan dan tangan kirinya. Imam Ali Khamenei telah kehilangan dua orang yang selama ini cinta dan patuh kepada pemimpinnya, Jenderal Soleimani dan Ibrahim Raisi.
Mewakafkan Hidup
Semua umat manusia pasti tunduk pada kematian. Ketika hari kepastian itu datang, bagi kebanyakan orang semua kehidupan yang pernah dijalaninya akan selesai begitu saja. Namun bagi mereka yang telah memaknai hidup dengan mewakafkannya di jalan Allah SWT, kematian seperti apapun dan dimanapun, merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan misi penciptaan dengan sempurna; kematian fi sabilillah.
Allah SWT dalam surat az-Dzariyat ayat 56 berfirman, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Yakni, Allah SWT menciptakan jin dan manusia supaya mereka mewakafkan hidupnya di jalan Allah SWT. Adakah sebaik-baik ibadah selain mewakafkan hidup di jalan Allah?
Imam Ali bin Abi Thalib dalam Hikmah 131 Nahjul Balaghah berkata, “Sesungguhnya dunia ini adalah rumah kebenaran bagi orang yang memperlakukannya dengan benar, tempat aman bagi orang yang memahaminya, rumah kekayaan bagi orang yang mengumpulkan bekal darinya (untuk akhirat), dan rumah pelajaran bagi orang yang menarik pelajaran darinya. Ia merupakan tempat ibadah bagi para pencinta Allah, tempat berdoa bagi malaikat-malaikat Allah, tempat turunnya wahyu Allah, dan tempat berdagang bagi para pengabdi Allah. Di sini mereka menerima rahmat, dan di sini mereka mendapatkan surga sebagai keuntungan.”
Baca Juga : Jaksa ICC Ajukan Surat Perintah Penangkapan untuk Netanyahu Israel
Ayatullah Ibrahim Raisi, menghabiskan waktu dan sudah mewakafkan hidupnya untuk Iran dan umat Islam, demikian apa yang disampaikan oleh Imam Ali Khamenei dalam ucapan belasungkawa. “Peristiwa menyedihkan ini terjadi sebagai buah dari kerja keras melayani rakyat. Seluruh waktu kerja manusia besar, dan penuh pengorbanan ini, baik selama bertugas sebagai presiden, yang cukup singkat, maupun setelah itu, sepenuhnya didedikasikan untuk melayani rakyat, dan negara serta Islam.”
34 Bulan Perjalanan
Sepanjang 34 bulan masa jabatannya, Presiden Raisi melakukan 29 perjalanan diplomatik ke 23 negara. Kunjungan itu meliputi Tajikistan, Turkmenistan, Rusia, Qatar, Oman, Uzbekistan, Kazakhstan, Tiongkok, Suriah, Indonesia, Venezuela, Nikaragua, Kuba, Kenya, Uganda, Zimbabwe, Afrika Selatan, Arab Saudi, Turki, Aljazair, Pakistan, Sri Lanka, markas besar PBB di New York, dan Azerbaijan.
Perjalanan-perjalanan tersebut bertujuan membangun perjanjian bilateral dan pakta rekonsiliasi, termasuk dengan Arab Saud, hingga masuknya Iran ke dalam anggota BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai. Kesepakatan terbaru dengan Badan Energi Atom Internasional menandakan langkah signifikan menuju penyelarasan sikap Iran dengan negara-negara Barat mengenai JCPOA.
Ayatullah Raisi tidak peduli seberapa banyak upaya dan pencapaiannya didengungkan karena pengakuan dan pujian media bukanlah hal yang diinginkannya. Dia melihat dirinya sebagai bagian dari gambaran program yang lebih besar dan universal yang mengemban amanat dari Imam Ali Khamenei. Baginya, berbagai peran yang ditugaskan sepanjang hidupnya hanyalah peluang untuk berkontribusi pada tujuan bersama, untuk masyarakat dan IsIam. Dia memandang tujuan itu bukan hanya demi kemakmuran Iran, tapi untuk umat IsIam dan Islam.
Baca Juga : Lavrov: Tidak Ada Perubahan dalam Hubungan Iran-Rusia Setelah Raisi
Program Terus Berlanjut
Bapak Revolusi Islam, Imam Khomeini dalam salah satu wasiatnya menegaskan, “Dengan perginya seorang hamba, tidak akan ada gangguan terhadap ketahanan bangsa, karena akan muncul hamba-hamba yang lebih baik dan kuat, dan Allah SWT yang menjadi pelindung bangsa ini”.
Kematian adalah tradisi yang sudah pasti dalam kehidupan manusia dan ketika akhir yang tak mungkin terelakkan itu tiba, tidak ada yang bisa menyegerakan atau menundanya sedikitpun.
Presiden Ibrahim Raisi telah kehilangan nyawanya saat melayani rakyat Iran, umat Islam dan Palestina. Dia bekerja keras membangkitkan semangat umat Islam dari keterpurukan, mengurangi perbedaan dan memperkuat persatuan negara-negara Islam. Kini dia sudah pergi meninggalkan semua, tapi warisan dan landasan yang dia tetapkan tidak akan berbelok arah. Perjalanan Iran akan terus berlanjut, dukungan terhadap Palestina senantiasa mengalir hingga nafas-nafas sengal rakyat Palestina terbebaskan. Senyum kemenangan bangsa tertindas di dunia itu benar-benar akan memecah keheningan dan ketenangan dusta. Republik Islam Iran akan terus berjalan pada kebijakan, strategi dan ketetapan di bawah naungan Imam Ali Khamenei dan para pemimpinnya dalam mendukung cita-cita Palestina. Republik IsIam Iran, akan selalu mendukung dan bersama Poros Perlawanan hingga bendera kemenangan berkibar di atas kubah al-Aqsa yang diberkahi.
Baca Juga : PM Irak Ikut Melayat Peti Jenazah Raisi di Teheran
Selamat jalan para pejuang. Kedudukan tertinggi di surga bagi kalian pembela kaum tertindas. Syahid Hossein Amir Abdollahian, pejuang diplomatik pertempuran Badai al-Aqsa. Selamat jalan wahai para syuhada Allah.
Kalian telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk Palestina, untuk Gaza, anak-anak syuhada Palestina, akan menjadi saksinya. [MT]
Oleh: Cak Tiuw