Purna Warta – Militan Kurdi Suriah, meskipun berada di bawah dukungan Amerika-Turki, sangat mengkhawatirkan dalam mengamati perkembangan hubungan Ankara-Damaskus serta indikasi perdamaian kedua kedaulatan.
Dalam beberapa bulan terakhir, sudah banyak berkeliaran berita bahkan prediksi mengenai pengeratan relasi Turki-Suriah. Media menggunakan istilah normalisasi dan dalam laporannya mereka memberitakan pertemuan-pertemuan di segala tingkat meskipun secara resmi belum pernah ditegaskan oleh pemerintah Damaskus. Namun demikian, kabar-kabar seperti ini telah menggugah hati para pemain politik dan militer pihak Administrasi Otoritas Kurdi Suriah.
Antara Turki dan Suriah belum mengiyakan pertemuan dalam waktu dekat, namun Administrasi Otoritas Kurdi dan cabang angkatan bersenjata mereka yaitu Pasukan Demokratik Suriah yang diistilahkan Qasad mengkhawatirkan efek dari normalisasi bahkan mereka menganggap pihak yang paling dirugikan dalam situasi ini.
Administrasi Otoritas Utara dan Timur Suriah (Rojava) merupakan organisasi yang didirikan pada tanggal 17 Maret 2016 oleh pihak partai Persatuan Demokratik (PYD). Mereka langsung mendeklarasikan otonomi daerah Kurdi di tiga tempat, Jazirah, Kobane dan Efrin. Organisasi ini adalah senjata mutakhir Amerika Serikat sepanjang krisis Suriah demi intervensi militer di sana, bahkan pangkalan militer Pentagon yang di timur laut Suriah dipegang kendali oleh Kurdi ini.
Jika nanti ada perundingan Turki dan Suriah, dapat dipastikan Kurdi ini akan menjadi pembahasan utama dalam kasus, dari sinilah mereka mengkhawatirkan keberadaan mereka.
Terkait hal ini, Osama Sheikh Ali, Analis institute strategis Emran kepada site Enab Baladi menjelaskan bahwa menghilangkan kekhawatiran militan Kurdi merupakan tema paling urgen di atas meja bundar perundingan Suriah dan Turki. Kedua negara menginginkan kehancuran militan Kurdi.
“Dalam tahun-tahun lalu, Ankara telah mengoperasikan beberapa strategi untuk memukul mundur Kurdi dari perbatasannya serta pemerintah Damaskus juga tidak akan pernah meresmikan eksistensi mereka,” tegasnya.
Begitu juga Hasan Hasan Kuchar, Wakil Ketua Dewan Eksekutif Otoritas Kurdi pada tanggal 21 Agustus kemarin menyatakan, “Kedekatan Suriah dan Turki secara mendasar akan mengakhiri proyek Otoritas.”
Menurut pengakuannya, pemerintah Suriah berencana mengontrol penuh jalan besar internasional M-4, kembali menguasai semua daerah provinsi Idlib dan memberikan izin kepada pihak Ankara untuk terus memborbardir angkatan bersenjata Kurdi.
Bedir Mulla Rashid, Analis masalah Kurdi dan Kepala institute Raman juga kepada surat kabar online Enab Baladi menyatakan, “Segala bentuk perkembangan dalam reformasi hubungan Damaskus dan Ankara akan berakhir merugikan pemain-pemain utama, khususnya militan Kurdi. Setiap bentuk kesepakatan antara Turki dan Suriah akan menekan secara politik dan militer Administrasi Otoritas Kurdi.”
Dia juga memprediksikan bahwa kemungkinan AS akan menghalangi hubungan baik Turki dan Suriah demi memutus efek negatifnya ke Kurdi.
“Mungkin Washington akan memanipulasi dokumen sanksi ekonomi dan rekontruksi untuk menekan Suriah dan Rusia serta mencegah kesepakatan Damaskus-Ankara,” yakinnya.
Analis berdarah Kurdi ini juga mengakui kekhawatiran eksistensial di bawah kedekatan Turki dan Suriah lalu menekankan, “Otoritas Kurdi sedang menjalani situasi sensitif,” sindirnya.
Opsi Terbatas Kurdi
Dengan jelas bisa disimpulkan bahwa Kurdi separatif Suriah sejak awal berdiri bergantung penuh kepada Amerika Serikat. Washington-pun meninggalkan mereka dalam kasus serangan Turki ke arah mereka, apalagi Suriah. Masalah ini sudah bikin kepala pemimpin Kurdi pecah.
Saleh Muslim, Ketua partai Persatuan Demokratik (PYD) tertanggal 4 Juni mengkritik keras kebijakan AS, koalisi anti-ISIS dan Rusia karena nihilnya dukungan ke militer Kurdi dalam menghadapi serangan Turki. Nihil dukungan ini dianggap sebagai pukulan dari belakang oleh mereka.
Dengan demikian, Otoritas Kurdi tidak memiliki banyak kartu untuk menjamin keselamatan sendiri, seperti yang dikatakan oleh Mulla Rashid bahwa Kurdi terlalu bergantung kepada AS di daerah kontrol sendiri.
Kurdi juga berupaya untuk membuka lembaran kerja sama dengan kelompok-kelompok lain dan membangun aliansi demi memanipulasi kedudukan sosial meskipun militan-miltan Arab sudah jenuh dengan tingkah buruk militan Otoritas Kurdi di tahun-tahun lalu. Militan Arab adalah pendukung Suriah. Serta banyak penduduk di daerah berbeda-beda yang protes dan mendemo militan Kurdi Qasad dan koalisi AS.
Oleh karena itulah, tidak adanya dukungan AS membuat pihak Kurdi terdesak dan tidak memiliki banyak opsi. Kurdi terpaksa berafiliasi dengan para oposisi, atau mereka pergi ke pangkuan pemerintah Suriah dan menerima syarat-syarat kedaulatan Damaskus, di mana di dua situasi ini, mereka akan kehilangan banyak poin.
Tiga Skenario
Di tengah perkembangan situasi ini, ada 3 skenario dan strategi yang bisa dilaksanakan Administrasi Otoritas Kurdi.
Pertama: Jika Turki dan Suriah berdamai, mungkin pasukan pendudukan AS akan keluar dari Suriah dan merealisasikan resolusi Adna yang disepakatai tahun 1998 oleh Ankara dan Damaskus. Di tengah situasi ini, Otoritas Kurdi akan segera berakhir dan pemerintah Suriah akan kembali menguasai wilayah-wilayah yang sempat lepas dan mereka juga akan memberikan hak-hak Kurdi yang sempat terhapus.
Namun AS kemungkinan kecil akan menarik mundur pasukannya dari Suriah dalam waktu dekat. Kurdi Suriah juga tidak akan begitu saja melepas daerah kontrolnya sampai beberapa syarat dikabulkan. Skenario ini sangat jauh untuk dilaksanakan.
Kedua: Kurdi dan pemerintah Suriah mengadakan kesepakatan sehingga militer pemerintah Damaskus kembali menguasai kota-kota dan wilayah-wilayah perbatasan sedangkan Administrasi Otoritas Kurdi bergabung dengan sistem koordinasi pemerintahan pusat. Begitu juga Qasad akan bergabung keanggotaan dalam tubuh militer pemerintah pusat Damaskus.
Adapun skenario ketiga kembali ke resolusi antara Suriah dan Kurdi, resolusi yang ditandatangani pada tahun 2019 lalu. Yang jelas sebagian dari isi resolusi sedang direalisasikan. Berdasarkan resolusi 2019 ini, pasukan Suriah akan bersama dengan militer Turki dan oposisi berada di wilayah kontrol Kurdi, sedangkan Administrasi Otoritas Kurdi melanjutkan aktifitasnya.
Di akhir harus dikatakan bahwa di tanggal 7 Juni lalu, media-media telah memberitakan kesepakatan antara Suriah dan Administrasi Otoritas Kurdi. Aldar Khalil, salah satu anggota senior partai Persatuan Demokratik kepada media menjelaskan bahwa kedaulatan Suriah dan keamanan mereka berada di tangan pemerintah Suriah. Setiap pendudukan harus segera dihentikan demi menyelesaikan krisis Damaskus. Dia menegaskan bahwa pemerintah Suriah menolak setiap usulan otonomi daerah Kurdi dalam perundingan.