Pukulan Keras Kedua ke Israel Pasca Disebut Apartheid Oleh Amnesty International

Pukulan Keras Kedua ke Israel Pasca Disebut Apartheid Oleh Amnesty International

Purna Warta – Media Arab mengupas pentingnya penangguhan keanggotaan rezim apartheid Zionis Israel di Uni Afrika sebagai pengawas.

Beberapa hari lalu, Uni Afrika meengambil keputusan penangguhan keanggotaan Israel di Uni Afrika sebagai pengawas. Untuk menganalisa tema ini, mereka membangun komisi khusus yang terdiri dari 7 petinggi negara benua Afrika, termasuk Aljazair lalu melaporkan hasil pengamatan mereka ke Uni Afrika.

Baca Juga : Kesempatan 1 Bulan Parlemen Berakhir, Siapakah Presiden Irak?

Surat kabar asal Aljazair, Echorouk Online, 8/2, mengupas hal ini dan melaporkan bahwa keputusan penangguhan keanggotaan rezim Zionis sebagai pengawas di Uni Afrika merupakan satu kemenangan diplomatik Aljazair, sekutu merdeka Afrikanya, bangsa Palestina dan nilai-nilai keadilan al-Quds yang mengancam rezim pendudukan dan normalisasi.

“Benar bahwa upaya Aljazair bersama Afrika Selatan dan beberapa negara tidak membuahkan hasil yang diharapkan (yaitu mengeluarkan Israel secara keseluruhan dari Uni Afrika). Namun penangguhan merupakan satu langkah urgen di jalan yang benar dan hal ini akan berakhir pada hari yang memastikan pengusiran mereka dari Uni Afrika,” tulis Echorouk Online.

Menurut keyakinan sang jurnalis Echorouk, Uni Afrika telah melakukan hal yang sangat logis dan masuk akal ketika memutuskan untuk mengundur masa pengambilan suara dan dialog. Kemudian Uni Afrika memutuskan pembentukan komisi 7 negara untuk membahas kemitraan Israel sebagai pengawas ini secara khusus. Meskipun sangat disayangkan sekali karena Chad dan Maroko masih menyepakati keanggotaan Israel sebagai pengawas.

Baca Juga : Kontinuitas Pertarungan Peremuk Tulang Naftali Bennett Vs Benjamin Netanyahu

“Yang jelas dengan keputusan ini, Uni Afrika telah memperbaiki manuver salah Moussa Faki (abdi Israel yang memasukkan Israel sebagai pengawas). Afrika telah menarik bangsa ke krisis perbudakan selama kolonialisme Eropa yang telah membagi-bagi benua seperti roti di antara mereka. Afrika sudah bertahun-tahun mengarungi nasib buruk. Mereka menderita dan hingga kini mereka masih menderita karena efek kolonialisme Eropa. Jadi bagaimana mereka bisa memasukkan satu rezim rasis ke barisannya? Satu rezim yang masih menjajah Palestina. Melakukan genosida etnis. Melakukan kejahatan paling keji di abad 20 dan menghapus hak paling mendasar bangsa al-Quds,” tambah Echorouk.

Di kelanjutan analisanya ini, media Aljazair tersebut menuliskan, “Penangguhan Israel sebagai pengawas di Uni Afrika tanpa diragukan lagi merupakan satu pukulan telak ke wajah Israel setelah pukulan pertama yang dihujamkan Amnesty Internasional. Dalam laporan Amnesty International ditegaskan bahwa rezim pendudukan ini telah menciptakan satu pemerintahan Apartheid di Palestina. Bahkan dengan penduduk di wilayah Palestina Pendudukan 1948, Israel memperlakukan mereka sebagai warga non-Yahudi tingkat bawah.”

Selanjutnya, jurnalis Echrouk menyindir kejahatan-kejahatan Israel di Tepi Barat dan al-Quds, seperti merusak rumah warga Palestina, merampas tanah dan membangun komplek kediaman.

Baca Juga : Mengurai Akar Konflik Amerika Serikat vs Iran

“Urgenitas laporan ini adalah pembongkaran kejahatan-kejahatan rasis rezim Zionis dan menuntut para pelaku agar diadili di pengadilan internasional. Khususnya di saat para negara-negara yang membangun kerja sama normal dengan mereka, juga berupaya menutup wajah buruk Israel dari mata internasional, Uni Afrika dan lainnya. Bahkan para sekutu berpartisipasi dalam kejahatan di bawah struktur kerja sama keamanan dan militer versus para tetangga,” hemat Echorouk Online.

“Upaya serius Aljazair untuk mengusir Israel dari Uni Afrika dan keberhasilan mereka hingga detik ini dalam penangguhan keanggotaan rezim Zionis sebagai pengawas merupakan satu respon dan balasan ke pihak-pihak yang setiap harinya terus menyerang Aljazair, berupaya merusak wajah Aljazair dan mengklaim bahwa hanya Aljazair yang mendukung Palestina,” lapor Echorouk.

Jika dilihat sejarah, pada Oktober 1973 dan perang di Palestina, Aljazair telah mengorbankan prajuritnya sebanyak 3.700 martir. Selain itu, Aljazair juga mengirim dukungan finansial, diplomatik dan media ke al-Quds. Dukungan ini dianggap sebagai tugas suci, hal mendasar serta tercatat langgeng dalam agenda politik luar negeri Aljazair.

Baca Juga : Kesalahan-Kesalahan Jenderal Bintang 4 Amerika Serikat

Di akhir Echorouk mengambil kesimpulan, “Namun pihak, yang mengkritik Aljazair dan menerjunkan media untuk melawannya kemudian mengklaim bahwa Uni Afrika akan memberikan suara positif ke kepengawasan Israel ke depannya, telah mengkhianati Palestina. Mereka bekerjasama dengan rezim Zionis, si pemerintahan yang memiliki politik genosida etnis dan apartheid versus saudara-saudara Palestina. Israel telah menjadi bapak tiri mereka dan fakta ini adalah bukti cukup akan aib hina mereka.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *