Tel Aviv, Purna Warta – Beberapa hari terakhir media diguncang dengan warta spionase oleh psyware Pegasus. Sosok penting, jurnalis kondang dan aktivis HAM terdaftar dalam nama 50 ribu pihak yang kemungkinan besar diintai. Dunia berteriak. Tokoh politik dan masyarakat internasional mengkhawatirkan aktifitas perusahaan teknologi cyber Zionis tersebut dan Amerika diam.
Lika-liku Pegasus dan NSO Group
18 Juli 2021 hasil pelacakan 17 perusahaan media memperlihatkan psyware Israel, Pegasus buatan NSO Group, digunakan untuk meng-hack 37 smartphone milik jurnalis, petinggi pemerintahan dan aktivis HAM dunia.
Baca Juga : Covid-19 Menghantui Tahanan Palestina dan Yordania di Jeruji Saudi
Psyware Pegasus memiliki kemampuan untuk menghack dan mengontrol smartphone basis Apple dan Android. Dengan meng-virusi satu handphone, perangkat tersebut bisa mencuri pesan, gambar, Email serta mengaktifkan microphone dan kamera tanpa diketahui.
Di bawah arahan organisasi media Forbidden Stories di Paris bersama Amnesty International, nomer-nomer sasaran dikirimkan ke media-media. Ada lebih dari 1000 pihak di 50 negara yang terdeteksi, termasuk beberapa keluarga kerajaan Arab, 65 direktur perdagangan, 85 aktivis hak asasi manusia, 189 jurnalis dan lebih dari 600 politikus dan petingi negara, baik Presiden maupun Perdana Menteri.
Mayoritas nomer telpon memiliki nomer Meksiko dan pihak yang berinvestasi besar di Barat Asia. Begitu pula ada nomer telpon dari Prancis, Hungaria, India, Azerbaijan, Kazakhstan dan Pakistan.
Baca Juga : Bagaimana Nasib JCPOA Sekarang?
Hasil pelacakan juga menuliskan nama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai konsumen perangkat spionase Israel tersebut, yang disebutkan banyak memanfaatkan guna mengawasi para oposisi dan petinggi negara-negara lain.
The Guardian, surat kabar Inggris, adalah salah satu perusahaan media yang ikut nimbrung dalam kelompok penyelidikan. The Guardian mengungkapkan bahwa rezim Zionis memberikan izin penjualan psyware milik NSO Group kepada kerajaan Arab Saudi.
“Para wakil perusahaan terbang ke Wina, Siprus dan Riyadh untuk menemui petinggi Saudi pada tahun 2017. Mereka memberikan pelatihan metode pengaktifan perangkat mata-mata tersebut,” tulis The Guardian melaporkan.
Menurut pengakuan salah satu pihak yang ikut dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa ketika potensi perangkat cyber itu sudah jelas, Anda tidak perlu mengerti bahasa Arab untuk memahami rasa takjub, pujian dan terkejut petinggi Saudi.
Berdasarkan laporan The Guardian, perangkat itu dijual dengan harga 55 juta dolar.
Sebelumnya, media Yedioth Ahronoth juga melaporkan bahwa rezim Zionis bukan hanya mengeluarkan surat izin kerjasama perusahaan-perusahaan teknologi spionase Israel dengan Arab Saudi, bahkan mereka mendorong aktifitas ini.
Baca Juga : Hati-hati Ansarullah, Perangkat Spionase Israel Juga Menargetkan Anda
Haaretz mengabarkan bahwa nominal penjualan program spionase Pegasus mencapai nilai ratusan juta dolar di Emirat dan Saudi yang dilakukan di bawah pengawasan resmi pemerintahan Tel Aviv.
Pelacakan terakhir mengungkapkan bahwa pihak-pihak dekat Jamal Khashoggi, jurnalis kondang Washington Post Amerika sekaligus oposisi Saudi, juga menjadi sasaran program spionase Israel tersebut, baik pasca pembunuhan di Turki maupun sebelumnya.
Selain orang dekat Jamal Khashoggi, ada pula nomer 180 jurnalis yang tercatat dalam daftar laporan, termasuk editor dan eksekutif media Financial Times, CNN, New York Times, The Economist, Associated Press dan Reuters.
Spionase Petinggi Politik dan Agama Barat Asia dan Dunia
Surat kabar asal Prancis, Le Monde melaporkan setelah mengutip beberapa hasil penyelidikan bahwa Putra Mahkota Saudi menuntut pengintaian petinggi dan sosok bermacam-macam di Lebanon. Riyadh dan Abu Dhabi telah mengamati petinggi dan sosok penting Lebanon tahun 2018 dan 2019, dari Presiden hingga tokoh Hizbullah dengan perangkat Pegasus.
Skandal tidak hanya sampai di sini, karena ada indikasi Joe Biden sebagai korban berikutnya. Pihak NSO mengklaim bahwa secara teknologi meng-hack smartphone dengan bilangan awal Amerika tidaklah mungkin.
Baca Juga : Masih Tentang Spionase, Ternyata NSO Israel Akad Kerja dengan Saudi
Tapi masalahnya adalah Edward Snowden, mantan Penasihat Agen Keamanan Nasional AS yang membelot, menolak klaim tersebut dan menuduhnya dengan pembohong.
Berdasarkan laporan The Guardian, satu dari 400 anggota Dewan Bangsawan Britania Raya (House of Lords if the United Kingdom) juga terkena program mata-mata tersebut di antara tahun 2017-2019. Analisa bukti-bukti menunjukkan bahwa rezim kunci yang menentukan nomer-nomer telpon korban adalah Emirat atau Uni Emirat Arab (UEA).
Dubai pimpinan Mohammed bin Rashid Al Maktoum, menurut laporan The Guardian, secara tertulis juga termasuk pembeli perangkat mata-mata Zionis ini. Nomer telpon Latifa Putri Mohammed bin Rashid Al Maktoum menjadi sasaran spionase. Putri Latifa pernah berusaha lari dari Dubai pada tahun 2018.
Jerit Dunia di Tengah Diamnya Amerika
NSO Group dalam menanggapi kritik dan protes internasional mengklaim bahwa psyware ini hanya dijual ke instansi keamanan dan militer negara-negara yang memiliki riwayat jasa dalam urusan HAM.
Para kritikus menolak klaim tersebut dan dengan mengajukan bukti-bukti, mereka yakin bahwa NSO Group telah menyerasikan aksi mata-mata.
Baca Juga : Spionase Jurnalis dan Aktivis dengan Perangkat Israel, Begini Reaksi Uni Eropa
Demi meredam kritik, rezim Zionis menyatakan bahwa mereka telah menyusun tim penyelidikan untuk meneliti penggunaan tak tepat perangkat Pegasus produksi NSO Group. Juru Bicara Kementerian Perang Zionis mengatakan bahwa Israel tidak bisa mendapatkan langsung informasi dari para konsumen perangkat tersebut.
Salah satu pejabat Amerika, yang tidak ingin dicantumkan namanya, merespon pernyataan ini dan menegaskan bahwa banyak pemerintahan yang yakin bahwa perusahaan NSO memiliki tali erat dengan petinggi rezim Zionis.
“Sangat bodoh sekali jika percaya bahwa NSO tidak memberikan informasi keamanan nasional ke pemerintah Tel Aviv,” sindirnya.
Kepala Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen menegaskan kepada jurnalis, “Jika masalah ini terbuktikan, maka hal ini tidak bisa diterima. Kebebasan media adalah pilar nilai Uni Eropa.”
Riyadh telah menolak laporan yang menyebutkan dirinya konsumen Pegasus. Satu sumber Saudi, dalam salah satu wawancara dengan televisi Riyadh menyebut tuduhan tak terbukti dan menyatakan, “Metode dan politik Saudi stabil dan tidak mungkin melakukan hal tersebut.”
Baca Juga : Di Tengah Isu Perang Minyak, Bin Zayed Temui Bin Salman di Riyadh
Kemenlu Emirat dalam twiternya juga mendustakan hasil penelitian dan mentweet, “Warta ini tidak ada bukti sama sekali, hoaks.”
Angela Merkel, Kanselir Jerman, menuntut pembatasan penggunaan psyware dan menambahkan, “Negara-negara, yang tidak memiliki dukungan hukum penggunaan teknologi spionase, tidak berhak menggunakan perangkat mata-mata.”
Agnes Callamard, Sekjen Amnesty International, dalam satu pernyataan mengenai Pegasus mengatakan, “Proyek Pegasus memperlihatkan bagaimana psyware perusahaan NSO menjadi senjata negara-negara supresor.” Kemudian menyebutnya dengan alat untuk menakut-nakuti kritikus.
Selain mengecam, Amnesty International juga menegaskan, “Selama perusahaan ini dan semua produk ini tidak mampu menunjukkan sikap hormatnya atas hak asasi manusia, maka impor, penjualan, pemindahan dan penggunaan teknologi tersebut harus berada dalam pengawasan.”
Pakistan menudingkan jari telunjuknya ke India pasca diketahui nomer PM Imran Khan tertulis dalam lis korban spionase. Warga Islamabad menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengadakan penyelidikan apakah New Delhi berada di balik aksi mata-mata petinggi pemerintahan.
Sebelum aksi demonstrasi di hari Jumat di Pakistan, partai oposisi India telah menggagalkan konferensi Parlemen. Mereka menuntut pemerintah untuk melacak laporan mengenai penyalahgunaan pemerintah atas psyware Pegasus untuk mengintai beberapa jurnalis, aktivis dan politikus, termasuk Rahul Gandhi, Ketua oposisi.
Baca Juga : Undangan Protes di Hari Arafah, Warga Rusak Lukisan Raja dan MBS
Begitu juga Aljazair mengungkapkan kekhawatirannya dan menuduh Maroko di balik aksi spionase petinggi beserta warganya. Maroko berada dalam lis konsumen perangkat spionase Israel dan tentu termasuk antek Zionis di bawah perjanjian Abraham.
Saat ini Amerika, yang notabene selalu menyalahkan China dalam serangan cyber, menjadi bahan kritik Beijing karena tutup mata akan skandal ini.
Zhao Lijian, Jubir Kemenlu China, pada hari Kamis mengatakan, “Kasus psyware Pegasus telah memperlihatkan bahwa keamanan cyber adalah masalah bersama yang telah menarik semua negara ke dalamnya.”
Jubir Zhao menegaskan bahwa semua kedaulatan harus saling merangkul menghadapi ancaman ini melalui perundingan atas dasar saling menghormati dan menambahkan, “Namun Amerika diam, padahal mereka selalu vokal dalam masalah pertahanan keamanan cyber.”
Sejarah Aksi Spionase Perusahaan Zionis
Aksi spionase kali ini bukan perkara pertama yang menyeret nama perusahaan Zionis. Tahun lalu, satu organisasi penelitian-akademik di Toronto, Kanada, dalam laporannya menuliskan bahwa Saudi dan Emirat meng-hack 36 smartphone jurnalis, editor, produsen, pembawa acara dan pejabat chanel al-Jazeera bersama dengan satu telpon jurnalis Al Araby di London.
Baca Juga : Kira-kira Apa Langkah Selanjutnya di Tepi Barat?
Sebelumnya juga dunia telah diguncang berita mengenai hack telpon Jeff Bezos, pemilik perusahaan Amazon dan surat kabar Washington Post, oleh pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan laporan warta disebutkan bahwa telpon genggam Jeff Bezos dihack ketika menerima satu pesan WhatsApp dari akun Mohammed bin Salman.
Oktober 2019, perusahaan Amerika Facebook mengadukan NSO Grup dengan tuduhan penyalahgunaan perangkat Pegasus untuk meng-hack 1400 akun WhatsApp, termasuk 100 akun aktivis HAM dan jurnalis. Tetapi perusahaan Zionis tersebut menolak tuduhan Facebook.
WhatsApp yakin bahwa NSO telah memasuki secara ilegal server WA. Menurut laporan salah satu insinyur WhatsApp di pengadilan, server yang dimaksud adalah yang berada di Los Angeles.
Di Palestina Pendudukan dan Cyprus juga ada pengaduan terhadap perusahaan cyber Tel Aviv tersebut. Jurnalis al-Jazeera dan sebagian jurnalis dan aktivis warga Qatar, Meksiko dan Saudi mengadukan bahwa mereka telah dihack melalui program spionase NSO Group.
Baca Juga : Pecinta Palestina Harus Mendekam di Penjara Saudi, Beda dengan Pecinta Israel
Tahun lalu juga, salah satu pengadilan di Israel menolak permohonan Amnesty International untuk menghapus izin jual produk perusahaan NSO Group dengan alasan kurang bukti.