Purna Warta – Akhirnya Evergreen keluar dari Terusan Suez dan melanjutkan perjalannya setelah kapal kontainer tersebut menabrak bibir jalur Mesir hingga menyebabkan kerugian pihak-pihak terkait.
Pertama dikabarkan penyebab kapal keluar jalur dan itu disebabkan oleh angin kencang. Namun indikasi ini ditolak mentah-mentah oleh Admiral Osama Rabie, Kepala kantor operasional Terusan Suez. Dengan tegas dia mengatakan bahwa penyebabnya bukanlah buruknya cuaca ataupun kencangnya angin.
Admiral Rabie menunjuk kapten kapal sebagai pelaku utama. Karena menurut pandangan Admiral Rabie, keputusan akhir di atas kapal ada di tangan sang kapten. Namun Osama Rabie diam dan tidak melontarkan kata ketika sampai pada kemungkinan sengaja dan tidaknya sang nakhoda.
Sebagian politikus menyisir benang-benang insiden yang merugikan para pedagang internasional ini dengan berbagai kacamata, apakah karena peristiwa alam atau kesengajaan nakhoda. Mereka terus menelusuri apa target di balik insiden merugikan para punggawa emas hitam ini.
Sebagian analis meyakini bahwa yang paling diuntungkan dari insiden ini adalah Israel. Mereka berpendapat bahwa peran Israel dalam kejadian ini sangatlah mungkin. Karena sejak lama, rezim Zionis berupaya mengajukan jaringan baru alternatif Terusan Suez demi menciptakan satu garis strategis superioritas Kawasan privasinya. Dan Terusan Suez adalah penghalang nyata dari impian ini. Oleh karena inilah, Israel berusaha membuktikan ketidaklayakan Terusan Suez sebagai jalur dagang internasional.
Apa Skenario Israel?
Berdasarkan dokumen yang dikuak oleh Bussines Insider, Israel semenjak dekade sebelumnya mencari jalan alternatif untuk Terusan Suez dikarenakan kontranya dengan Mesir.
Dokumen tahun 1963 memperlihatkan bahwa Amerika Serikat mengajukan telaah skenario penggunaan 520 bom nuklir kepada rezim Zionis untuk membangun jalur pengganti Terusan Suez pada tahun 60-an.
Berdasarkan analisa Lawrence Livermore National Laboratory, yang didukung oleh Kementerian Energi AS, dijelaskan, “Jalur seperti itu bisa menjadi strategi alternatif yang sangat bernilai dan mungkin akan membantu perkembangan ekonomi.”
Faktor non-realisasi dari siasat di atas, kala itu, adalah faktor politik. Karena ada indikasi kemarahan oleh negara-negara Arab sekitar Palestina Pendudukan yang tidak setuju akan adanya jalur alternatif.
Namun situasi terkini sangat berbeda dengan dahulu. Sekarang negara-negara kaya Arab, sebagiannya telah merajut kerjasama normal dengan Israel. Kalaupun tidak, mereka membangun jalan mudah untuk normalisasi. Maka bisa disimpulkan bahwa siasat di atas bukan hanya didukung, tetapi mungkin akan ada transfer investasi untuk realisasi manuver 520 bom nuklir.
Selain hubungan baik Mohammed bin Salman dengan petinggi Zionis, Mohammed bin Zayed, Putra Mahkota Emirat, jelas-jelas mengucapkan kemauannya untuk menanam modal tingkat langit di Israel.
Mungkin sekarang siasat ini tidak akan terjadi, akan tetapi jangan ragukan bahwa insiden kapal macet di Terusan Suez telah memercik api darurat jaringan alternatif selain Terusan Suez.
Skenario transportasi lain yang pernah menjadi sorot jeli Israel di Timteng adalah proyek kereta api Haifa-Teluk Persia, yang telah dipaparkan pasca normalisasi sebagian dunia Arab dengan rezim Zionis.
Proyek ini diprediksi akan memakan biaya 550 juta dolar, yang akan menyambungkan Israel-Yordania berlanjut wilayah-wilayah Asia Barat. Pada tahun 2019, Israel telah menulis proyek ini dalam agenda anggarannya. Proyek rel kereta Haifa-Teluk Persia telah dipaparkan sejak tahun 2015 dengan sangat serius di tengah acara-acara resmi oleh Menteri Keamanan dan Transportasi, Israel Katz.
Satu lagi proyek yang sedang dikembangkan oleh rezim Zionis adalah pipa East Med. Yuval Steinitz, Menteri Energi Israel, menjelaskan penolakan Turki akan proyek pipa ini dan mengatakan, “Ini adalah proyek pembangunan paling dalam dan panjang di dunia yang akan melewati bawah laut.”
Yuval Steinitz juga meyakinkan pengembangan proyek East Med untuk transisi gas alami dari Israel ke Benua Eropa.
Berasaskan fakta proyek impian Israel ini serta letak geopolitik, ekonomi bahkan nafsu ekspansi dan unilateralisme rezim Zionis, maka muncul pertanyaan, apakah Israel berperan dalam kasus Evergreen?
Baca juga: Terbuka Wacana Evergreen Dihack, Apakah Perang Laut Negara Adidaya Dimulai?