HomeAnalisaPerundingan Gagal di Amman, Kenapa Koalisi Saudi Tolak Tawaran Sanaa?

Perundingan Gagal di Amman, Kenapa Koalisi Saudi Tolak Tawaran Sanaa?

Purna Warta – Upaya koalisi Saudi bersama sekutu PBB-nya untuk membuka jalan-jalan di provinsi strategis Taiz dan lainnya mengalami kebuntuan, karena Sanaa sangat menegaskan dan menekankan kepentingannya dalam perundingan ini.

Kabar terbaru dan situasi krisis Yaman bergantung pada gencatan senjata dua bulan dan pembukaan beberapa jalan di beberapa provinsi, termasuk Taiz.

Taiz adalah provinsi penting dan strategis, di mana bisa dikatakan bahwa pasukan koalisi Saudi-Emirat terperangkap di sana. Dalam beberapa hari terakhir, PBB fokus dalam menemani koalisi Saudi mendukung pemerintahan Abdrabbuh Mansur Hadi untuk membuka beberapa jalan penyambung provinsi Taiz. Tapi mengalami kegagalan sehingga perlu kiranya untuk mengupas kebijakan Sanaa dalam hal ini.

Hari Sabtu minggu lalu, Hans Grunberg mengabarkan akhir perundingan tahap pertama di Amman, ibukota Yordania. Perundingan ini membahas tentang pembukaan jalan-jalan beberapa provinsi berasaskan pasal resolusi gencatan senjata.

Menurut laporan beberapa media, termasuk al-Arabiya, Wakil PBB untuk Yaman dalam kesempatan ini mengajukan sebuah pemaparan tentang pembukaan 6 jalan utama secara bertahap dalam jangka satu bulan di provinsi Taiz.

Grunberg menyebut inovasi ini sebagai angin segar dalam pertemuan langsung dua belah pihak untuk merundingkan pembukaan jalan.

Namun demikian, tahap pertama dan kedua perundingan Amman tidak berhasil mengeluarkan satu hasil pasti terkait krisis Yaman. Delegasi Yaman dan Saudi tidak mampu mengeluarkan satu keputusan tepat untuk membuka jalan beberapa provinsi yang pada akhirnya juga akan membuka blokade kota besar Yaman. Pembukaan jalan di sekitar Taiz dan beberapa wilayah penting lainnya merupakan inovasi PBB dalam resolusi gencatan senjata sebelumnya pada April.

Kesepakatan gencatan senjata telah berakhir dalam umur dua bulannya. Sementara kabar berita menyebutkan pelanggaran yang dilakukan koalisi Saudi dan para sekutunya, baik berkaitan dengan pasal wilayah darat ataupun penerbangan udara. Namun dengan desakan PBB, resolusi gencatan senjata diperpanjang untuk dua bulan ke depan sehingga akan terus membuka upaya untuk mencari perjanjian perdamaian.

Tim Lenderking, Utusan AS, dalam pernyataan terakhirnya di hari Selasa kemarin, di tengah perundingan yang hampir selesai, untuk keberapa kalinya menuntut Sanaa untuk membuka jalan-jalan provinsi Taiz. Sesuai dengan gaya Grunberg, Lenderking mengklaim bahwa membuka jalan-jalan Taiz sangat berguna untuk bantuan kemanusiaan dan membantu pula tujuan Amerika untuk menjalin perdamaian.

Utusan AS dan PBB secara khusus menujukan tuntutannya kepada pemerintahan Sanaa. Sementara Pemerintah Penyelamat Nasional Yaman yang bermarkas di ibukota Sanaa, tentunya juga memiliki beberapa tuntutan dan kepentingan strategi.

Pasca kegagalan perundingan di Yordania, Pemerintah Abdrabbuh Mansur Hadi berupaya menuding Ansarullah sebagai penghalang perundingan. Al-Razzami menegaskan, “Berita yang dinukil dari pihak lawan dalam perundingan dan klaim yang menyalahkan Ansarullah, tidaklah benar.”

Al-Khaleej 365 mengutip salah seorang sumber dari pemerintahan Abdrabbuh Mansur Hadi yang mengklaim bahwa delegasi perundingan pemerintah Hadi telah meninggalkan ibukota Amman karena inkonsistensi Ansarullah dan penolakan mereka akan pembukaan jalan Taiz.

Sumber ini juga mengklaim bahwa adapun pemerintah Mansur Hadi menerima semua tawaran Wakil PBB di Yaman untuk membuka jalan di Taiz dan semua provinsi lainnya. Dan Ansarullah menolak hal ini.

Sementara pihak delegasi Ansarullah menyatakan, “Kami telah mengajukan tawaran untuk membuka tiga jalan utama di Taiz dengan tujuan mengakhiri krisis, mempermudah jalan warga dan kendaraan. Akan tetapi tidak ada jawaban jelas dari pihak sana. Sehingga masalah ini menumbuhkan banyak pertanyaan tentang target mereka dalam perundingan ini.”

Pihak Sanaa mengajukan tiga jalan utama provinsi Taiz, bukan 6 ataupun lebih banyak.

Al-Razzami terus menegaskan targetnya untuk mengentas masalah sipil penduduk Taiz dan semua bangsa Yaman. Dia menuntut Wakil PBB untuk meneliti lapangan dan menentukan pihak siapa yang benar-benar menjadi penghalang pembukaan jalan.

Masalah dua delegasi ini timbul ketika pemerintah Sanaa menegaskan untuk membuka jalan demi kemanusiaan. Bahkan saat ini di lapangan, mereka membersihkan tanah yang menutupi jalan aspal al-Sittin sepanjang 12 kilometer, tepatnya di bagian barat Taiz. Jadi hingga saat ini, pemerintah Sanaa telah melangkah lebih dahulu dari pemerintah Mansur Hadi.

Akan tetapi koalisi Arab Saudi butuh pada izin pemerintah Sanaa untuk membuka jalan hanya untuk memindah peralatan senjata dan mereka menamakan hal ini dengan kebijakan strategis untuk mengangkat blokade dan perdamaian, di mana ini hanyalah upaya untuk mendapatkan kembali kekuatan yang hilang di medan perang.

Pembukaan jalan tidak dibutuhkan banyak, jika hanya untuk mengangkat krisis kemanusiaan. Banyaknya jalan terbuka yang dituntut oleh pihak koalisi Arab, hanya diperuntukkan untuk kelancaran transportasi peralatan senjata dan upaya mengembalikan kekuatan yang sudah habis di medan perang.

Jadi ada beberapa kepentingan yang sangat ditekankan oleh pemerintah Sanaa dalam perundingan ini. Selain dari upaya untuk menyelamatkan krisis dan mengurangi derita bangsa, mereka juga memperhatikan bahwa hal-hal kemanusiaan jangan sampai dimanipulasi musuh untuk mendapatkan kekuatan militer kembali.

Anggota Dewan Politik Ansarullah meyakini bahwa koalisi Saudi mencegah penduduk atau warga Taiz untuk keluar dari wilayah provinsi demi menjadikan mereka alat supresi politik.

Mahdi al-Mashat, Ketua Dewan Politik Ansarullah, terkait hal ini mengingatkan, “Jika musuh terus bersikeras mengenai Taiz, secara sepihak kami akan menjalankan program ini.”

Jika upaya-upaya internasional untuk menyempurnakan perdamaian dan pembukaan jalan, buntu karena target dan niat tak jujur Saudi dan Mansur Hadi, maka Sanaa akan menjalankannya sendiri.

Semua pemain yang terjun di medan Yaman menyadari bahwa gerakan Muqawamah Ansarullah dan komisi bangsa Sanaa mampu meneruskan gerakan perlawanan meski di luar struktur perundingan. Mereka tidak butuh pada kesepakatan politik. Oleh karena itu, menurut pandangan delegasi Sanaa, koalisi Saudi dan para sekutunya tidak akan pernah bisa menggantikan poin perang yang telah hilang di medan dengan poin politik.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here