Pertemuan Bersejarah Poros Oposisi Turki, Bersatu Melawan Erdogan

turki

Istanbul, Purna Warta – Al-Araby al-Jadeed melaporkan pertemuan poros oposisi perdana dalam sejarah Turki. Dalam pengamatannya di kesempatan ini, media kondang dunia Arab tersebut mengungkapkan kesepakatan bersama untuk membongkar sistem kepemimpinan Turki.

Sosial dan medan politik Turki dalam beberapa pekan terakhir diramaikan opini-opini tentang Pemilu Parlemen dan Kepresidenan yang akan diselenggarakan serentak pada tanggal 24 Juni 2023.

Baca Juga : Kenapa Mesir Harus Merangkul Iran?

Pertemuan Bersejarah Para Partai Oposisi Erdogan

Al-Araby al-Jadeed, 20/2, melaporkan pertemuan terbaru ini dan gerak-gerik politik semua partai, termasuk partai penguasa Keadilan dan Pembangunan, bahkan partai oposisi, seperti koalisi bangsa pimpinan partai Republik Bangsa.

“Mungkin peristiwa yang paling urgen dalam kancah politik terpancar dalam foto pertemuan. Konferensi ini diramaikan oleh 6 pemimpin partai oposisi,” hemat al-Araby al-Jadeed.

Di sana ada Kemal Kilicdaroglu, Ketua partai Republik Bangsa (Republican People’s Party), Meral Aksener, Ketua partai Kebaikan (Good Party), Ahmet Davutoglu, Ketua partai Masa Depan (Future Party), Ali Babacan, Ketua partai Demokrat dan Kemajuan (Democracy and Progress Party), Gultekin Uysal, Ketua partai Demokrat (Democratic Party) dan Temel Karamollaoglu, Ketua partai Kebahagiaan (Felicity Party).

Dalam pernyataan bersama konferensi poros oposisi ini dijelaskan, “6 Ketua partai telah mengadakan pertemuan di hari bersejarah. Mereka ingin melakukan satu telaah historis terkait dengan visi Turki di masa depan, karena Ankara sedang menghadapi krisis paling besar, krisis politik dan ekonomi.”

Baca Juga: Times: Barat Harus Pisah Rusia-China, AS Tidak Mampu Perang di 2 Medan

Kesepakatan Partai Oposisi untuk Mengembalikan Sistem Parlementer

Di kelanjutan pernyataan pertemuan tersebut ditambahkan, “Para hadirin konferensi menyepakati satu sistem Parlementer yang kuat dengan tujuan menguatkan dewan legislatif, eksekutif dan pengadilan, mendirikan pemerintahan hukum dan demokrasi, menjauh dari (politik) bipolar dan bergantung pada permusyawaratan serta konsensus. Para partisipan menegaskan bahwa mereka telah mencapai satu strategi yang akan diumumkan pada tanggal 27 Februari. Tujuannya adalah menuliskan tahapan-tahapan transisi sistem kepemimpinan sekarang ke sistem Parlementer jika oposisi menang dalam Pemilu mendatang.”

“Meskipun dalam pertemuan ini, koalisi pemilihan umum antar 6 partai belum diumumkan, namun mungkin di tahap berikutnya akan dijelaskan. Manuver keras para partai oposisi ini telah dilakukan sejak bulan-bulan lalu dan sudah mencapai puncaknya dalam bentuk pertemuan dua belah pihak maupun segi tiga. Konferensi yang diadakan oleh para ketua partai oposisi ini dalam upaya menyatukan meskipun mereka berbeda dalam ideologi, pemikiran dan politik. Hal ini ditujukan untuk membangun kekuatan melawan koalisi penguasa, khususnya berdiri di depan Erdogan, Presiden Turki, di Pemilu depan,” tulis al-Araby al-Jadeed.

Gerak poros oposisi ini juga ditargetkan untuk membangun persatuan dalam menghancurkan sistem kepemimpinan sekarang, yang menurut ideologi para oposisi, merupakan faktor utama krisis dan masalah politik, sosial serta ekonomi Ankara di potongan waktu ini.

Dengan dasar ini, pernyataan bersama para Ketua partai oposisi fokus pada upaya untuk menciptakan satu sistem pemerintahan yang kuat, adil dan berdemokrasi yang menjamin kebebasan. Di mana di sana akan ada pembagian kekuasaan melalui dewan legislatif yang kuat bersama dengan dewan eksekutif yang transparan nan efektif serta satu pengadilan yang netral dan bebas.

Baca Juga : Dewan Keamanan dan Perang Yaman: Semuanya Receh

Begitu Pentingnya Pemilu Depan

Analis al-Araby al-Jadeed menegaskan, “Demi masa depan dan sosial Turki, Pemilu depan sangatlah urgen sehingga akan sangat berbeda dengan pemilihan-pemilihan sebelumnya. Maka tidaklah mengherankan jika partai-partai dan politikus Ankara bergerak menyiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari, bahkan lebih maju satu tahun, mereka telah memobilisasi pasukan dan garda pendukung. Mereka sudah mulai fokus dalam menyorot Pemilu depan sebagai stasiun penting dalam sejarah Turki. Karena di sana akan diputuskan, apakah sistem kepemimpinan Turki akan terus berlanjut ataukah tidak, yaitu Ankara akan pulang kembali ke sistem Parlementer dalam bentuk yang lebih kuat dari sebelumnya tentunya, sebagaimana yang diklaim oleh para oposisi.”

“Sejak dijalankannya sistem Kepresidenan setelah referendum 16 April 2017 lalu, sistem Kepresidenan bereformasi menjadi polarisasi keras politik, karena koalisi penguasa menganggapnya sebagai sistem ideal untuk Turki, sedangkan partai-partai oposisi melihatnya sebagai pemerintahan privasi, bahkan mengatakan bahwa sistem ini tidaklah layak disebut sebagai sistem politik,” tambah analis al-Araby al-Jadeed.

Dari segi inilah, maka pertemuan poros oposisi menjadi satu peristiwa perdana dalam sejarah, karena mayoritas partai oposisi sekarang bersatu dan memiliki kepentingan bersama yaitu menolak sistem Kepresidenan sekarang dan berjuang untuk kembali ke sistem Parlementer. Demi mencapai target ini, mereka berharap pada pemilik suara untuk kemenangan dalam Pemilu. Karena untuk mencapai tujuan ini, mereka harus mendapatkan paling tidak 360 kursi di Parlemen, hal yang diwajibkan untuk merubah UUD sistem kepemimpinan.

Baca Juga : Mesir, dari Ancaman Yaman Hingga Ribut dengan Saudi

Poros Oposisi Harus Menyepakati Satu Kandidat Presiden Depan

Menurut analisa media kondang dunia Arab tersebut, bipolar dalam identitas sistem politik merupakan sumber pertikaian antara partai koalisi penguasa dan partai oposisi, di mana ini sebenarnya pertarungan antar pendukung pemerintahan Erdogan dan oposisi.

Dari segi ini, poros oposisi harus mencari jalan sepakat dalam menentukan siapa pihak yang akan diutus untuk menduduki kursi kepresidenan melawan Recep Tayip Erdogan sebagai kandidat koalisi penguasa Turki.

Menelisik opini-opini yang dilontarkan akhir-akhir ini tentang kandidat menunjukkan bahwa kesepakatan dan kesatuan tentang kandidat tidak akan terealisasi dalam waktu dekat. Analisa ini didasarkan oleh al-Araby al-Jadeed dengan merujuk pada nama-nama yang dipaparkan seperti Kemal Kilicdaroglu, Ketua partai Republik Bangsa, juga diajukan nama Ekrem Imamoglu, Gubernur Istanbul dari partai Republik Bangsa dan ada pula nama eks Presiden Abdullah Gul dan nama-nama lainnya.

Hal ini juga bisa dijadikan bukti, menurut al-Araby al-Jadeed, sebagai alasan absennya pembahasan kandidat presiden dalam pertemuan terakhir. Mereka hanya menegaskan kepentingan bersama dalam kesempatan ini. Dengan demikian, maka poros oposisi harus meyakinkan pada pemilik suara Turk bahwa mereka memiliki kandidat pantas untuk Pemilu Kepresidenan dan dia akan membangun kondisi lebih baik pasca terpilih.

Baca Juga : Respon Anyar Menlu Saudi Menyorot Perundingan Wina

Indikasi Terbentuknya Koalisi Ketiga

Analis al-Araby al-Jadeed menelisik detail pertemuan bersejarah poros oposisi ini lalu menjelaskan bahwa menurut sebagian pakar politik Turki ada satu titik aneh yang harus diperhatikan dalam konferensi petinggi poros oposisi ini dan itu adalah absennya partai Kurdi Demokratik Bangsa. Khususnya setelah partai ini menegaskan akan terbentuknya koalisi ketiga.

Satu urusan yang sudah terbesit dalam pernyataan Ketua partai Republik Bangsa, saat dia menyatakan, “Mereka tidak tutup mata dengan partai Bangsa.”

“Jika mereka melakukan hal tersebut, ini menandakan bahwa mereka tidak percaya dengan demokrat. Tapi jelas bahwa sebagian petinggi 6 partai oposisi ini memperhatikan partai Demokrasi Bangsa. Mereka tidak ingin satu persatu dari petinggi oposisi untuk tampil, khususnya setelah tuduhan-tuduhan pemerintahan Erdogan terhadap partai ini. Pemerintah mengklaim hubungan gelap partai Demokrasi Bangsa dengan partai Buruh Kurdi atau PKK yang tertulis dalam buku teroris Ankara,” hemat al-Araby al-Jadeed.

Baca Juga : Manuver Bahrain dengan Visa Emas: Menarik Investor atau Reformasi Sosial?

Faktor-Faktor Berpengaruh dalam Pemilu 2023

Di akhir, al-Araby al-Jadeed menulis bahwa meskipun survei pusat analisis Turki menunjukkan hasil pro dan kontra terkait suara dan pendapat mereka mengenai kondisi umum sekarang, namun hingga saat ini masih sangatlah cepat untuk memprediksikan pihak pemenang Pemilu 2023. Hal ini dikarenakan partai Keadilan dan Pembangunan memiliki warisan ekonomi dan pencapaian besar sosial dalam beberapa tahun memimpin.

Sementara oposisi hanya bersandar pada krisis sekarang untuk menarik suara dan melawan. Padahal hal ini sangatlah terkait dengan beberapa faktor, yang paling penting berkaitan dengan faktor identitas politik yang akan dihadapi pemerintahan ke depannya. Begitu juga terikat dengan faktor perubahan dan perkembangan situasi ekonomi serta sosial yang berefek pada kehidupan pemilik suara Turki.

Baca Juga : Militer Rusia Rebut Kota Terbesar Kedua Ukraina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *