Purna Warta – Kabinet rezim Israel menghadapi konflik internal yang berbeda mengenai cara memerintah Gaza di era pasca perang.
Perang di Gaza mendekati hari ke-100. Meskipun sekitar 23.000 warga Palestina telah menjadi martir dan lebih dari 60.000 orang terluka dan rezim Israel sendiri mengalami kerusakan parah, tidak ada visi pasti yang tersedia untuk mengakhiri perang.
Baca Juga : Kelompok Teroris Al Shabab Sita Helikopter PBB di Somalia
Pengakhiran perang berada dalam ketidakpastian karena berbagai alasan, misalnya rezim Israel gagal memenuhi tujuan apa pun termasuk pembebasan tawanan dan penghancuran Hamas.
Namun, salah satu alasan utamanya adalah kurangnya strategi dan rencana pemerintahan yang jelas di Gaza pasca perang.
Dalam kabinet Netanyahu, tidak ada konsensus mengenai bagaimana memerintah Gaza setelah perang namun terdapat konflik yang kuat di antara para anggota sedemikian rupa sehingga menyebabkan pemisahan sidang kabinet.
Pekan lalu, Benjamin Netanyahu terpaksa membatalkan sidang kabinet untuk meninjau situasi di Jalur Gaza setelah konflik berakhir, karena meningkatnya tekanan dari anggota kabinet yang ekstremis.
Baca Juga : WHO Ingatkan Situasi Kemanusiaan dan Medis Sangat Buruk di Gaza
Ada beberapa pandangan yang bertentangan dalam kabinet konflik Netanyahu. Netanyahu, Perdana Menteri Israel, mengusulkan gagasan untuk menciptakan zona penyangga dan menyatakan bahwa hanya tentara Israel yang dapat menjamin bahwa Gaza tetap menjadi wilayah sipil. Namun, Bibi yang mengusung gagasan merelokasi warga Gaza, berupaya untuk tetap tinggal di Gaza.
Gagasan ini diikuti dalam bentuk lain oleh beberapa anggota kabinet yang ekstremis; Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menegaskan bahwa dengan berakhirnya perang, rezim harus menduduki Jalur Gaza dan memulai pembangunan pemukiman di sana: “Kita perlu membangun pemukiman Yahudi di Gaza. Jika tidak, kita’ akan bangun dengan 7 Oktober yang baru dalam 10 tahun ke depan.
Sebaliknya, orang-orang Israel seperti Gallant dan Gantz percaya bahwa dengan berakhirnya perang, Israel tidak lagi bertanggung jawab atas Gaza.
Yoav Galant, menteri perang Israel, mengatakan kapan pun konflik selesai, tanggung jawab Israel terhadap Gaza akan berakhir. Presiden Partai Persatuan Nasional Israel percaya bahwa segera setelah perang, pemerintahan Gaza harus diserahkan kepada Otoritas Palestina dan Israel tidak boleh memikul tanggung jawab apa pun dalam hal ini.
Baca Juga : ICJ Membuka Sidang Kasus Afrika Selatan Melawan Israel
Yang penting adalah rezim Israel dan AS mempunyai pendapat yang berbeda mengenai pemerintahan di Gaza pasca berakhirnya konflik Israel di kota Palestina tersebut.
Sumber-sumber Israel mengatakan pemerintah AS berupaya menyerahkan pemerintahan Gaza kepada Otoritas Palestina setelah perang.