Perang Yaman Berakhir, Habis Sudah Impian Jadi Raja Dunia Ahlu Sunnah

saudi-yaman

Purna Warta – Muhammad bin Salman, Putra Mahkota Arab Saudi, merangkul beberapa negara dunia Arab dengan tujuan kolonialisme di tanah tetangga, Yaman, dengan sedikit niatan untuk menjadi Raja di dunia Ahlu Sunnah. Enam tahun berlalu, perang Yaman lebih memihak poros dalam negeri Sanaa dan MBS-pun melalui harinya dengan gundah.

Al-Quds al-Arabi menganalisa kemenangan poros dalam negeri Yaman yang berhasil menangkal semua agresi koalisi Saudi, ditambah Amerika yang memutus dukungannya terhadap koalisi tersebut.

Al-Quds al-Arabi menyatakan, “Perang sudah usai.” Yaitu dengan penarikan dukungan AS atas koalisi Saudi, perang sudah berakhir. Namun dalam analisa surat kabar dunia Arab tersebut, ada beberapa pelajaran atau ibrah yang terkandung dalam hal ini, yaitu bagaimana satu negara dengan anggaran militer terbesar ketiga dunia pasca Amerika dan Cina, tidak mampu menang dalam perang ini. Bahkan Istana tidak bisa menjaga wilayah udara dan melindungi tanah airnya. Rudal Yaman telah merubah peta perang dan menjadi senjata balasan yang paling ampuh.

Perang Yaman dimulai dengan sebuah syiar Topan Penentu. Para agresor mengklaim bahwa mereka bertujuan untuk mengakhiri hegemoni Iran di Yaman dan mengembalikan Abdrabbuh Mansur Hadi ke tampuk kekuasaan.

Di saat yang sama, Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman menarik banyak kalangan negara Ahlu Sunnah hingga merangkul banyak pihak Arab seperti Emirat, Bahrain, Maroko, Mesir dan Qatar, namun tak disangka negara-negara tersebut mundur satu demi satu dan terakhir Emirat juga meninggalkan Saudi sendiri di padang pasir Sanaa.

Setelah 6 tahun perang berjalan, hasil sangatlah bertentangan dengan impian utama dan pemerintah Raja Salman terikat dalam pusaran masalah besar. Tapi yang paling mengkhawatirkan Saudi adalah kekuatan poros resistensi kerakyatan Yaman, al-Houthi atau Ansarullah.

Dengan anggaran 70 miliar dolar tahun 2019, Arab Saudi berada di peringkat ketiga negara dunia yang menggelontorkan uang untuk ranah militer. Jika dibandingkan dengan pendapatan negara, Saudi berada di peringkat pertama yang menganggarkan cuannya untuk militer, yaitu 9 hingga 10 persen pendapatan dipisahkan untuk kebutuhan militer, sedangkan negara seperti Prancis hanya rela mengeluarkan uangnya untuk militer tak lebih dari 2% dari pendapatan.

Dalam analisa al-Quds al-Arabi, jumlah anggaran segunung ini bisa menciptakan militer sekuat Iran dan Turki. Akan tetapi perang Yaman telah menguak banyak fakta, salah satunya anggaran 70 miliar dolar tidaklah nyata. Ini pertama dalam sejarah.

Bukti bahwa anggaran militer Saudi bukan 70 miliar dolar, dalam pengamatan al-Quds al-Arabi, adalah:

Pertama: Banyak terdengar berita mengenai pembelian senjata dan perlengkapan militer oleh Arab Saudi. Tapi faktanya adalah perlengkapan militer Riyadh sangatlah terbatas, tidak menunjukkan buah anggaran 70 miliar dolar.

Arab Saudi tidak memiliki perangkat pertahanan udara yang cukup. Perang membuktikan kelemahan Saudi di bawah standar pasca Amerika dan Uni Eropa memutus penjualan senjata kepada mereka. Sebagai perbandingan, anggaran militer Arab Saudi lebih tinggi dari semua anggaran dunia Afrika dan Arab lainnya, tetapi kesiapan Riyadh lebih rendah dari negara Afrika seperti Maroko, Aljazair dan Mesir.

Di lain pihak, pemerintah Saudi juga mengemis bantuan negara-negara lain untuk memenangkan perang hingga terbentuklah koalisi Arab Ahlu Sunnah; Bahrain, Emirat, Mesir, Yordania, Maroko, Qatar dan Sudan. Namun fakta menyatakan bahwa Saudi tidak melakukan hal kecuali kejahatan perang di Sanaa, merusak rumah sipil, rumah sakit, sekolah, menghancurkan acara perkawinan dan mereka tidak mampu meraih poin melawan al-Houthi.

Juga untuk mengaktifkan sistem pertahanan udara, Saudi minta bantuan ahli Amerika, Inggris dan Prancis. Pentagon telah mengirim ahli untuk menentukan titik sasaran rudal ke Arab Saudi. Dan sekarang banyak bukti bahwa mereka juga tidak berhasil. Militer Saudi juga masih tidak bisa mengaktifkan sistem Patriot sehingga Amerika mengirim tim lain perihal ini ke Riyadh.

Ditambah lagi kelemahan Patriot, sebagai sistem pertahanan termutakhir yang dielu-elukan dunia, juga mendapatkan sorot mata militer dunia. Bahkan New York Times pada tanggal 5 September 2017, pasca rudal Yaman menghantam pangkalan udara Raja Khalid dan kegagalan Patriot dalam menangkal rudal tersebut, menulis, “Kejadian ini sangat mengkhawatirkan untuk keamanan nasional Amerika.”

New York Times menambahkan, untuk menangkal satu rudal biasa Yaman, Patriot meluncurkan 7 rudal. Maka seandainya terjadi perang antara Iran versus Saudi atau Amerika vs Iran, bagaimana nanti? Apalagi jika terjadi perang dengan Rusia dan Cina, tidak bisa dibayangkan.

Kedua: Hal yang menjadi pelajaran dari perang Yaman adalah rudal kembali membuktikan keampuhannya dalam menentukan peta perang. Peran penting rudal telah ditunjukkan semenjak periode Uni Soviet. Secara detail, di perang Israel-Hizbullah tahun 2006 rudal mampu menciptakan keseimbangan dan menjadi senjata balasan yang menakutkan, bahkan Israel tidak berani lagi untuk koar-koar perang dengan Lebanon.

Di akhir analisa, al-Quds al-Arabi mengkalkulasi pesan-pesan perang Yaman dan menulis bahwa perang ini akan segera berakhir dengan kekalahan Saudi dan karena kebijakan baru AS untuk memutus bantuan ke koalisi. Berikut pesan dan ibarah perang:

Pertama: Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, gagal mendeklarasikan diri sebagai Raja dunia Ahlu Sunnah atau gagal sebagai Raja Ahlu Sunnah di dunia Arab. Lebih dari sebelumnya, perang ini telah merusak segalanya.

Kedua: Kelemahan militer Saudi telah terbuktikan dan terkuak. Perang ini telah menunjukkan bahwa Saudi tidak akan mampu mengimbangi kekuatan Iran, bahkan Pakistan dan Mesir sekalipun. Saudi masih butuh pada tangan panjang Amerika, Inggris dan Prancis untuk menyokong dari belakang.

Ketiga: Arab Saudi dan Emirat kini dikenal sebagai penjahat HAM oleh dunia. Pengadilan dunia bisa mengadili petinggi kedua negara.

Keempat: Sekali lagi rudal menunjukkan kemampuannya untuk merubah peta perang. Rudal mampu menciptakan superioritas udara dan mengalahkan keunggulan pesawat tempur. Karena hal inilah, negara-negara internasional mengembangkan rudal sebagai sistem pertahanan.

Perang Yaman juga memiliki pengaruh di Kawasan. Banyak analis yang mengamati hal ini. Eran Lerman, Kolonel pensiunan dan Wakil Ketua Institut Quds mengatakan, “Kemenangan Yaman dalam perang adalah bahaya strategis untuk rezim Zionis. Rezim harus membantu koalisi Saudi.”

Hamza al-Hassan, oposisi Saudi dan anggota tim kepemimpinan gerakan Khalas, dalam akun twiternya menulis pengaruh serta efek akhir perang Yaman untuk Kawasan dan Arab Saudi, “Kekalahan Saudi di Yaman akan menyebabkan kedekatan Saudi-Israel. Di saat kedua negara melemah, peran Iran dan Turki akan semakin menguat dan tidak jauh dari kemungkinan bahwa dengan kekalahan ini, pemerintah Saudi akan mencegah perannya di regional dan bergelut dengan permasalahan dalam negeri.”

Baca juga: Putri Penguasa Dubai Dipenjara di Sebuah Vila!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *