Perang Rusia-Ukraina, Efeknya ke Dunia Arab dan Tugas Baru di Kawasan

rusia-ukraina

Purna Warta – Sebagian negara-negara dunia Arab mengkhawatirkan perluasan perang Rusia versus Ukraina, maksud Amerika yang ingin terjun ke tengah krisis serta efeknya dalam merusak stabilitas dunia.

Selain mengamati riwayat perang Barat dan Timur serta peran Arab dalam konflik, Anadolu juga menganalisa situasi yang dihadapi negara-negara ini dalam lingkup krisis Ukraina dan Rusia. Media Turki itu juga mengkalkulasi satu persatu tugas yang diemban dunia Arab pasca invasi ini.

Baca Juga : Kenapa Emirat Abstain dalam Pemungutan Suara Kecaman Invasi Rusia?

Sejarah Perang Barat-Timur dan Efeknya di Barat Asia

“Kawasan Timur Tengah memiliki puluhan medan persaingan dan kompetisi hegemoni serta kepentingan antara Amerika Serikat dan Rusia di berbagai bidang. Hal ini terus berlanjut hingga periode panas Donald Trump dan penurunan intervensi Washington dalam konflik Timteng sejak aktifnya Joe Biden pada Januari 2021. Di tengah situasi ini, Washington memutuskan strategi fokus ke Asia dalam upaya menghadapi satu indikasi bahaya dari China atau Rusia,” hemat Anadolu. ‘

Kebutuhan Gedung Putih ke sumber energi Barat Asia dan Timur Tengah secara umum telah berkurang. Selain itu, terpampang politik rezim AS yang mengurangi tensi persaingan dengan Iran, bahkan menjauh dari konflik Arab-Iran di Teluk Persia.

Menurut analisa Anadolu Agency, Amerika Serikat selama periode ini mengambil siasat mendorong Iran untuk kembali ke JCPOA dan mengajaknya untuk terus menjalankan isi resolusi nuklir. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan diri AS sendiri bahwa Tehran tidak ingin menciptakan senjata pembunuh massal.

Tentang panasnya hubungan Amerika dan Arab Teluk Persia, menurut media Turki ini, hal tersebut dikarenakan pengaktifan batasan dalam pembelian senjata dan perlengkapan perang yang telah mengakibatkan beberapa negara Arab, khususnya Saudi dan Emirat, memutar arah ke China dan Rusia dalam berbagai kancah.

Baca Juga : Eropa Tolak Tuntutan Ukraina untuk Sanksi Rusia di SWIFT

Kekhawatiran Negara-Negara Timur Tengah akan Kontinuitas Perang

“Antara Iran, Mesir, Irak dan semua kedaulatan Kawasan ingin mengeratkan kerja sama ekonomi dan perdagangannya dengan Rusia dan China. Karena hal inilah, sebagian sumber pengambil keputusan AS menganggap kerja sama keamanan dan ekonomi Rusia dan China dengan beberapa negara Timteng sebagai masalah dan penghalang dari pihak Moskow dan Beijing untuk kepentingan Washington,” tulis Anadolu.

Terkait perang Rusia-Ukraina, Anadolu mengamati, “Negara-negara Timteng takut akan kontinuitas perang dan kemungkinan perluasan perang Ukraina dan Rusia. Karena instabilitas di dunia dan Timur Tengah akan membuka kesempatan bagi Amerika Serikat. Kawasan Timteng, yang dari segi sejarah merupakan medan pertarungan Barat dan Timur ini, telah menanggung banyak kerugian persaingan antar kubu raksasa.”

Sementara beberapa negara Timteng, khususnya kedaulatan minyak dan gas Teluk Persia, melihat hal ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan AS. Dan Washington juga butuh pada beberapa negara ini sebagai pengentas krisis gas Rusia di negara-negara Eropa.

“Jika pemerintahan Biden terus meningkatkan sanksi atas Rusia, kemungkinan Moskow akan mengambil kebijakan memutus atau mengundur pemasaran energi dunia,” hemat Anadolu.

Baca Juga : Apa Target Amerika di Perbatasan Suriah-Irak?

Gas adalah Masalah Utama Eropa dalam Membalas Negeri Beruang Merah

“Visi memutus aliran gas dan minyak ke Benua Biru telah mengkhawatirkan Amerika dan Uni Eropa. Mereka berupaya mengambil langkah antisipasi untuk menguatkan pertahanan energi dan mencegah krisis umum serta perubahan harga emas hitam dan gas di Eropa. Satu perubahan yang akan terjadi karena difaktorkan oleh sanksi Joe Biden di pasar dunia,” tulis Anadolu.

Efek sanksi pemerintahan Joe Biden, menurut analisis media Turki ini, sanksi akan mengakibatkan larangan pembelian gas serta minyak Negeri Beruang Merah. Perang itu sendiri akan menutup jalan transportasi dari tanah Ukraina atau Laut Hitam ke Eropa karena bahaya.

“Survei resmi menunjukkan bahwa negara-negara Eropa bergantung pada Rusia untuk memenuhi kebutuhan 40% akan gas alami. Untuk menemukan pengganti Rusia, bukanlah kerja mudah,” hemat Anadolu Agency.

Dikelanjutan analisanya ini, Anadolu Agency (AA) menuliskan bahwa dalam kunjungan Sheikh Tamim bin Hamad, Emir Qatar, ke Washington di akhir Januari lalu, kedua belah pihak telah mengajukan tawaran untuk mengirim gas cair alami dari Qatar ke Eropa. Proyek yang ditawarkan akan direalisasikan jika perang Ukraina-Rusia memang terjadi. Namun demikian, para analis meyakini bahwa transisi gas Qatar ke Uni Eropa butuh pada waktu panjang. Selain itu, kapasitas Qatar terbatas karena perjanjiannya dengan negara-negara produsen gas Asia dan Afrika.

Baca Juga : Otoritas Palestina Cari Cara Menumpas Gerakan Perlawanan Tepi Barat

Terkait negara-negara produsen gas, Anadolu menuliskan, “Selain Qatar, negara-negara lainnya seperti Aljazair dan Mesir bisa membantu mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia dan memenuhi kebutuhan mereka. Begitu juga negara-negara produsen minyak, seperti Saudi, Irak, Kuwait dan Emirat mampu membantu Benua Biru untuk mengurangi kebutuhan emas hitamnya kepada Kremlin.”

Imigrasi dan Pertanian: Krisis Baru

Anadolu juga mengupas sisi lain dari efek krisis ini dan menuliskan, “Selain dari efek krisis Moskow-Kiev di bidang energi, negara-negara Timteng dan Utara Afrika akan menanggung dampak perang dalam bidang perdagangan pertanian dan industri sereal negara-negara Laut Hitam. Hal lainnya yang harus diperhatikan adalah pelarian imigran dari wilayah perang ke negara-negara Benua Biru serta tekanan yang akan mengganggu program bantuan internasional ke para imigran.”

“Banyak negara-negara Arab yang bergantung pada impor gandum Rusia ataupun Ukraina untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Negara-negara Arab seperti Lebanon, Yaman, Libya, Mesir, Tunisia dan Aljazair, mereka adalah negara-negara yang akan sengsara karena krisis. Perang Rusia-Ukraina bisa jadi meningkatkan penderitaan rakyat mereka karena efek peningkatan harga gandum dan kelangkaannya di pasar dunia,” tambahnya.

Kapasitas impor gandum, menurut Anadolu Agency, begitu juga bahan makanan dasar, seperti jagung dan minyak sayur dari Rusia serta Ukraina mencapai angka 30% di pasar dunia. Ukraina merupakan negara terbesar kelima pengimpor gandum internasional.

Negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Teluk Persia bergantung pada impor gandum dan banyak bahan makanan dari negara lain. Sementara negara-negara seperti Iran dan Aljazair merupakan negara-negara pengimpor gandum di tingkat sepuluh besar pasar internasional.

Baca Juga : Hizbullah: Ukraina, Contoh Baru Pencampakkan Teman Oleh AS

Media Ankara tersebut juga mengamati efek krisis di Benua Afrika dan menuliskan, “Mesir mengimpor gandum sebesar 60% dari Rusia untuk kebutuhan rakyatnya dan sebesar 30% dari Ukraina. Intervensi Rusia di Suriah dan Libya telah mempersulit krisis di negara-negara ini sehingga dunia Arab melihat perang antara Rusia, Eropa dan AS ini dengan getir karena takut perang tersebut akan merusak upaya internasional untuk menyelesaikannya secara politis.”

Di akhir AA menyimpulkan, “Mayoritas negara Arab berupaya untuk tidak mengambil keputusan politis apapun dalam menanggapi krisis Ukraina-Rusia demi menjaga balance serta keseimbangan relasi dengan Moskow dan Washington. Namun kontinuitas perseteruan antara AS-Rusia terkait Ukraina akan memaksa dunia Arab untuk mengambil keputusan politik antara Rusia, AS dan UE. Namun demikian, negara-negara Arab seperti Suriah, Saudi, UEA, Irak, Aljazair dan negara-negara lain Kawasan seperti Iran akan berusaha mempertahankan relasinya dengan Rusia karena kebutuhan mereka dalam ranah militer dan partisipasi politik bersama Moskow.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *