Purna Warta – Di tengah ketegangan yang meningkat di Timur Tengah, keterlibatan CIA Amerika Serikat dalam operasi intelijen dan militer Israel di Lebanon semakin menarik perhatian. Laporan dari i24News dan Israel Hayom mengungkapkan bahwa Amerika Serikat memainkan peran signifikan dalam serangkaian operasi yang menargetkan Hizbullah, menyoroti kompleksitas hubungan antara kekuatan Barat dan rezim Zionis serta implikasi yang lebih luas bagi stabilitas kawasan.
Kerjasama Intelijen antara Amerika Serikat dan Israel
Informasi yang diperoleh dari sumber-sumber keamanan Lebanon menunjukkan bahwa kehadiran Amerika Serikat dalam operasi militer Israel bukanlah hal baru. Sejumlah laporan mengindikasikan bahwa pada saat yang sama dengan serangan yang menargetkan pejabat Hizbullah, 15 perwira dari Badan Intelijen Pusat (CIA) tiba di Beirut, menciptakan pertanyaan mengenai tujuan dan dampak dari kehadiran mereka tersebut. Menurut laporan, kehadiran ini terkait dengan pengumpulan informasi strategis tentang Hizbullah dan potensi perubahan dalam kepemimpinan organisasi tersebut setelah munculnya isu tentang kemungkinan pembunuhan Sayyid Hassan Nasrallah.
Kegiatan CIA dan Pengumpulan Intelijen
Dalam analisis lebih lanjut, para perwira CIA yang tiba di Lebanon bergabung dengan unit intelijen yang beroperasi di Kedutaan Besar Amerika di Awkar. Unit ini memiliki tanggung jawab penting dalam operasi spionase, termasuk merekrut informan dan menganalisis data yang diperoleh dari sumber lokal dan jaringan teknis. Tindakan ini, meskipun diklaim sebagai bagian dari upaya melawan terorisme dan kejahatan terorganisir, sering kali menjadi kedok untuk memperkuat posisi Amerika dan Israel terhadap Hizbullah.
Target Serangan Israel dan Dampaknya
Salah satu insiden yang paling signifikan dalam beberapa waktu terakhir adalah serangan Israel yang menargetkan Haj Wafiq Safa, pejabat Hizbullah yang bertanggung jawab atas hubungan dengan lembaga keamanan Lebanon. Meskipun Safa bukan seorang pemimpin militer, serangan ini menunjukkan bahwa informasi yang dikumpulkan oleh intelijen Amerika dapat langsung memengaruhi keputusan strategis Israel. Dalam konteks ini, ada kekhawatiran bahwa keterlibatan Amerika tidak hanya sebatas dukungan intelijen, tetapi juga dapat dianggap sebagai kolaborasi dalam aksi-aksi militer yang meningkatkan ketegangan di Lebanon dan sekitarnya.
Strategi Amerika untuk Melemahkan Pengaruh Hizbullah
Amerika Serikat, melalui Duta Besarnya di Beirut, Lisa Johnson, tampaknya mendorong narasi “Lebanon pasca-Hizbullah.” Strategi ini berfokus pada upaya melemahkan pengaruh Hizbullah baik di arena politik maupun militer, dengan melibatkan kekuatan politik dan non-politik di Lebanon untuk merencanakan masa depan negara tanpa kehadiran Hizbullah sebagai kekuatan dominan. Hal ini menjadi semakin jelas dengan serangan terhadap infrastruktur non-militer Hizbullah, seperti pusat kesehatan dan bantuan, yang bertujuan untuk mengurangi dukungan domestik terhadap kelompok tersebut .
Keterlibatan Amerika Serikat dalam operasi militer Israel di Lebanon menunjukkan dimensi baru dalam hubungan geopolitik yang kompleks di Timur Tengah. Dengan mendukung Israel melalui pengumpulan intelijen dan operasi militer, Amerika tidak hanya berperan sebagai pengamat pasif, tetapi sebagai aktor aktif yang berusaha memengaruhi arah kebijakan dan stabilitas di kawasan ini.
Dengan demikian, analisis ini menyoroti bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Amerika Serikat dalam konteks ini memiliki dampak jangka panjang terhadap keamanan dan stabilitas Lebanon. Bagaimana respons Hizbullah dan sekutunya terhadap provokasi ini akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah masa depan konflik di kawasan tersebut. Ketegangan yang dihasilkan dari keterlibatan ini menggarisbawahi pentingnya pemantauan yang terus menerus terhadap dinamika politik dan militer di Lebanon dan Timur Tengah secara keseluruhan. [MT]
Referensi:
- i24News: Report: CIA in Lebanon to uncover military’s ties to Hezbollah
- Israel Hayom: Hezbollah Evacuates from Dahiya Beirut