Penindasan Terhadap Pemrotes Minoritas di Suriah oleh Kelompok-Kelompok Bersenjata

minority

Tehran, Purna Warta – Dalam sebuah analisa Alireza Majidi membahas konflik terbaru antara pemerintahan de facto Abu Muhammad al-Julani, pemimpin Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), dengan kelompok-kelompok minoritas agama dan etnis, termasuk Kristen dan Alawi.

Kejadian Terbaru dan Latar Belakang

Majidi, seorang pakar isu Timur Tengah, menjelaskan bahwa menjelang Tahun Baru Masehi—yang diakui dalam kalender resmi Suriah—terjadi penghinaan terhadap simbol-simbol perayaan Natal oleh beberapa kelompok bersenjata yang menguasai kota Hama. Tindakan tersebut memicu gelombang protes dari komunitas Kristen di Damaskus dan kota Kristen Saqilbiyah.

Selain itu,  serangan terhadap makam tokoh spiritual penting komunitas Alawi di Aleppo juga memicu reaksi keras. Para pengikut Alawi menggelar aksi protes di berbagai wilayah seperti Tartus, Latakia, Homs, dan barat daya Damaskus.

Namun, protes ini dijadikan dalih oleh kelompok Hay’at Tahrir al-Sham dan kelompok bersenjata Sunni lainnya untuk melakukan penindasan brutal. Bahkan kelompok-kelompok yang belum mencapai kesepakatan dengan al-Julani turut serta dalam tindakan represif ini.

Tindakan Represif

Protes tersebut tidak hanya ditumpas dengan keras, tetapi juga disusul dengan serangan terhadap komunitas Alawi yang dianggap masih memiliki hubungan dengan rezim lama. Di Tartus, misalnya, serangan juga ditujukan kepada warga Alawi yang tidak terlibat dalam aksi protes, bahkan kepada mereka yang hanya lewat di jalan.

Beberapa hari setelahnya, beredar gambar dan video mengerikan tentang kekejaman yang dilakukan oleh kelompok bersenjata ini, termasuk pelecehan terhadap warga Alawi di pos pemeriksaan. Situasi menjadi semakin memburuk hingga Kementerian Media pemerintahan al-Julani mengeluarkan pernyataan yang melarang penyebaran video tanpa izin.

Reaksi dan Dampak

Beberapa tokoh media dan kelompok bersenjata menyatakan dukungan terhadap penindasan komunitas Alawi, sambil mengumumkan bahwa mereka tidak akan mempublikasikan gambar atau video terkait peristiwa tersebut.

Majidi menekankan bahwa konflik antara mayoritas dan minoritas di Suriah adalah kenyataan yang mencolok dalam kehidupan sehari-hari. Dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad, setelah 63 tahun kekuasaan berada di tangan komunitas Alawi, kini mayoritas HTS menguasai kendali politik.

Transformasi ini mendorong al-Julani untuk menerapkan kebijakan represif terhadap komunitas Kristen dan Alawi. Dalam situasi saat ini, kelompok bersenjata jauh lebih kuat dibandingkan komunitas Alawi, sehingga kemungkinan perlawanan efektif terhadap HTS sangat kecil.

Kesimpulan

Majidi menyimpulkan bahwa adanya ketegangan antara mayoritas dan minoritas di Suriah menciptakan potensi konflik berulang yang memicu kekerasan terus-menerus. Kesenjangan kekuasaan antara kelompok mayoritas Sunni dan minoritas Alawi serta Kristen menjadikan stabilitas politik di negara itu semakin sulit tercapai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *